5 Kesalahan Orangtua yang Melukai Kepercayaan Diri Anak
October 19, 2012 . by rudicahyo . in Parenting . 0 Comments
Benar kata orang, bahwa yang kita pikirkan bisa jadi kenyataan. Termasuk dugaan kita akan kemampuan anak kita. Jika kita merasa bahwa anak bisa, maka ia dapat melakukannya. Begitu juga sebaliknya.
Ini cerita tentang teman Bintang, anakku. Sebut saja namanya, Rinanty. Dia gadis manis berusia 6 tahun. Saat awal-awal Bintang masuk di Junior Club, sebuah tempat bermain bersama, aku tak pernah melihat Rinanty tersenyum. Nah, ini yang menarik buatku.
Beberapa hari melihatnya, ada kesempatan ngobrol dengan pengasuhnya. Sebenarnya tidak bermaksud membicarakan Rinanty, karena ngomongin Bintang tetap lebih menarik (hehehe narciss abiss).
Informasi dari Pengasuh, Rinanty dulunya adalah anak yang ceria. Banyak hal yang dilakukanny, sampai ia memecahkan mangkuk yang berisi makanannya. Seluruh isi tumpah ruah. Ibunya menjerit, dan Rinanty ketakutan. Ayahnya datang menenangkan ibunya, sebagai pilihan pertama. Ayah datang dengan muka bersungut-sungut. Entahlah, antara cemas dan marah. Selama menenangkan ibunya, sesekali ayah melihatnya, tetap dengan kondisi ketakutan. Sementara Rinanty diam dipojok, ayah masih mendiamkannya, beberapa menit bersama ibu.
Ini kali pertama Rinanty ingin makan sendiri. Sebelumnya ia selalu disuapi, selalu dilayani. Mungkin sudah ada keinginan untuk mencoba, Rinanty ingin makan sendiri. Bahkan ia memaksa, meski ibunya mencoba mencegahnya. Ibu mencoba memberi kepercayaan kepadanya. Dan peristiwa itulah yang akhirnya terjadi.
Ini sebuah kejadian yang berdurasi singkat. Bahkan tak sepanjang sepenggal rekaman video yang diunggah di youtube. Tapi di balik yang sebentar ini ada pengalaman psikis yang dahsyat pada diri Rinanty.
Sementara cerita tentang Rinanty aku tahan dulu. Sebenarnya aku punya cerita yang sama, yang dialami oleh Azis. Dia temanku waktu SMP. Ia juga mengalami hal yang sama waktu kecil. Memang, ia baru cerita ketika aku kuliah di Psikologi. Menurutnya, aku orang yang tepat untuk mendapatkan curhatnya.
Pengalaman Azis ini, menurut dia, sebenarnya sudah tidak terlalu dipikirkan. Bisa dibilang sudah dilupakan. Hanya saja, menurut Azis, pengalaman ini jadi teringat ketika ia sering tidak dipercaya oleh orangtuanya. Bahkan apa yang ia lakukan sering dikritik oleh bapaknya.
Sebenarnya pilihan kata ‘sering’ yang diucapkan Azis, bisa dibilang tidak sesering yang aku bayangkan. Dalam rentang usia yang sudah berkepala 2, Azis mungkin hanya mengalami beberapa kali saja. Bahkan kata ‘sering’ itu malah bisa diganti ‘jarang’.
Azis merasakan ini sebagai drama kehidupannya, karena pengalaman masa kecilnya, seperti yang dialami Rinanty, adalah pengalaman yang melukai dan selalu diingat. Ternyata kejadian yang singat itu mengandung makna yang banyak. Pada saat kejadian itu, sekejap Rinanty dilukai oleh rasa tidak dipercaya, diremehkan, didikte. Begitu juga dengan Azis. Karena itulah pengalaman itu mudah terhubung dengan perlakuan orangtuanya ketika ia sudah dewasa. Orangtuanya mungkin hanya melakukan kritik kecil, sedikit melarang, dan sesekali saja memarahi.
