Mempertanyakan Kekuasaan Tuhan
September 3, 2021 . by rudicahyo . in Inspirasi (Insert) . 0 Comments
Banyak orang yang mempertanyakan kekuasaan Tuhan. Mulai dari yang usil, kritis, sampai protes atas kondisi atau situasi yang menimpa dirinya. Bagaimana kita mengelola dan berdasmai dengan pikiran tersebut?
Saya teringat dengan beberapa anekdot yang bertanya seperti ini, “Apakah Tuham mampu membuat sesuatu yang besar hingga Dia tidak bisa mengangkatnya?”. Ini adalah sebuah pertanyaan jebakan yang apapun jawabannya akan ‘memojokkan’ Tuhan. Denagn kata lain, juga akan menyulitkan kita sebagai orang yang sudah ditanamkan tentang keyakinan akan kekuasaan Tuhan. Apalagi yang sangat menjaga etika atas pikiran, perasaan dan perkataan tentang Tuhan, malah sangat kikuk dan salah tingkah dengan pertanyaan ini.
Jika kita menjawab bahwa Tuhan mampu membuat sesuatu yang besar hingga Dia tidak mampu mengangkatnya, itu sama saja mengatakan bahwa Tuhan tidak kuasa mengangkat. Padahal Tuhan itu maha kuasa, maha kuat, maga segalanya, kenapa mengangkat benda ciptakaannya tidak kuat? Namun jika kita menjawab bahwa Tuhan tidak akan menciptakan beda yang ia tidak mampu mengangkatnya, juga simalakama. Meskipun Tuhan berkehendak untuk menciptakan atau tidak menciptakan benda, namun pernyataan ‘tidak menciptakan benda yang Dia tidak mampu mengangkatnya’ juga tetap salah bagi yang menjaga keagungan sifat-sifat Tuhan. Karena dalam kalimat ‘tidak menciptakan benda yang Dia tidak mampu mengangkatnya’ masih terkandung kalimat ‘Dia tidak mampu mengangkat’.
Pertanyaan anekdot seperti ini tidak hanya terjadi di warung kopi atau guyonan kritis anak-anak sepermainan. Pertanyaan semacam ini juga sempat masuk di perkulihan filsafat saat saya kuliah S1 dulu. Saat itu, perdebatan dalam kelas begitu serunya, sampai ada yang mulai meyakini bahwa kekuasaan Tuhan bisa dipertanyakan. Dengan kata lain, pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang Tuhan ini bisa menggoyahkan akidah dan melemahkan iman. Ini sangat berbahaya buat saya yang sangat meyakini atas keagungan Tuhan yang tak tertandingi.
Berbekal keimanan, saya berhati-hati untuk mencoba menjawab pertanyaan tersebut. Saya juga akan coba menjelaskan secara substansial namun mudah. Ini dari jawaban saya bersandar pada kata-kata usil (kalua kata Gus Baha ‘cangkem elek’ alias mulut jelek) saya, yaitu ‘suka-suka Tuhan’.
Tuhan itu maha kuasa dan menguasai seluruh alam semesta tak terbatas. Ketika kita mempertanyakan keuasaan Tuhan dengan logika paradoks kuasa menciptakan hal yang besar sampai tidak kuat mengangkatnya, itu masih menggunakan logika manusia yang serba terbatas. Pertanyaan itu muncul dari kepala orang yang mungkin sering melihat pemahat patung batu besar atau pesawat terbang. Penciptanya sendiri tidak mampu mengangkatnya. Dengan logika yang terbatas inilah si penanya berani mempertanyakan kekuasaan Tuhan.
Baca juga:
Angka dan Tuhan, Analisis Post Strukturalisme
Needs Sebagai Motif dalam Hirarkhi Kebutuhan Maslow
Pembuat pesawat atau patung batu masih perlu alat dan bantuan orang lain untuk membuatnya. Kalaupun mau dibuat sendiri, ia akan butuh waktu dan tenaga yang besar (tentu saja dengan ukuran manusia).Β Kalau pakai logika manusia, ada sisi kekuatan dan kelemahan, ada plus dan minus. Pembuat pesawat punya kekuasaan atas pesawatnya. Pesawat tersebut bisa dipreteli, diubah, atau bahkan dihancurkan. Begitu juga dengan pembuat patung batu juga bisa melakukan hal yang sama. Artinya, pembuatnya punya kekuasaan atas benda yang ia buat. Namun di sisi lain, ia punya kelemahannya, yaitu tidak mampu mengangkatnya.
Penggunaan logika manusia ini berarti menggunakan keterbatasan pikiran manusia. Jika mau rendah hati, kita bisa mengatakan bahwa kita sedang menggunakan logika bodoh kita untuk berpikir tentang Tuhan.
