Belajar Bilingual Sejak Dini


Anak belajar bilingual adalah sesuatu yang biasanya diinginkan oleh orangtua. Orangtua senang jika anaknya menguasai lebih dari satu bahasa. Bagaimana belajar bilingual untuk usia dini di rumah?

Dalam sebuah obrolan dengan teman yang ingin mengajari anaknya berbahasa Inggris sejak dini, ada pertanyaan menarik dari temanku tersebut. Ada banyak kasus berkenaan dengan belajar bilingual sejak dini di rumah. Salah satunya seperti yang diceritakan oleh temanku ini. Ia khawatir, anaknya justru akan terhambat dalam berbicara. Katanya, ada banyak kasus yang orangtuanya mengajari dua bahasa, anaknya malah terbata-bata dalam berbicara.

Mengajari anak bilingual memang tidak bisa dipukul rata seperti mengajarkannya di sekolah. Setiap anak punya karakteristiknya sendiri dalam belajar, termasuk belajar bahasa. Sebenarnya di sekolahpun seharusnya bisa memperhatikan modalitas dan karakteristik murid. Meskipun sulit memperhatikan perbedaan setiap anak (individual differences), kita tetap bisa memperhatikan polanya, misalnya dengan membuat pemetaan.

Namun sebagai pedoman, kita bisa belajar dulu tentang zone of proximal development, khususnya wilayah belajar berbicara dan berbahasa. Di setiap tahap perkembangan yang menunjukkan kemampuan tertentu dalam berbicara dan berbahasa, bisa menjadi modal untuk memulai belajar bilingual.

Sejak lahir, anak-anak sudah memiliki kemampuan mendengar suara dan meresponsnya. Kemampuan mendengar memang sudah diberikan sebelum anak  dilharikan. Janin usia 20 minggu sudah bisa merasakan dan merespon perubahan di lingkungannya. Karena itu, anak sudah bisa diajarkan untuk berbicara dan berhabahasa. Anak sudah punya struktur untuk belajar bicara dan berbahasa. Hanya saja, cara yang diterapkan tentu berbeda di setiap usia atau di setiap karakteristik yang dimiliki anak.

Karena anak berkembang secara bertahap dengan kecepatan yang berbeda-beda, maka usia hanya sebagai pedoman saja. Yang terpenting adalah kita memperhatikan karakteristik dari tahap.

Fase sebelum kata (8 minggu – 10 bulan)

Pada fase ini, anak berkeinginan menungkapkan sesuatu yang sifatnya sangat fisiologis dan emosional dengan caranya. Misalnya anak lapar dan diekpresikan dengan tangisan dengan bunyi tertentu. Selain itu, anak juga mulai mengucapkan bunyi-bunyi lucu, seperti ‘eh’, ‘oh’, ‘ah’ dan semacamnya. Sekitar 28 minggu, anak sudah mulai mengucapkan suku kata secara jelas, seperti ‘ba’, ‘ma’, ‘pa’ dan semacamnya.

Akan lebih baik jika kemampuan ini berkembang secara alami. Maksudnya, bukan berarti kita tidak mengajari berbahasa, namun kita hanya menyajikan stimulus wicara dan bahasa. Kita buat anak familiar dengan pembicaraan, tetapi tidak perlu mengajari kata-kata, apalagi berbicara. Kita tidak perlu mengajarkan “Ini pillow, bantal”, atau “Ini bantal atau pillow”, apalagi jika bilang “Ini bantal. Bahasa Inggrisnya pillow” atau sebaliknya. Ini mungkin mengajak anak melompat dengan cara kita yang tentu saja tidak nyaman buat anak. Biarkan saja anak mendengarkan pembicaraan kita. Jika ingin membuat anak familiar dengan bahasa asing, maka kita juga terbiasa memperdengarkannya dalam percakapan di sekitar anak.

Anak mulai mengucapkan sepatah kata bermakna (10 bulan – 1 tahun)

Sejak usia 48 minggu, anak mulai mengucapkan sepatah kata bermakna. Boleh dibilang, ini adalah persiapan dasar untuk berbicara. Di usia ini, anak juga mulai mengerti instruksi sederhana, seperti ‘bye’ atau bermain ‘cilukba’. Anak juga bisa menirukan binatang, seperti ‘ck’, ‘guk’, ‘kuk’.

Pada fase ini, strategi kita pada dasarnya tidak berubah. Kita tetap menjadikan bahasa kedua menjadi familiar. Namun boleh ditambah dengan penekanan. Misalnya ketika kita bilang “It’s so big” sambil menunjukkan dengan gerakan tangan dan ekspresi bahwa ada sesuatu yang besar. Bisa juga ketika mendekati anak yang beru saja berdandan dan memegang pipinya sambil bilang, “beautiful”. Bisa juga digunakan untuk hal-hal yang lebih abstrak, misalnya suasana atau perasaan, seperti “So hot!” (sambil terengah) atau “I’m happy” (disertai ekspresi yang ceria).

Fase referensif dan mengucapkan beberapa patah kata bermakna (1 – 1,5 tahun)

Fase referensif boleh juga disebut sebagai fase korespondensi kata. Artinya, kata-kata yang kita ucapkan menunjuk pada benda tertentu. Namun korespondensi kata ini juga bersesuaian dengan tahap perkembangan kognitif (baca juga tahap perkembangan kognitif Bruner). Karena itulah ada korespondensi kata dengan benda, korespondensi kata dengan gambar, dan korespondensi kata dengan simbol.

Melanjutkan fase sebelumnya, penekanan antara kata dan sesuatu yang ditunjuk, dapat diperkuat di tahap ini. Namun pada tahap ini, kita sudah lebih bisa leluasa untuk belajar kosa kata, misalnya menepuk atau menunjuk benda sambil mengatakan ‘pillow’, ‘door’, ‘chair’ dan sebagainya. Namun secara kuantitas perlu diatur, jangan terlalu banyak. Pada saat ini (18 bulan), anak bisa memaknai 10 kata. Namun dalam konteks belajar bilingual, kita bisa ‘bermain’ maksimal separohnya.

Penambahan kosa kata secara progresif (> 1,5)

Fase penambahan kosa kata secara progresif berarti penambahan sekitar 30 – 300 kata. Ini berkembang seiring bertambahnya usia. Pada usia 1,5 – 3 tahun, kita bisa mulai mengajak anak berbicara, terlepas bagaimana cara anak menanggapi. Namun, untuk usia sekitar 3 – 7 atau 8 tahun, memang lebih efektif jika bahan pembicaraannya bersifat konkrit dan sederhana. Baru setelah 8 tahun lebih, kita bisa mengombinaksikan pembicaraan dengan bahan-bahan yang abstrak, misalnya berhubungan dengan ‘kesetaraan’, ‘keserasian’, ‘keindahan’, ‘keromantisan’ dan sebagainya.

Belajar bilingual sejak dini bisa dimulai di rumah (foto: parenting.co.id)

Demikian, cara kita memfasilitasi anak dalam belajar bilingual sejak dini di rumah. Semoga bisa membantu. Jika ada yang perlu ditambahkan, seilahkan tuliskan di bagian komentar. Selanjutnya tulisan ini akan aku edit untuk menjadi lebih sempurna.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *