Pujian yang salah dapat menjerumuskan anak kita. Bagaimana bisa? Memotivasi anak untuk melakukan berbagai hal positif adalah kebutuhan. Motivasi sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan yang baik bagi anak, sebagai pribadi maupun bagian dari lingkungans sosial. Kadang kita memotivasi anak dengan memberikan pujian. Namun jika kita salah memberikan pujian, maka dapat menerumuskan anak kita. Mari kita baca selengkapnya.
Pola Pemberian Pujian pada Anak
Motivasi adalah tenaga pendorong, sebagaimana bahan bakar untuk kendaraan. Mobil, motor, atau pesaewar akan dapat melaju jika memiliki bahan bakar. Ini setara dengan motivasi yang menggerakkan kita. Namun dalam konteks pemberin motivasi dengan pujian, ini sangat berbeda dengan cara kerja mesin. Bahan bakar untuk kendaraan ini sudah jelas diisikan karena mereka akan digunakan. Artinya, mereka diisi dulu, baru bisa digunakan. Yang perlu kita ketahui, cara kerja mesin sangat berbeda dengan cara kerja manusia, termsuk dalam menggunakan bahan bakar mesin dan pujian untuk manusia.
Jika mobil atau motor diisi bahan bakar lebih dulu biar bisa berjalan, cara kerja pujian berbeda. Pujian diberikan ketika alasan atas pujian sudah didapatkan. Dalam istilah kelompok behaviorisme, ini disebut dengan reinforcement. Cara kerja penguat atau reinforcement adalah setelah perilaku yang diharapkan muncul. Ini lebih berseifat konkrit daripada pengondisian klasik yang memasangkan penguat dengan harapan, sesuatu yang lebih abstrak.
Berbicara tentang pengondisian klasik dan operant, mari kita segarkan kembali dengan percobaan yang dilakukan oleh Ivan P. Pavlov yang menggunakan anjing. Seekor anjing diberikan makanan. Ketika makanan berikan, maka keluarlah air liur anjing. Makanan disandingkan dengan bel. Lama-kelamaan, anjing akan mengeluarkan liur ketika diberikan bel, meskipun tanpa diikuti dengan makanan. Makanan memeng sesuatu yang konkrit. Tapi makanan tersebut adalah sesuatu yang akan terjadi, bukan yang sudah terjadi. Jika sesuatu belum terjadi, maka sebenarnya kaitan bel tidak dibentuk dengan makanan, tapi harapan akan makanan. Ini jelas lebih abstrak jika dibandingkan dengan penguatan operan dari Skinner. B.F. Skinner memberikan penguat setelah perilaku yang diharapkan terjadi. Dengan kata lain, hadiah diberikan ketika perilaku sudah benar-benar terjadi, dan ini jelas lebih konkrit.
Pola teoritik ini kemudian membuat saya memilah menjadi 3 pola pemberian pujian dari pengamatan saya, yaitu: 1) Memberikan pujian tanpa ada perilaku yang dirujuk, 2) Memberikan pujian sebelum perilaku yang dirujuk muncul, 3) Memberikan pujian setelah perilaku yang adaptif (sesuai dengan harapan) muncul. Namun demikian, saya menambahkan 2 pola lagi berdasarkan isi dari kondisi atau syarat perilaku yang dituju oleh pujian tersebut, yaitu: 1) Pujian yang dialamatkan kepada hasil, 2) Pujian yang ditujukan kepada proses. Contoh untuk pujian yang ditujukan untuk hasil adalah memberikan pujian ‘anak pintar’ setelah nilainya bagus. Sedangkan contoh untuk pujian yang ditujukan untuk proses adalah “Bagus, kamu sudah berusaha dengan baik”, terlepas apapun hasilnya.
Baca juga:
Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
Bagaimana Pujian yang Salah dapat Menjerumuskan Anak?
Cara kerja kedua penguatan (klasik dan operant) yang membuat pemberikan pujian bisa mengalami penyimpangan. Apakah Kamu pernah mendengar orangtua yang akan mengajak anaknya mandi, dan mengatakan “Anak ganteng, ayo mandi!”. Ini berarti anaknya belum mandi dan sudah dipuji ganteng. Jika pujian diberikan sebelum tindakan dilakukan, maka pujian adalah sesuatu yang bersifat abstrak atau konsep. Mungkin saja anak akan mau mandi karena dipuji ganteng. Tapi cara kerja pikiran anak sudah dibalik, bahwa untuk menjadi ganteng tidak harus setelah orang bersih diri. Begitulah anak-anak berpikir, dan ini terjadi secara otomatis. Padahal tujuan dari pujian itu agar anak melakukan bersih diri. Ini sangat berbeda ketika setelah mandi, anak baru dibilang ganteng. Kondisi ganteng pada anak sudah bersifat konkrit karena dihubungkan dengan aktivitas yang konkrit, yaitu mandi. Pemberian pujian semacam ini, baik pola pertama ataupun kedua, secara tidak sadar sering kita berikan kepada anak. Bagaimana pujian yang salah dapat menjerumuskan anak?