Sebenarnya pengalaman Rinanty dan Azis itu adalah kejadian yang tidak disengaja. Beda lagi dengan Yosef. Dia adalah teman kuliahku. Dia sering dikritik oleh ayahnya, meskipun mungkin ayahnya hanya bermaksud mengarahkan. Ketika Yosef mengemukakan idenya, ayahnya banyak sekali melakukan pembetulan di sana-sini. Mungkin tujuan ayahnya biar Yosef terarah. Memang kadang ayahnya hanya mengritik, tanpa pembetulan.
Ayah Yosef kadang juga memberikan contoh, yang menurutnya hal itu ideal. Ayah Yosef memberikan contoh dengan harapan Yosef mencontohnya, meniru seperti dirinya. Ini berat buat dia, karena Yoserf sangat berbeda dengan ayahnya. Info tambahannya, persoalan dengan ayahnya sampai membuat Yosef berhenti dari kuliahnya.
Dari cerita beberapa anak/orang ini, ada kesalahan yang sama dari orangtua ketiganya, yaitu:
1. Terlalu banyak mengritik
2. Tidak mengimbangi kritik dengan pujian atas hal positif anaknya
3. Kurang atau bahkan tidak mempercayai anaknya
4. Menganggap anak punya karakteristik yang sama dengan dirinya
5. Memaksa anak menjadi seperti dirinya
Karena itu, sebagai orangtua, agar pengalaman ketiga orang/anak tidak terjadi pada anak-anaknya, maka perlu melakukan sebaliknya.
1. Boleh mengritik, tapi jangan berlebihan
2. Tidak hanya mengritik, tetapi lebih banyak melakukan apresiasi
3. Berikan kepercayaan kepada anak
4. Tidak hanya memahami kesamaan, tetapi juga perlu tahu perbedaannya dengan anak
5. Anak boleh memilih, mau menjadi seperti dirinya atau yang lain
Demikian kira-kira cerita yang dapat aku bagi. Mudah-mudahan bermanfaat untuk pengasuhan yang lebih baik.
Apa inspirasi yang Ayah Bunda dapatkan dari cerita ini? Jika ingin berdiskusi silahkan menghubungiku.
Artikel tentang Parenting Lainnya:
- Pengembangan Diri yang Paling Murni
- Mengajari Anak Berpuasa dengan Lebih Bermakna
- Cara Beli Buku Daily Parenting
- Mengelola Emosi dalam Pengasuhan: Pencocokan Prediksi
- Bagaimana Mengelola Keinginan Anak untuk Berbelanja?
- Harga Sebuah Kesempatan bagi Anak
- Bolehkah Memarahi Anak?
- Bagaimana Prinsip Memilih PAUD untuk Anak?
- Kesesatan Orangtua dalam Memandang Perkembangan Anak
- Anak Anda Mogok Sekolah? Mari Kita Coba Mengatasinya!
- 5 Dampak Ketidakpercayaan kepada Anak
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Memilih Sekolah untuk Anak: Antara Kualitas, Gengsi, dan Kemampuan Keuangan
- Untuk Masa Depan Anak, Berkorbanlah!
- Antara Anak dan Karir, Sebuah Surat dari Seorang Ibu
- Bahaya Ancaman Bagi Anak
- Bagaimana Anak Belajar Memiliki Kelekatan yang Sehat?
- Belajar Bilingual Sejak Dini
- Bagaimana Membangun Budaya Membaca pada Anak?
- Bagaimana Bertanggung Jawab atas Keseriusan Anak?
- Reaksi yang Harus Dihindari Orangtua Saat Anak Mengalami Bullying
- Membandingkan Anak Lebih Sering Tak Disadari
- Dampak Atmosfir Egaliter bagi Rasa Percaya Diri Anak
- Kenapa Kita Tidak Boleh Memotong Aktivitas Anak?
- Mengasuh Anak itu Membaca Pola
- Apa Dampaknya Jika Salah Memberikan Bantuan untuk Anak?
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- 3 Modal Utama Anak Aktif
- Hubungan Ayah Bunda dan Pengaruhnya Buat Perkembangan Anak
- Tentang Pengasuhan, Mau Ketat atau Longgar?
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Konsultasi Parenting: Orangtua Bosan, Hati-Hati Anak Jadi Korban
- Bagaimana Memberikan Bantuan yang Mendidik untuk Anak?
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Kenapa Anak Kita Mogok Sekolah?
- Porsi Kasih Sayang untuk Proses Adaptasi Anak
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Apakah Membacakan Buku Sejak Dalam Kandungan Akan Membuat Anak Gemar Membaca?
- Bagaimana Mencegah Terjadinya Temper Tantrum pada Anak?
- Bagaimana Mengatasi Temper Tantrum Anak?
- Semua Orangtua Punya Anak Kreatif
- Bagaimana Orangtua yang Bekerja Menjaga Perkembangan Emosi Anak Tetap Sehat?
- Dampak Reaksi Kekhawatiran yang Berlebihan terhadap Anak
- Bagaimana Anak Menjadi Temper Tantrum?
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Bagaimana Memberikan Pendidikan Seks yang Sesuai untuk Anak?
- Benarkah Anak Kita Mengalami Bullying?
- Manfaat Apresiasi untuk Anak
- Kenapa Imajinasi Anak Itu Penting?
- Kenapa Orangtua Kesulitan Melakukan Pendidikan Seks Usia Dini?
- Menggunakan Sudut Pandang Anak untuk Lebih Memahami Anak
- Dari Galau Hingga Oportunistik, Diawali dari Problem Pengasuhan
- Pentingnya Anak Menyadari Potensi Diri
- Rahasia Parenting: Mengelola Perilaku Super Aktif Anak
- Kompetisi Ego Mengaburkan Keselarasan Orangtua dan Anak
- Menjatuhkan Mental Anak, Sering Tidak Disadari
- Tips Mengubah Perilaku Anak dengan Memperbanyak Variasi Pilihan
- Mengapa Kata JANGAN Boleh Digunakan?
- Kendala Membangun Atmosfir Egaliter dalam Keluarga
- Jenis Kelekatan yang Terjadi pada Anak
- 5 Alasan Fundamental Kenapa Membudayakan Membaca pada Anak Sangat Penting?
- Pengembangan Bakat Anak dan Dilema Pilihan
- Syarat untuk Dapat Membaca Pola Perilaku Anak dalam Pengasuhan
- 6 Alasan Menghindari Intimidasi kepada Anak
- Bagaimana Terjadinya Penularan Sifat Orangtua kepada Anak?
- Melarang Anak dengan Pilihan Kata yang Tepat
- Bagaimana Menggunakan Kata JANGAN untuk Anak?
- Meluruskan Makna Egaliter dalam Keluarga
- Pendidikan Anak: Apa Tindakan Awal yang Tepat Ketika Anak Melakukan Kesalahan?
- Bahaya Film Action yang Harus Diwaspadai Orangtua
- Mengungkit Kelemahan, Menghilangkan Kekuatan
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Cara Tepat Mengatur Penggunaan Gadget pada Anak
- Apa Dampak Pelayanan Berlebihan untuk Anak?
- Pujian yang Salah dapat Menjerumuskan Anak
- Seperti Orang Dewasa, Anak Juga Mengenal Kesepakatan
- Modal Dasar Pengasuhan
- Seni Pengawasan terhadap Anak
- Apa yang Tidak Boleh Dilakukan Saat Anak Marah?
- Pentingnya Menepati Janji kepada Anak
- Selalu Ada Cara untuk Menghubungkan Anak dan Orangtua
- Apakah Pribadi yang Suka Mengeluh itu Dibentuk?
- Bagaimana Sikap yang Tepat terhadap Cara Bermain Anak?
- Apa Dampak Ketidakkompakan Orangtua Bagi Anak?
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Asumsi Negatif Dapat Melemahkan Mental Anak
- Wreck It Ralph: Apakah Ilmu Pengasuhan Itu Omong Kosong?
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Apa Kesalahan dalam Memberikan Bantuan untuk Anak?
- Trans Membantu Induksi Nilai pada Diri Anak
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Mengapa Kata JANGAN Dihindari Penggunaannya?
- Kesalahan dalam Memandang Gadget untuk Anak
- Cara Tepat Memberi Bantuan untuk Anak
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Apa yang Harus Kita Lakukan Jika Anak Nonton Film?
- Tips Mengendalikan Kekhawatiran terhadap Anak
- Mengajari Anak Menghadapi Kondisi Sulit yang Menimpanya
- Memahami Alat Permainan Anak dan Pola Pikir Anak
- Bagaimana Menyikapi Penggunaan Gadget oleh Anak?