Anak melakukan kesalahan dalam tindakan? Wajar. Lalu apa yang kita lakukan atas kesalahan tersebut? Apakah kita akan memberikan kesempatan lagi? Mari kita simak yang satu ini!
Suatu pagi Adi sedang gosok gigi. Setelah selesai, kakak membantunya mengambilkan air kumur. Karena tangan Adi masih memegang sikat dan belepotan busa pasta gigi, maka kakak membantu mendekatkan air ke mulut Adi. Ia berkumur dan berman air sejenak di mulutnya. Lalu ia menyemprotkan air bekas kumur ke depan, dan mengenai bak air yang berisi air bersih. “Itu kan air bersih, kok nyemprot air kumur ke situ?!”, kata kakak spontan dengan nada keras. Adi minta kumur lagi. Ia berharap kakak membantu mengulurkan lagi airnya ke mulut. Lalu apa yang dilakukan oleh kakak?
Ketika anak melakukan kesalahan, apa yang biasanya kita lakukan? Mungkin saja kata-kata yang keluar dari mulut kita, “Pokoknya tidak ada lagi….”, “Mula hari ini, Kamu tidak boleh……. lagi”, “Ini yang terakhir!” dan semacamnya, yang menunjukkan bahwa kita tidak memberikank kesempatan lagi anak melakukan hal yang sama.
Ketika sebuah kesalahan terjadi, sebenarnya anak sedang melakukan sebagian dari proses aktivitas yang (mungkin) menurut anak adalah sebuah misi yang belum selesai. Jadi jangan heran, kalau anak akan berusaha mencobanya kembali.
Mungkin saja tujuan kita adalah agar anak tidak melakukan kesalahan lagi. Namun yang jelas, ketika dicegah, maka akan tidak punya kesempatan melakukan lagi. Hal yang perlu diperhatikan adalah:
1. Apakah kesalahan tersebut dilakukan untuk kali pertama?
Kalau anak melakukan sebuah kesalah pada kali pertama, tentu saja wajar. Jika kita mendramatisirnya dan tidak memberi peluang lagi untuk mencoba, maka bisa jadi itu kesempatan satu-satunya. Kita tidak pernah tahu hasil dari kesalahan itu, kecuali hanya ketakutan dan rasa bersalah.
2. Adakah belajar di dalamnya?
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, jika hanya ada sekali kesempatan, maka kita tidak pernah tahu apakah anak telah belajar atau anak telah belajar apa. Tapi kita bisa mengamati, jika sebuah kesahalan terjadi karena ketidakbisaan dan ketidakbiasaan, maka itu bagian dari proses belajar. Berikan kesempatan lagi!
3. Apakah anak minta melakukan lagi seketika?
Jika anak ingin melakukan aktivitas dimana ia sudah melakukan kesalahan, sudah pasti anak ingin menlanjutkan misinya, karena ia merasa belum tuntas. Berarti ada poin 2 dalam aktivitas tersebut. Namuna ada misi yang lain, yang ingin dilakukan anak, apalagi jika saat itu mendapat complaint dari orangtua, yaitu isi memperbaiki kesalahan dan ingin membuktikan diri. Anak ingin mendapatkan pengakuan akan kebisaan/keberhasilan. Saat itulah kesempatan seharusnya diberikan. Saat anak ingin mencoba lagi, maka di situ ada kesempatan belajar dan anak menemukan/menunjukkan sesuatu yang berharga dari dirinya.
Kakak berkata, “Tidak, kalau disemprotkan ke air bersih!”. Adi tetap ngotot meminta air di tangan kakak untuk diulurkan ke mulutnya. Kakak memandang sejenak. Ia mencoba lagi mengulurkan air ke mulut Adi. Habis sejenak berkumur, Adi beralih arah menghadap. Ia menyemprotkan air dari mulutnya. Kali ini tidak mengarah ke bak mandi, tapi ke pembuangan air. Ternyata ia meminta kumur lagi untuk memperbaiki kesalahan dan menunjukkan bahwa ia telah memperhatikan apa yang dikatakan kakaknya.
Lalu, apakah kita tidak lagi memberi kesempatan?
Semoga bermanfaat
Salam, Orangtua Luar Biasa
#DailyParenting