Psychology | Learning | Parenting | Writing | Education

 

Hubungan Ayah Bunda dan Pengaruhnya Buat Perkembangan Anak

July 8, 2012 . by . in Parenting . 0 Comments

Halo Teman-teman sekalian. Ketemu lagi dengan Rubrik Tanya rudicahyo. Kali ini ada bahan diskusi tentang psikologi dan parenting dari Bu RN di Malang. Tepatnya tentang hubungan ayah bunda dan pengaruhnya terhadap perkembangan anak. Simak Teman!

 

Pertanyaan

Dear rudicahyo

Pak atau Mas nih enaknya..?

Entahlah apakah ini konsutasi tentang parenting atau psikologi, atau mungkin dua-duanya. Tapi begini ceritanya,

Saya dan suami adalah sepasang pasutri yang tak terpaut jauh umurnya. Saya berusia 28 tahun, sementara suami saya umurnya 30 tahun. Kami juga berumah tangga layaknya anak muda dan kedudukan kami setara.

Karena setara inilah maka saya sering memperlakukan suami seperti teman, cara bicara seperti teman, bahkan juga kadang memegang kepala, sedikit menoyornya hehe.

Ternyata belakangan ini disikapi beda oleh suami saya. Ia kerap berbicara bijaksana untuk mengingatkan saya akan sikap itu. Kadang suami juga bicara lebih keras dari biasanya. Tak jarang interaksi yang tak biasa ini membuat saya ngambek. Nah, kalau saya ngambek, urusannya jadi lebih panjang.

Padahal di kala ngambek itu, saya tahu bahwa ada salahnya juga. Tapi ada perasaan gengsi kalau harus bermaaf-maafan. Apalagi saya sendiri masih menganggap itu kesalahan yang tidak terlalu besar dan tidak perlu dibesar-besarkan.

Suami juga lebih sering berendah hati untuk kembali mengajak saya bicara seperti biasa, mengajak guyon, yang semunya itu sepertinya ia gunakan untuk menetralkan kembali suasana.Β Hanya saja, saya lebih sering tetap kekeh menjaga sikap saya, tetap berusaha meladeni gengsi.

Lalu apa hubungannya dengan parenting? Nah, sikap saya ini sering kali disaksikan oleh anak saya. Meskipun masih berumur 1,5 tahun, anak saya ini sangat peka. Ketika persoalan ini terjadi, anak lebih diam, tidak seperti biasanya. Ia memperhatikan kami berdua. Takutnya hal ini berpengaruh pada pembentukan kepribadiannya.

Pertanyaannya, 1) apakah sikap saya terhadap suami ini salah? 2) kira-kira apa yang membuat suami sekarang bersikap seperti itu? 3) apa pengaruhnya persoalan ini bagi anak saya?

Demikian pertanyaan saya. Terimakasih atas bantuannya.

 

Salam hormat,

RN, Malang

 

Jawab

Dear Bunda RN di Malang.

Sebenarnya wajar suami bersikap demikian. Jika dulu belum bersikap demikian, mungkin Bunda yang salah kira. Mungkin sebenarnya suami tidak sama seperti Bunda RN. Barangkali saja suami orangnya lebih memperhatikan status dan peran dalam rumah tangga. Wajar jika suami ingin dihormati. Hanya saja, soal apakah keinginannya berlebihan atau tidak, Bunda yang bisa menakarnya.

Dengan Bunda RN merasa tidak enak, sebenarnya Bunda sudah bisa menakarnya. Itu berarti mungkin ada yang berlebihan dari perlakuan Bunda kepada suami. Mungkin suami sesekali ingin mendapatkan perlakuan sebagaimana umumnya suami yang ada di lingkungan, di televisi, film dan sebagainya. Tentu suami juga punya standar tertentu soal perlakuan yang diterimanya sebagai seorang suami dari istrinya.

Jika Bunda masih kesulitan mengubah sikap karena sudah terlampau merasa setara, seperti teman, maka Bunda bisa berlogika seperti ini. Jika Suami merasa kurang dihormati, berarti ada perlakuan Bunda yang menurut suami tidak seharusnya dilakukan. Jika demikian, mungkin saja perlakuan Bunda merendahkan atau menyinggung perasaannya. Jika Bunda membuat suami merasa rendah, berarti Bunda punya suami yang konsep dirinya rendah. Jika demikian, maka kapasitasnya sebagai pemimpin atau imam mulai turun. Maukah Bunda punya suami yang wibawanya Bunda lecehkan sendiri? Nah, dibuat enak saja, saling tahu hak dan kewajiban. Dijaga baik-baik.

Untuk pengaruhnya terhadap anak, betul kata Bunda, anak itu sudah peka kalau bicara soal emosi. Perubahan kecil yang terjadi pada diri kita itu sebenarnya lebih mudah dirasakan oleh anak ketimbang orang dewasa. Jika anak merasa ayah bundanya tidak harmonis, maka ia akan merasakan sebuah kesedihan.

Anak membutuhkan membangun karakter dengan pengalaman emosi yang positif. Kesedihan, sakit hati, marah, itu membangun karakter anak dengan fondasi yang negatif, membuat anak rapuh. Sebaliknya kebahagiaan, suka cita, apresiasi membangun karakter anak dengan fondasi positif. Karena itu, sehatkan hubungan Bunda dengan suami, demi anak.

Demikian kira-kira jawaban saya. Mudah-mudahan bermanfaat. Jika ada yang tidak berkenan, saya meminta maaf. Semoga semuanya berjalan bahagia ya, Bunda.

 

Salam hormat,

rudicahyo

 

Untuk pertanyaan Anda, info boleh dibaca di Tanya rudicahyo

0.00 avg. rating (0% score) - 0 votes
Tags:

Artikel tentang Parenting Lainnya:

by

Creative Learning Designer | Parenting Consultant | Writing Coach


 

Post a Comment

Your email is never published nor shared. Required fields are marked *

*
*

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>