Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
March 18, 2020 . by rudicahyo . in Pendidikan, Psikologi Populer . 0 Comments
Wabah covid-19 menjalar dengan sangat cepat, sebagaimana virus flu pada umumnya. Hanya saja, virus ini begitu masif karena tubuh kita belum adaptif sebagaimana ketika kita menghadapi viruas influensa biasa. Merebaknya penyebaran virus corona memunculkan kecemasan yang berpengaruh juka terhadap kerentanan. Mari kita menumbuhkan imunitas dengan optimis dan antusiasme.
Sejak pertama kali diumumkan ada dua orang warga negara Indonesia yang terjangkit virus corona, pertambahan orang yang terinfeksi per 15 Maret sudah menjacapi 172. Dengan demikian, terhitung sejak dua minggu dari kasus pertama diumumkan, penambahannya relatif cepat. Dan ini masih akan terus bertambah dan belum mencapai puncak pertambahannya.
Pemberitaan di berbagai media turut membuat orang menjadi lebih waspada. Beberapa diantaranya melakukan tindakan yang berlebihan dan sampai melewati batas kewajaran, seperti memborong masker, hand sanitizer, hand soap, bahkan bahan makanan pokok. Belum terdukasinya masyarakat di awal penyebaran, membuat reaksi seperti ini wajar. Apalagi ditambah beberapa orang, entah tidak sengaja atau memang oknum, berusaha membuat suasana bertambah keruh. Sosial media menjadi alat untuk menghangatkan suasana, memperparah sekaligus meredamnya. Tidak jarang orang awam berpikir dengan caranya masing-masing, mengimajinasikan bagaimana cara virus menyebar. Ada yang beranggapan virus akan melayang-layang diudara dan hinggap dimana saja, menempel di semua tempat. Barangsiapa yang bersentuhan dengannya akan terinfeksi dan ujungnya dipastikan adalah kematian. Itulah cara kita yang awam dalam berpikir. Padahal virus punya masa hidup dan tempat hidup bersyarat, baik itu suhu, kelembaban, hingga medium tempat hinggapnya.
Kondisi ini tak ayal dapat memicu kecemasan. Bahkan sebagian besar diantaranya adalah kecemasan antisipatif yang irasional. Memang tidak semuanya, ada juga yang lebih rasional karena sudah memiliki informasi yang cukup atas seluk beluk virus dan cara persebarannya. Namun yang tidak disadari oleh banyak orang adalah dampak dari efek psikologis yang ditimbulkannya, yaitu ketakutan atau kecemasan.
Ketika kita cemas, maka sistem adrenal akan menghasilkan hormon kortisol yang berlebihan. Hal ini memicu reaksi hati untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak. Sebagian orang bisa menyerap kembali gula darah yang berlebihan. Tapi buat orang yang sudah beresiko diabetes, hal ini akan memperparah kondisinya. Penderita kecemasan lebih berisiko mengalami masalah kardiovaskular karena meningkatnya denyut jantung, tekanan darah tinggi, dan overexposure ke kortisol.Β Menurut American Psychological Association, kecemasan jangka panjang juga dapat menyebabkan hipertensi , aritmia, dan peningkatan risiko serangan jantung atau stroke. Studi yang dilakukan para ahli dari Ohio State University bahwa kecemasan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dengan mengganggu komunikasi antar sistem syaraf dan sistem endokrin (hormon). Dengan demikian, kecemasan yang berlebihan akan wabah dan membuka peluang untuk menjangkitnya virus.
Lantas bukan berarti kita harus ceroboh menghadapi situasi ini. Juga bukan berarti kita harus menganggap enteng dengan mengobral diri untuk beraktivitas di luar rumah dan banyak berinteraksi. Penyebaran virus ini begitu masif karena adanya kontak langsung dengan pembawa virus. Karna itu butuh kehati-hatian dan membatasi diri dalam berinteraksi, untuk dapat mengurangi persebarannya. Dengan berkurangnya persebaran virus, maka akan memberikan peluang pihak medis untuk menyelesaikan kasus yang sudah ada. Sementara untuk yang belum terjangkit, hendaknya juga bisa menghadapi situasi dengan tenang, banyak mencari informasi dari sumber yang terpercaya, misalnya dari kementrian kesehatan RI, serta menghadapi situasi dengan objektif dan proporsional. Selain itu, yang terpenting adalah membangun rasa optimis dan antusiasme. Dengan optimis dan antusiasme, sistem kekebalan tubuh kita akan bekerja dengan baik. Dia akan bekerja sebagaimana alamiahnya cara kerja sel, yaitu menyerap yang dibutuhkan (unsur positif) dan menahan yang asing (imun).
Artikel tentang Pendidikan, Psikologi Populer Lainnya:
- Pendidikan Karakter dan Kebahagiaan Murid
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Tantangan dalam Membudayakan Membaca Pada Anak
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Warisan Unas: Ketika Kejujuran Menyisakan Penyesalan
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- 5 Alasan Fundamental Kenapa Membudayakan Membaca pada Anak Sangat Penting?
- Sebagai Guru, Sudahkah Kita Berdiri Di Atas Sepatu Siswa?
- Perlukah Anak Melakukan Les Privat Selain Belajar di Sekolah?
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- Profesi Guru, Antara Idealisme dan Industri Pendidikan
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- Pemimpin itu Pendidik
- Political Framing: Ketika Kalimat "Apa susahnya membawa anak Palestina ke sini?" Menjadi Populer
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Menjadi Guru adalah Jalan Pedang
- Cara Tepat Mengatur Penggunaan Gadget pada Anak
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Work-Life Balance Apakah Sebuah Fatamorgana?
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- Makna Resolusi Bersifat Tipikal bagi Setiap Orang
- Film Rekomendasi untuk Hari Guru
- Apakah Pendidikan Kita Membangun Karakter?
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Pro Kontra Penghapusan Status RSBI
- Bagaimana Memberikan Pendidikan Seks yang Sesuai untuk Anak?
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Ujian Nasional (Unas), Harga Mahal Sebuah Kejujuran
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Bagaimana Prinsip Memilih PAUD untuk Anak?
- Ingin Belajar Efektif? Jangan Menggunakan Cara Kerja Foto Kopi!
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Matematika, Persoalan Epistemologi atau Etika?
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Bagaimana Membangun Budaya Membaca pada Anak?
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- Apakah Membacakan Buku Sejak Dalam Kandungan Akan Membuat Anak Gemar Membaca?
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Memilih Sekolah untuk Anak: Antara Kualitas, Gengsi, dan Kemampuan Keuangan
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Air Mata sebagai Emotional Release
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Pay It Forward: Dengan Inspirasi, Guru Membuat Perubahan
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Cara Mengatasi Tekanan Fight Flight atau Flow Mana yang Efektif?
- Kenapa Anak Kita Mogok Sekolah?
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Bukan Stratifikasi, tapi Diferensiasi Pendidikan
- Apakah Kamu Mendidik atau Mendikte?
- Berhala Sistemik Dunia Pendidikan
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Pendidikan dan Sikap terhadap Tantangan Kerja
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Jati Diri Anak Terkubur oleh Determinasi Orang Dewasa
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan