Inspirasi dan Menjadi Diri Sendiri
August 19, 2013 . by rudicahyo . in Inspirasi (Insert) . 0 Comments
Banyak sumber inspirasi di sekitar kita. Kita bisa mencontohnya atau menginternalisasi semangatnya. Namun apakah kita harus menjadi orang lain? Mencontohnya mentah-mentah? Inspirasi masih kuat dengan tetap menjadi diri sendiri.
Aku suka sekali nonton film, meskipun sudah lama absen dan kurang update dengan film-film baru. Namun ketika seminggu yang lalu berada di Bandung dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan Aplikasi Boneka Takita, ada kesempatan untuk nonton, meski nontonnya bukan di bioskop, tapi di laptop.
Aku nonton “How To Train Your Dragon”. Dari dulu aku memang suka film-film imajinatif seperti ini. Sudah nonton, belum? Keren kan filmnya? Sayang banyak koleksi melayang bersama dicucinya hardisk hehehe. Film lainnya yang sempat aku tonton adalah “Steve Jobs”. Aku terinspirasi oleh kedua film tersebut.
Berbicara tentang “How To Train Your Dragon”, tentu lebih mudah kita membayangkan bagaimana inspirasi bekerja. Menginspirasi artinya mempengaruhi. Bentuk pengaruhnya bisa berupa ilham atau insight, memberi semangat atau motivasi, bahkan tergerak untuk bertindak. Nah, sehubungan dengan film “How To Train Your Drag”, sudah pasti inspirasinya berbentuk pengaruh-pengaruh seperti tersebut.
Memang ada inspirasi yang benuknya bukan pengaruh? Dalam teori belajar sosial dan perubahan, ada namanya proses imitasi dan identifikasi. Imitasi artinya meniru, sedangkan identifikasi artinya menjadi. Meniru, maksudnya kita meniru figur atau sosok yang menginspirasi kita. Kalau identifikasi, kita tidak hanya meniru, tetapi berusaha menjadi, mengidentikkan diri kita seperti figur atau tokoh tersebut.
Untuk film yang kedua, yaitu “Steve Jobs”, kemungkinan inspirasinya bisa dalam dua bentuk, mempengaruhi atau meniru (baik imitasi maupun identifikasi). Bisa jadi seseorang terinspirasi oleh Jobs melalui filmnya, dan kemudian berusaha menjadi seperti Steve Jobs.
Meniru Jobs tidak masalah jika memang kita memiliki banyak kemiripan dengan Jobs, baik karakteristik maupun lingkungan kita. Misalnya kita punya karakter diri yang sama dan memiliki pekerjaan yang sama, yaitu membuat komputer beserta perangkat keras dan lunaknya. Jadi kita bisa terinspirasi oleh semangat dan cara Jobs menyikapi hidup, sekaligus sama dalam hal bidang bisnisnya.
Namun bagaimana dengan orang-orang yang karakternya beda dan memiliki pekerjaan yang tidak sama, misalnya seorang guru, pedagang, pelayan dan sebagainya? Apakah mereka tidak bisa terinspirasi? Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa bentuk pengaruh inspirasi bisa berupa pengaruh, tidak harus menjadi sama. Setiap orang unik dan punya kekhasan dalam menyikapi hidup.
Lalu bagaimana kita terinspirasi oleh Jobs dengan tetap menjadi diri sendiri? Untuk modalitas yang baku, seperti temperamen yang tidak mungkin berubah atau jenis pekerjaan yang tidak sama, memang tidak harus ditiru. Kita tidak harus menjadi sentimentil dan emosional seperti Jobs. Kita juga tidak harus beralih profesi dari guru menjadi tukang bikin komputer. Kita bisa mempertahankan ciri khas kita dengan membuat perubahan pada diri pada aspek yang selalu bisa berubah, misalnya metode (dan juga media) serta semangat atau kemauan.
Inspirasi oleh Steve Jobs
1. Fokus kepada keunggulan
Seperti yang kita tahu, Steve Jobs selalu fokus kepada komputer dan pengembangan perangkatnya. Hal ini membuat ia mencurahkan energinya untuk menghasilkan produk terbaik. Kerja keras ini patut dicontoh.
Pada awal pengembangan Apple, sangat kontras antara kemampuan membuat produk dan pemasaran. Jobs fokus kepada keunggulannya dalam menciptakan komputer, sehingga belum memperhatikan marketing. Produk jadi dulu, baru kemudian Jobs mulai berpikir bagaimana memasarkannya secara efektif.