Pola pemberian pujian sebelum atau tanpa adanya perilaku dan yang diberikan setelah atau karena ada perilaku, memiliki dampak pada pembentukan diri anak. Jika kita memberikan pujian tanpa ada indikator konkrit, maka anak akan menciptakan image sendiri tentang pujian tersebut. Misalnya ketika anak dikatakan pintar tanpa ada fakta apapun yang ditunjuk, maka dia akan membangun citra sendiri pada dirinya. “Aku anak pintar, berarti bisa melakukan apapun, pandai mengerjakan tugas dan sebagainya”. Ini bisa terjadi sangat liar, karena tidak ditujukan pada fakta yang jelas.
Pada saat pujian diberikan, anak tidak hanya mengembangkan citra sendiri, tetapi juga disertai dengan perasaan senang sebagai konsekuensi logis atas pujian. Rasa senang ini menimbulkan kenyamanan pada diri anak. Anak tidak hanya merasa nyaman dengan pujiannya, tetapi merasa nyaman dengan citra yang ia bentuk tentang dirinya. Jika citra ini telah mereka miliki, maka secara naluriah ia akan menjaga citra ini tetap ada, agar efek kenikmatan atas pujian tetap terjaga. Akibatnya, anak akan melindungi egonya dengan menghindari sesuatu yang bisa merusak citra tersebut. Apa tindakan yang dilakukan anak untuk menjaga citra dirinya?
Anak yang mengembangkan citra diri dengan disertai rasa nyaman, maka akan menghindari tantangan-tanganan yang bisa merusak citra tersebut. Akibatnya, anak lebih suka pada zona yang aman bagi dirinya. Hal ini membuatnya takut gagal, karena itu menghindari aktivitas yang memungkinkan mereka gagal. Anak akan lebih mudah berpuas diri dan tidak ingin mempelajari hal baru yang mengandung resiko. Yang menjadi patokan bagi tindakan mereka adalah citra diri, bukan pencapaian yang nyata.
Untuk pujian yang diberikan sebelum perilaku muncul, hal ini memang dapat membuat anak bersemangat untuk melakukan tindakan tersebut. Misalnya ketika ibunya bilang “Anak ganteng, ayo mandi!”, maka anak bisa mendapatkan efek motivasional dan segera mandi. Namun sebenarnya pujian itu sudah diterima oleh anak, sehingga anak sebenarnya tidak terlalu perlu untuk melakukan tindakan tersebut. Akan tetapi ketika anak senang, maka ia kemungkinan besar akan melakukan. Hanya saja, karena pujian telah diterima, maka dia hanya perlu melakukan tindakan tersebut sebagai cara untuk membayar pujian. Tindakannya tidak lebih dari formalitas untuk menggugurkan kewajiban.
Bagaimana jika pujian dihubungkan pada syarat yagn dituju? Berdasarkan syarat, anak bisa dipuji karena hasil yang dicapai atau dipuji karena usaha yang dilakukan. Ketika anak dipuji karena hasil, maka anak akan menandai hasil tersebut sebagai sesuatu yang diharapkan oleh orang lain. Karena itu, untuk mendapatkan hasil tersebut, anak tidak terlalu memperhatikan tentang proses. Apapun bisa dilakukan oleh anak untuk mencapai hasil tersebut, baik yang positif maupun negatif. Misalnya ketika mengacu kepada hasil ujian, maka bisa saja anak mencontek atau berbuat curang untuk mendapatkan nilai yang bagus. Karena secara teoritis, berbohong adalah bagian dari perkembangan anak sejak mereka mengalami perkembangan bahasa.
Bukan berarti pujian untuk hasil itu tidak boleh dilakukan. Namun lebih idealnya, pujian tersebut perlu diimbangi dengan pujian yang berorientasi proses. Dengan anak dipuji karena prosesnya, maka anak akan lebih menghargai usaha atau kerja kerasnya. Karena itu, anak menjadi pribadi yang tidak mudah puas, terus belajar cerdas, dan bekerja keras.
Coba ingat kembali, bagaimana tindakan-tindakan kita sehubungan dengan pemberian pujian bagi anak. Bagaimana dampak pujian yang kita terapkan pada mereka? Tuliskan di kolom komentar ya, agar kita bisa saling berbagi dan belajar.