Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
January 8, 2014 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 0 Comments
Pornografi tidak hanya menjadi konsumsi, tetapi juga bisa menjadi adiksi. Jika konsumsi substansi pornografi intens, maka akan menjelma menjadi pornoaksi yang juga bersifat intens. Karena itulah pornografi bersifat candu. Dan kecanduan pornografi perlu detoksifikasi.
Beberapa hari ini sedang mengoreksi modul-modul mahasiswa yang dibuat sebagai tugas Psikologi Perkembangan. Modulnya bertemakan pendidikan seks bagi remaja. Rata-rata modulnya berupa seminar dan penyuluhan pendidikan seks, yang sengat bersifat prefentif atau pencegahan. Bahkan ada sebuah modul yang berisi seminar tentang makanan bergizi untuk menyehatkan organ seksual remaja.
Teringat pada keluhan para orangtua di sebuah sekolah ternama. Beberapa orangtua menemukan media pornografi di gadget anak-anak mereka. Ada juga yang mengeluhkan kamar mandinya bau sperma. Mereka khawatir anaknya telah melakukan tindakan-tindakan seksual yang menyimpang. Keluhan ini terjadi pada dua sekolah setingkat SMP dan SMA. Karena itulah aku pernah diundang untuk mengisi sebuah sesi workshop tentang pendidikan seks remaja. Artinya, persoalan real di lapangan malah mengharapkan tindakan-tindakan kuratif atau pengobatan. Bahkan pengakses situs porno terbesar adalah Indonesia dengan sebagian besar konsumennya adalah anak-anak di bawah umur (merdeka.com).
Persoalan remaja yang berkenaan dengan pornografi dan pornoaksi, seperti yang dikeluhkan para guru dan orangtua, menunjukkan bahwa pornografi sudah bisa dikatakan sebagai penyakit yang mewabah. Berbicara pada konteks individual, pornografi seperti toksin yang masuk ke dalam diri, mengendap dan punya residu atau flek yang kemduan menjadi bagian dari diri konsumennya.
Seperti yang sudah pernah aku tulis di artikel tentang dampak televisi dan artikel tentang menyikapi penggunaan gadget oleh anak, dalam bidang medis, kita mengenal ada 3 substansi yang membuat kecanduan, yaitu obat atau drug, alkohol dan rokok atau nikotin. Sementara itu, riset dalam bidang psikologi menunjukkan ada 3 substansi yang lain, yaitu keluarga, televisi dan gadget. Kenapa 3 substansi tersebut dapat menimulkan adiksi? dapat dibaca di sini. Ternyata secara psikis, substansi yang bisa menimbulkan kecanduan tidak hanya itu, menganggur juga bisa menimbulkan kecanduan, seperti yang sudah pernah aku tulis di artikel ini. Nah, yang sedang kita bahas sekarang adalah kecanduan pornografi.
Jika substansi yang menimbulkan kecanduan dari sudut pandang medis (drug, alkohol, rokok) adalah toksin yang dapat menimbulkan residu, maka begitu juga dengan substansi yang menimbulkan ketagihan secara psikis (keluarga, televisi, gadget, menganggur, dan pornografi). Toksin ini mengendap dan menimbulkan residu. Jika di dunia medis residunya akan menjadi flek, adiksi psikologis juga sama. Karena itu, perlu detoksifikasi.
Sebagai substansi yang bisa menimbulkan adiksi, pornografi juga perlu didetoksifikasi. Seperti keluhan guru dan para orangtua yang sudah aku singgung sebelumnya, konsumsi pornografi yang intens akan menimbulkan residu. Jika terus-terusan melihat film porno, maka pikiran akan kuat tertuju ke situ. Akibatnya, cara pandang terhadap lingkungan, terutama yang berbau pornografi, akan mengarah kepada tindakan seksual (pornoaksi). Tindakan yang paling kecil adalah memikirkan seks. Jika selalu memikirkan tentang seks, maka kecanduan pornografi akan semakin diperkuat. Belum lagi penguatan dengan tindakan, seperti tindakan seksual yang mengiringi aktivitas pacaran, sampai pada onani atau masturbasi. Ini akan menjadi siklus yang semakin memperkuat kecanduan pornografi.
Karena itu, perlu ada upaya detoksifikasi dari kecanduan pornografi. Detoksifikasi akan semakin kuat jika ada kesadaran dari individu yang bersangkutan, ditambah dukungan dari orangtua dan keluarga. Detoksifikasi juga harus bersifat intens, karena pornografi yang sudah menjadi candu lebih sulit dihilangkan dan lebih mudah kambuh. Orang bilang seperti tobat lombok. Kalau kepedesan tobat, tapi besoknya makan lombok lagi. Apalagi jika seseorang masih punya akses terhadap lingkungna dan media yang mengarah kepada pornografi. Detoksifikasi harus semakin intens. Bagaimana melakukan detoksifikasi akibat kecanduan pornografi? Bisa dibaca di sini.
Apakah Kamu atau orang dekatmu mengalami kecanduan pornografi? Sudahkan dilakukan detoksifikasi?
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- Teori Perkembangan Moral Kohlberg
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Pekerjaan atau Anak?
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!