Kita kembali kepada pilihan kata ‘cangkem elek’, yaitu ‘suka-suka Tuhan’. Karena Tuhan itu maha kuasa, maka ya suka-suka Tuhan mau menciptakan apapun dengan spesifikasi apapun. Namun yang perlu digarisbawahi adalah ia maha kuasa. Jadi kata ‘kuat’ atau ‘tidak kuat’ mengangkat, itu tidak relevan bagi Tuhan. Karena sudah pasti akan hanya mengarah kepada satu kata, yaitu ‘kuat’, karena Tuhan maha kuat dan sumber kekuatan. Selain itu, Tuhan itu maha berkehendak. jadi yang relevan bukan kata ‘kuat’ dan ‘tidak kuat’ mengangkat, tapi pada mau atua tidak mau mengangkat. Itu suka-suka Tuhan aja.
Keterbatasan logika manusia tidak bisa menjangkau keagungan Tuhan. Pada titik ini manusia harus belajar ikhlas untuk tidak berpikir. Pada titik ini mansia belajar ikhlas untuk meyakini. Karena itu, kalau kita ingin benar-benar mengenal Tuhan, maka berhentilah berpikir, dan mulailah meyakini. Dengan keyakinan itu, maka pikiran yang kita gunakan akan tetap berada dalam kendali kesadaran, yaitu menyadari bahwa pikiran kita itu hanya lahir dari keterbatasan logika manusia. Dengan kata lain, jika itu tentang Tuhan, maka yakinilah dulu, baru kemudian berpikir. Bukan sebaliknya.
Artikel tentang Inspirasi (Insert) Lainnya:
- Keluhan Dapat Menurunkan Kekebalan
- Pemilu Usai, Saatnya Berbuat untuk Negeri Ini
- Menghancurkan Tembok Penghalang dengan Tune In pada Aktivitas Pertama
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Selalu Ada Jalan untuk Segala Keruwetan Hidup Asalkan Lakukan Hal Ini
- Now and Here, Cita-Cita Tak Sampai
- Melalui Cobaan, Kita Lebih Mudah Mengenali Diri Sendiri
- CARA MUDAH Manajemen Waktu dalam Menghadapi Deadline
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- Wreck It Ralph: Apakah Ilmu Pengasuhan Itu Omong Kosong?
- Menyatunya Hablum Minallah dan Hablum Minannas
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- 3K, Bahan Bakar untuk Lokomotif Kehidupan Kita
- Bagaimana Menjadi Produktif? Begini Prinsipnya
- Belajar dari Moana, Berani Melampaui Ketidakpastian
- Penularan Kebaikan dan Keburukan untuk Diri Sendiri
- Cara Mengatasi Tekanan Fight Flight atau Flow Mana yang Efektif?
- Corona, Perpecahan Keyakinan yang Melelahkan dan Melemahkan
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Agar Nikmat Melimpah, Kita Membutuhkan Rasa Syukur yang Sesungguhnya
- Cerita: Kaus Kaki Bolong
- Persepsi Tanpa Komunikasi Bisa Menjadi Prasangka
- Jadilah Optimis seperti Anak-Anak
- 3 Hal yang Menguatkan Nafsu dan Menumpulkan Akal
- Manusia Dikendalikan Sistem Ciptaannya?
- Krisis Jati Diri, Pangkal dari Semua Krisis
- Cerita: Harta Karun Mr. Crack
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Dumbo Disney, Ketidaksempurnaan yang Luar Biasa
- Neng Neng Nong Nang Neng Nong dari Mata Apresiatif Seorang Akhmad Dhani
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- Menyikapi Hidup seperti Anak-anak
- Menyiasati Ruang dan Waktu untuk Produktivitas
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Cerita: Menolong Nubi
- Pergantian Tahun bukan Pergantian Tuhan
- Dalam Penciptaan, Imajinasi Bukan Basa-Basi
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Niat Baik Meningkatkan Nilai Perkataan dan Perbuatan
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Ketika Tidak Dipercaya, Bagaimana Cara Menciptakan Perubahan?
- Tak Ada yang Sulit Jika Ada Kemauan Belajar
- Hijrah Membutuhkan Konsistensi
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Sholat Tarawih, Perjuangan Membentuk Karakter
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Bergerak dari Zona Masalah ke Zona Solusi
- Menjadi yang BAIK, Tanpa Syarat
- Ingin Memiliki Daya Saing? Jadilah Diri yang Original
- Perbuatan Baik Dapat Kembali Memurnikan Hati
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Mengubah Keburukan Menjadi Kebaikan adalah Menciptakan Resonansi
- Bagaimana #senja Bisa Menjadi Sumber Kebahagiaan?
- Inspirasi dan Menjadi Diri Sendiri
- Bahaya Tagar Indonesia Terserah
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Menciptakan Atmosfir yang Berenergi