Psychology | Learning | Parenting | Writing | Education

 

Jati Diri Anak Terkubur oleh Determinasi Orang Dewasa

June 17, 2022 . by . in Parenting, Pendidikan . 0 Comments

Manusia adalah individu aktif sebagai pencipta dan pengelola, demikian juga dengan anak kita. Namun tanpa disadari kita para orangtua membuat mereka tak berdaya. Jati diri anak terkubur oleh determinasi orang dewasa.

Awal Mula Determinasi

Sadar atau tidak sadar, setiap hari kita berkutat dengan aneka kesibukan. Apa yang sebelumnya kita pilih sebagai kegiatan, entah bagaimana, kemudian menjelma menjadi keharusan. Kita tak lagi pencipta dari aktivitas tersebut, namun sudah dikendalikan oleh ciptaan kita. Kita harus mandi pagi, sekolah, makan, kursus, bekerja dan sebagainya. Lama-lama hal tersebut membelenggu dan mendikte kita.

Tidak hanya itu, kita juga diberikan tugas ini dan itu oleh orang yang punya wewenang, baik formal maupun terjadi karena kebiasaan. Begitu juga dengan para murid yang dideterminasi oleh gurunya atau anak-anak yang ditentukan oleh para orangtuanya. Berbicara tentang dua hal terakhir, maka kita diberi bahan pertimbangan berupa tujuan, mau jadi apa diri kita atau orang yang berada dalam wewenang kita. Mau kita apakan dan arahkan kemana anak kita, mau kita bentuk pola pikir seperti apa murid-murid kita.

Baca tulisan terkait

Kajian Filsafat Eksistensialisme tentang Pilihan

Apakah Kamu Mendidik atau Mendikte

 

Sebagaimana dikatakan oleh Heidegger yang meyakini bahwa manusia itu nondeterministik, bahwa manusia itu berada dalam kondisi keterlemparan. Kita sudah ditentukan tanpa bisa meminta dan mengubah, semisal lahir dari rahim siapa, punya orangtua siapa, berjenis kelamin apa, hidup di daerah mana, dan sebagainya. Namun di sisi lain, Heidegger juga meyakini bahwa manusia itu penentu, tidak dideterminasi. Individu tidak lagi otentik. Untuk kembali kepada kondisi alamiah (atau kondisi positif dalam perspektif humanisme), maka kita berusaha menemukan otentisitas kita. Jika dikaitkan dengan kondisi anak di rumah atau murid di sekolah, maka seharusnya guru atau orangtua membantuk anak-anak menemukan jati dirinya.

jati diri anak

Jati Diri Anak Terkubur oleh Determinasi Orang Dewasa (foto: popmama.com)

Anak Tidak Menemukan Jati Diri Karena Determinasi Orang Dewasa

Menemukan jati diri setara atau memiliki arti yang identik dengan membentuk karakter. Membangun karakter yang kuat adalah misi pendidikan. Pada akhirnya, karakteristik manusia yang kuat akan menjelma menjadi karakter bangsa yang kuat. Masyarakat dengan karakter yang kuat akan membuat negara menjadi kuat.

Masalahnya, cara kita memperlakukan anak atau murid membuat mereka semakin jauh dari jati dirinya. Dengan kekuasaan yang kita miliki, murid kita tundukan dan arahkan sesuai keinginan kita. Mereka tidak punya kesempatan untuk menemukan diri sendiri. Bahkan mereka tidak punya kesempatan untuk sekadar belajar menemukan diri sendiri.

Baca tulisan terkait:

Kompetisi Ego Menggangu Keselarasan Orangtua dan Anak

Menghilangkan Keunikan Anak dengan Diksi ‘Lebih Unik’

 

Kondisi ini dapat melemahkan anak atau murid kita dalam melakuan determinasi. Anak kita akan kesulitan menentukan sikap, ragu dalam mengambil keputusan, runtuh kepercayaan dirinya, dan menjadi pribadi yang lemah. Kita tentunya tidak menginginkan anak kita menjadi lemah. Namun sayangnya, ketidakinginan kita tersebut diwujudkan dalam tindakan yang semakin melemahkan mereka. Kita memarahi, merendahkan dan menekan mereka karena kelemahannya. Kita tak pernah memuji dan melulu mengritik (bahkan mencela). Kita tak menyediakan ruang dialog yang cukup dengan lebih banyak memerintah. Anak tidak punya kesempatan belajar karena diharamkan berbuat salah.

Kita semua tentu menyadari situasi seperti ini. Hanya saja tidak banyak dari kita yang bertindak, tidak banyak dari kita yang mengubah diri. Kita terlalu menyerahkan diri kita kepada kebiasaan (default system). Kita sendiri sudah terdeterminasi oleh kebiasaan kita. Kita tidak punya kuasa untuk mengubahnya. Kita tahu bahwa kita salah. Namun kita tak beranjak darinya. Berawal dari kesadaran ini, mari kita mulai berubah.

0.00 avg. rating (0% score) - 0 votes
Tags: , , , ,

Artikel tentang Parenting, Pendidikan Lainnya:

by

Creative Learning Designer | Parenting Consultant | Writing Coach


 

Post a Comment

Your email is never published nor shared. Required fields are marked *

*
*

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>