Psychology | Learning | Parenting | Writing | Education

 

5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi

January 8, 2014 . by . in Psikologi Populer . 0 Comments

Pornografi adalah candu. Pornografi yang dikonsumsi secara intens akan meninggalkan toksin yang bersifat residu. Karena itu, perlu langkah-langkah detoksifikasi kecanduan pornografi.

Di tulisanku yang berjudul “Kecanduan Pornografi Perlu Didetoksifikasi” telah dibahas bahwa pornografi bersifat candu dan meninggalkan residu. Pornografi yang intens akan menghasilkan residu yang harus dibersihkan. Pembersihan racun pornografi juga harus dilakukan dengan upaya yang keras dan terus menerus, mengingat pornografi sendiri ada di sekitar kita. Kemudahan aksesnya menyebabkan ‘pertobatannya’ menjadi sulit.

Upaya detoksifikasi kecanduan pornografi akan lebih mudah jika ada kesadaran dari orang yang mengalami. Lebih mudah lagi jika ada dukungan orangtua dan keluarga. Jadi, orangtua tidak melulu menyalahkan anaknya, tetapi membantu melakukan usaha detoksifikasinya.

Bagaimana melakukan detoksifikasi kecanduan pornografi? Langkah-langkah berikut bisa dicoba untuk membantu detoksifikasi kecanduan pornografi.

1. Membatasi akses pornografi

Ini adalah upaya prefentif yang klasik. Dikatakan klasik, pertama karena sudah biasa dilakukan. Kedua karena sudah berbau tindakan kuratif. Biasanya upaya ini dilakukan karena sudah ada tindakan yang mengarah kepada pornografi. Agar tidak menjadi klasik, pembatasan akses perlu diartikan secara luas. Biasana, akses pornografi selalu identik dengan internet dengan situs-situs pornonya. Akses pornografi yang dimaksud tidak hanya internet, tetapi juga buku, video, dan obrolan yang mengarah kepada pornografi.

Memang upaya ini masih menghadapi tantangan berbagai akses pornografi yang tersedia. Terbukti upaya ini masih bobol, karena masih banyak alternatif akses pornografi yang bisa dimanfaatkan. Tapi paling tidak, upaya ini dapat mengurangi konsumsi pornografi.

2. Memperkuat pendidikan moral dan agama

Upaya ini juga tergolong klasik. Namun bedanya, pembatasan akses dilakukan diluar diri anak atau individu yang kecanduan. Upaya memperkuat pendidikan moral dan agama lebih bersifat internal untuk membentengi. Jika pembatasan akses pornografi dibarengi dengan pendidikan moral dan agama, maka keduanya bisa saling memperkkuat untuk upaya detoksifikasi kecanduan pornografi.

3. Mengalihkan energi kepada kegiatan positif

Mengalirkan energi kepada kegiatan lain disbut dengan sublimasi dengan displacement. Energi yang sedianya dimanfaatkan untuk hal-hal yang menjurus kepada pornografi disalurkan kepada kegiatan yang lebih positif. Arti positif di sini, minimal adalah kegiatan lain yang tidak menjurus kepada pornografi dan pornoaksi.

4. Membuat tagline detoksifikasi

Di sini tidak digunakan istilah tagline atau slogan anti pornografi, karena tagline yang dimakud bisa bersifat umum. Tidak harus membuat tagline, “Berhenti nonton bokep!”. Tagline seperti ini boleh-boleh saja jika hanya disimpan di benak kita. Tapi kalau mau lebih kuat, tagline tersebut seharusnya dituliskan atau diberi gambar, lantas ditempelkan di tempat yang mudah dilihat. Karena itulah tidak perlu membuat tagline yang langsung berkaitan dengan pornografi. Barangkali saja hal itu dapat membuat malu dirinya, misalnya ketika dibaca orangtua atau teman-teman yang main ke rumahnya. Tagline yang lebih umum, misalnya “Ayo memulai hidup sehat jasmani dan rohani” atau “Segala perbuatan akan dipertanggungjawabkan, kini dan nanti”. Meskipun tidak secara langsung menyinggung pornografi, tapi pembuat sendiri yang menghubungkan dengan tindakannya yang berbau pornografi.

Tagline bisa juga dibuat oleh orangtua. Jika dibuat oleh orang lain, tagline yang tidak langsung berhubungan dengan pornografi lebih humanis. Orangtua boleh memberikan penjelasan kepada anak tentang tagline yang ia buat. Penjelasan bisa bersifat ‘positif’ jika diperlukan untuk menjaga perasaan anak. Bersifat positif artinya lebih mengarah kepada tindakan positifnya daripada melarang pornografinya. Seperti tagline “Ayo hidup lebih positif” atau “Setiap amal akan dipertanggungjawabkan”, orangtua bisa menjelaskan maksudnya dengan tidak langsung mengaitkan dengan pornografi. Boleh saja menyinggung pornografi sebagai salah satu contoh perbuatan yang dipertanggungjawabkan. Tentu saja dengan tetap menjelaskan contoh-contoh yang lain, misalnya berbuat curang, menyakiti orang lain dan sebagainya.

5. Keterlibatan aktif orangtua dalam kegiatan anak

Terlibat bukan berarti mencampuri urusan anak. Kadang tidak mudah begitu saja masuk dalam dunia anak, apalagi yang sedang menginjak masa remaja, lebih-lebih jika anak tergolong sensitif. Keterlibatannya bisa dibuat lebih moderat, misalnya orangtua melibatkan semua anaknya (jika punya saudara), mengatur jarak dalam mengawasi, mengajak bercerita, bertanya secara egaliter (bukan interogasi) dan sebagainya. Jika keterlibatan orangtua sudah menjadi kebiasaan, anak juga akan terbiasa melibatkan orangtua dalam kegiatannya. Orangtua menjadi tempat yang ok untuk curhat dan bekerjasama.

Keterlibatan orang tua juga termasuk memberikan apresiasi atas tindakan positif yang dilakukan anak. Hal ini dapat mendorong anak untuk lebih memilih kegiatan positif. Dengan dorongan yang kuat ke arah kegiatan positif, maka dengan sendirinya pendidikan moral anak juga diperkuat.

Kecanduan pornografi perlu didetoksifikasi, terutama oleh diri sendiri (foto: polimoli.com)

Demikian 5 langkah yang dapat dicoba untuk detoksifikasi kecanduan pornografi. Adakah langkah detoksifikasi kecanduan pornografi yang bisa ditambahkan?

0.00 avg. rating (0% score) - 0 votes
Tags: , ,

Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:

by

Creative Learning Designer | Parenting Consultant | Writing Coach


 

Post a Comment

Your email is never published nor shared. Required fields are marked *

*
*

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>