2. Membaca selera orang
Yang kedua ini berhubungan dengan pemasaran. Jika sebelumnya Jobs presentasi dari pintu ke pintu dengan tampilan apa adanya, pada saat pameran komputer, Jobs membuat perubahan. Dia tahu, perusahaan tidak suka dengan tampilannya yang compang-camping. Dia mencukur rambutnya. Pada saat pameran berlangsung, dia mencukur kumis dan memakai jas. Apakah Jobs berubah? Tidak, ini hanya bagian dari proses marketing.
3. Mempertahankan ciri khas
Di poin ketiga ini, Jobs tetap mempertahankan ciri khasnya. Apa itu? Ciri khasnya sebagai seniman dan penampilannya yang apa adanya. Jobs menggunakan prinsip seni dalam menciptakan produk. Hal ini juga terlihat dari cara presentasi. Dia memotivasi anak buahnya dengan menekankan pada prinsip keindahan dalam menciptakan produk. Tampilan dirinya juga tetap sederhana, berpakaian casual, memakai jins, bahkan sering menggunakan celana pendek. Apakah harus berpenampilan seperti Jobs? Mending jawab pertanyaan berikutnya, apa ciri khasmu?
Sudah nonton film “Jobs”? Apa lagi inspirasi yang Kamu peroleh?
Artikel tentang Inspirasi (Insert) Lainnya:
- Now and Here, Cita-Cita Tak Sampai
- Sholat Tarawih, Perjuangan Membentuk Karakter
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Ketika Tidak Dipercaya, Bagaimana Cara Menciptakan Perubahan?
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- Krisis Jati Diri, Pangkal dari Semua Krisis
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Selalu Ada Jalan untuk Segala Keruwetan Hidup Asalkan Lakukan Hal Ini
- Cara Mengatasi Tekanan Fight Flight atau Flow Mana yang Efektif?
- Menghancurkan Tembok Penghalang dengan Tune In pada Aktivitas Pertama
- Bergerak dari Zona Masalah ke Zona Solusi
- Ingin Memiliki Daya Saing? Jadilah Diri yang Original
- Pergantian Tahun bukan Pergantian Tuhan
- Pemilu Usai, Saatnya Berbuat untuk Negeri Ini
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Belajar dari Moana, Berani Melampaui Ketidakpastian
- Mengubah Keburukan Menjadi Kebaikan adalah Menciptakan Resonansi
- 3 Hal yang Menguatkan Nafsu dan Menumpulkan Akal
- Wreck It Ralph: Apakah Ilmu Pengasuhan Itu Omong Kosong?
- Menjadi yang BAIK, Tanpa Syarat
- Neng Neng Nong Nang Neng Nong dari Mata Apresiatif Seorang Akhmad Dhani
- Jadilah Optimis seperti Anak-Anak
- Bagaimana Menjadi Produktif? Begini Prinsipnya
- Manusia Dikendalikan Sistem Ciptaannya?
- Menyatunya Hablum Minallah dan Hablum Minannas
- Dumbo Disney, Ketidaksempurnaan yang Luar Biasa
- CARA MUDAH Manajemen Waktu dalam Menghadapi Deadline
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- Menyiasati Ruang dan Waktu untuk Produktivitas
- Menyikapi Hidup seperti Anak-anak
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Keluhan Dapat Menurunkan Kekebalan
- Agar Nikmat Melimpah, Kita Membutuhkan Rasa Syukur yang Sesungguhnya
- Mempertanyakan Kekuasaan Tuhan
- Tak Ada yang Sulit Jika Ada Kemauan Belajar
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Hijrah Membutuhkan Konsistensi
- Persepsi Tanpa Komunikasi Bisa Menjadi Prasangka
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Penularan Kebaikan dan Keburukan untuk Diri Sendiri
- Perbuatan Baik Dapat Kembali Memurnikan Hati
- Cerita: Harta Karun Mr. Crack
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Cerita: Menolong Nubi
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Melalui Cobaan, Kita Lebih Mudah Mengenali Diri Sendiri
- Bahaya Tagar Indonesia Terserah
- Niat Baik Meningkatkan Nilai Perkataan dan Perbuatan
- Dalam Penciptaan, Imajinasi Bukan Basa-Basi
- Corona, Perpecahan Keyakinan yang Melelahkan dan Melemahkan
- 3K, Bahan Bakar untuk Lokomotif Kehidupan Kita
- Bagaimana #senja Bisa Menjadi Sumber Kebahagiaan?
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Cerita: Kaus Kaki Bolong