Pentingnya Anak Menyadari Potensi Diri
January 20, 2013 . by rudicahyo . in Parenting . 0 Comments
Tiap anak punya potensi. Namun, potensi ini tak akan jadi perilaku efektif jika tak disadari. Apa pentingnya menyadari potensi diri?
Apakah Ayah/Bunda melihat anaknya punya potensi tertentu? Kita bisa melihatnya, karena kalau dilihat dari posisi kita, itu lebih mudah terlihat. Bagaimana dengan anak kita?
Banyak anak yang sebenarnya punya potensi, memiliki bakat tertentu. Hanya saja, ketika beranjak menjadi anak yang lebih besar, orang malah memberinya label bermacam-macam, misalnya di sekolah dikatakan sebagia anak nakal, di rumah dijuluki si pembuat onar dan berbagai predikat sejenis. Begitu juga dengan label yang lebih ringan, misalnya anak pemalu.
Apakah Ayah, Bunda, Kakak punya anak atau adik yang pemalu, sehingga potensinya sulit terlihat atau si anak tidak bisa melihat potensinya?
Perasaan malu bisa jadi merupakan salah satu representasi atau wujud rasa tidak percaya diri. Rasa minder atau tidak percaya diri bisa diawali karena belum menyadari potensi.
Tulisan ini sebenarnya berawal dari kekaguman kepada Fatin Sihdqia, seorang gadis SMA yang ikutan audisi X-Factor. Tampilannya yang malu-malu saat ditanya oleh juri membuat yang menyaksikan pertama kali tak akan menyangka jika suaranya begitu matang, serak-serak cetar membahana gitu. Langsung saksikan saja video berikut ini:
Coba bayangkan jika Fatin atau anak kita tak menemukan moment-moment atau media yang menjembatani berpijarnya potensi yang dimiliki, pasti bisa jadi bakat terpendam sepanjang hayat. Memang, media ini tidak hanya kompetisi semacam X-Factor, Indonesian Idol tau sejenisnya. Justru orangtua adalah tumpuannya.
Apa pentingnya anak menemukan dan menyadari potensi dirinya? Berikut ini adalah efek yang terjadi:
1. Anak jadi lebih percaya diri
Jika kekuatan telah dikenali, anak akan lebih percaya diri, karena sudah punya pegangan apa yang akan dikatakan tentang dirinya, apa yang mungkin dilakukan ketika bekerja, apa peran yang diambil ketika bekerjasama.
2. Anak mampu mengambil peran
Jika potensi dikenali, maka anak akan bisa menempatkan diri pada posisi yang sesuai. Anak bisa mengambil peran sesuai dengan keunggulan yang dimiliknya, baik di rumah, sekolah, atau ketika nanti sudah bekerja.
3. Punya nilai jual di dunia luar
Ketika dihadapkan pada persaingan, anak akan mampu menunjukkan kelebihan dirinya. Anak dapat menonjolkan apa yang dimilikinya dan tidak dimiliki oleh orang lain.
4. Tidak menggantungkan diri kepada orang lain
Jika tahu potensinya, maka akan tahu pula bagaimana melakukan tugas-tugas atau tanggung jawabnya. Anak tahu, apa atau bagaimana cara yang paling efektif untuk menyelesaikan persoalannya.
5. Self branding
Jika potensi diri telah dikenali dan disadari, anak akan punya merek atau brand. Anak lebih mudah mengenalkan dirinya ketika bertemu dengan teman baru atau calon atasannya.
Begitulah efek positif ketika anak menyadari potensi dirinya.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk membuat anak mengenali dan menyadari potensi dirinya?
Artikel tentang Parenting Lainnya:
- 3 Modal Utama Anak Aktif
- Bagaimana Sikap yang Tepat terhadap Cara Bermain Anak?
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Antara Anak dan Karir, Sebuah Surat dari Seorang Ibu
- Membanggakan Anak Secara Berlebihan Itu Berbahaya
- Kesalahan dalam Memandang Gadget untuk Anak
- Selalu Ada Cara untuk Menghubungkan Anak dan Orangtua
- Mengajari Anak Berpuasa dengan Lebih Bermakna
- Stimulasi untuk Optimalisasi Belajar Anak
- Kompetisi Ego Mengaburkan Keselarasan Orangtua dan Anak
- Bagaimana Mencegah Terjadinya Temper Tantrum pada Anak?
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Pengembangan Bakat Anak dan Dilema Pilihan
- Modal Dasar Pengasuhan
- Jenis Kelekatan yang Terjadi pada Anak
- Rahasia Parenting: Mengelola Perilaku Super Aktif Anak
- Apa Dampak Ketidakkompakan Orangtua Bagi Anak?
- Bagaimana Mengatasi Temper Tantrum Anak?
- Bagaimana Orangtua yang Bekerja Menjaga Perkembangan Emosi Anak Tetap Sehat?
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Bagaimana Prinsip Memilih PAUD untuk Anak?
- Dari Galau Hingga Oportunistik, Diawali dari Problem Pengasuhan
- Bagaimana Terjadinya Penularan Sifat Orangtua kepada Anak?
- Memilih Sekolah untuk Anak: Antara Kualitas, Gengsi, dan Kemampuan Keuangan
- Haruskah Dongeng Sebelum Tidur?
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Bagaimana Memberikan Pendidikan Seks yang Sesuai untuk Anak?
- Konsultasi Parenting: Orangtua Bosan, Hati-Hati Anak Jadi Korban
- 5 Dampak Ketidakpercayaan kepada Anak
- Kesesatan Orangtua dalam Memandang Perkembangan Anak
- Apakah Pribadi yang Suka Mengeluh itu Dibentuk?
- Semua Orangtua Punya Anak Kreatif
- Syarat untuk Dapat Membaca Pola Perilaku Anak dalam Pengasuhan
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Kenapa Kita Tidak Boleh Memotong Aktivitas Anak?
- Wreck It Ralph: Apakah Ilmu Pengasuhan Itu Omong Kosong?
- Meluruskan Makna Egaliter dalam Keluarga
- 5 Alasan Fundamental Kenapa Membudayakan Membaca pada Anak Sangat Penting?
- Kenapa Anak mengalami Kelekatan yang Tidak Aman?
- Cara Tepat Mengatur Penggunaan Gadget pada Anak
- Mengungkit Kelemahan, Menghilangkan Kekuatan
- 5 Kesalahan Orangtua yang Melukai Kepercayaan Diri Anak
- Apa Dampak Pelayanan Berlebihan untuk Anak?
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Reaksi yang Harus Dihindari Orangtua Saat Anak Mengalami Bullying
- Dampak Reaksi Kekhawatiran yang Berlebihan terhadap Anak
- Belajar Bilingual Sejak Dini
- Hubungan Ayah Bunda dan Pengaruhnya Buat Perkembangan Anak
- Cara Tepat Memberi Bantuan untuk Anak
- Trans Membantu Induksi Nilai pada Diri Anak
- Jati Diri Anak Terkubur oleh Determinasi Orang Dewasa
- Bahaya Film Action yang Harus Diwaspadai Orangtua
- Bagaimana Menggunakan Kata JANGAN untuk Anak?
- Bahaya Ancaman Bagi Anak
- Harga Sebuah Kesempatan bagi Anak
- Bagaimana Anak Belajar Memiliki Kelekatan yang Sehat?
- Kenapa Orangtua Kesulitan Melakukan Pendidikan Seks Usia Dini?
- Mengapa Kata JANGAN Dihindari Penggunaannya?
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Bagaimana Memberikan Bantuan yang Mendidik untuk Anak?
- Benarkah Anak Kita Mengalami Bullying?
- Asumsi Negatif Dapat Melemahkan Mental Anak
- Bahasa Positif Menciptakan Perubahan Positif pada Perilaku Anak
- Apa Kesalahan dalam Memberikan Bantuan untuk Anak?
- Pendidikan Anak: Apa Tindakan Awal yang Tepat Ketika Anak Melakukan Kesalahan?
- Menghilangkan Keunikan Anak dengan Diksi 'Lebih Unik'
- Mengelola Emosi dalam Pengasuhan: Pencocokan Prediksi
- Dampak Atmosfir Egaliter bagi Rasa Percaya Diri Anak
- Porsi Kasih Sayang untuk Proses Adaptasi Anak
- Apa Dampaknya Jika Salah Memberikan Bantuan untuk Anak?
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Bagaimana Mengelola Keinginan Anak untuk Berbelanja?
- Membandingkan Anak Lebih Sering Tak Disadari
- Untuk Masa Depan Anak, Berkorbanlah!
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Cara Beli Buku Daily Parenting
- Tips Mengendalikan Kekhawatiran terhadap Anak
- Cara Mengendalikan Kemarahan Kita kepada Anak
- Tentang Pengasuhan, Mau Ketat atau Longgar?
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Bagaimana Anak Menjadi Temper Tantrum?
- Manfaat Apresiasi untuk Anak
- Bagaimana Menyikapi Penggunaan Gadget oleh Anak?
- Bagaimana Menemukan dan Mengenali Potensi Anak?
- Bahaya Mendikte Anak bagi Keberanian dan Kreativitas
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Seni Pengawasan terhadap Anak
- Menjatuhkan Mental Anak, Sering Tidak Disadari
- Mengapa Kata JANGAN Boleh Digunakan?
- Tips Mengubah Perilaku Anak dengan Memperbanyak Variasi Pilihan
- Berikan Alasan Realistis untuk Anak
- Mengajari Anak Menghadapi Kondisi Sulit yang Menimpanya
- Kenapa Anak Kita Mogok Sekolah?
- 6 Alasan Menghindari Intimidasi kepada Anak
- Mengasuh Anak itu Membaca Pola
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Seperti Orang Dewasa, Anak Juga Mengenal Kesepakatan
- Kesulitan Orangtua Mengajak Anak Kembali ke Sekolah Pasca Libur
- WAJIB TERUS DITUMBUHKAN Kesadaran Parenting sebagai Bentuk Pendidikan Pertama