Kesulitan Orangtua Mengajak Anak Kembali ke Sekolah Pasca Libur


Tidak jarang anak mogok sekolah. Banyak alasannya, semisal bosan, stress, takut dan sebagainya. Agar dapat mendapatkan solusinya, lebih dulu orangtua harus tahu penyebab mendasar, kenapa anak mogok sekolah.

Kemarin, selepas kondangan, seorang teman yang anaknya habis opname karena sakit, mengeluh bawah anaknya mogok sekolah. Pasca sakit, si anak libur selama satu minggu. Akibatnya, menjadi masa-masa yang susah untuk memulai lagi pergi sekolah.

Sangat wajar, karena ada beberapa hal yang memunculkan ketidaknyamanan ketika akan ke sekolah, lebih-lebih jika telah sekian lama bersantai di rumah, berkumpul bersama keluarga. Perbedaan perasaan antara libur dan sekolah ini boleh kita cermati dari perbedaan nuansa emosi yang dihadirkan oleh suasana rumah dan suasana sekolah. Jika sekolah sama menyenangkannya dengan di rumah, maka masuk ke sekolah pasti sama menyenangkannya dengan di rumah. Memang, di rumah boleh jadi lebih menyenangkan daripada sekolah. Belajar dan melakukan tugas sudah pasti lebih berat terasa dibanding dengan berkumpul bersama keluarga di rumah. Lagi-lagi, boleh jadi ada perbedaan perasaan ketika dihadapkan dengan tugas-tugas sekolah dan tugas-tugas rumah.

Terlepas dari perbedasaan atmosfir emosi yang dibangun oleh rumah dan sekolah, sehabis libur memang rata-rata membuat anak ogah-ogahan untuk pergi ke sekolah lagi. Bagaimana cara kita membuat anak dapat melangkah ringan dan tersenyum riang ketika kembali ke sekolah?

Memang akan lebih mudah jika suasana sekolah dan rumah sama menyenangkannya. Jika tidak, maka kita harus siap dengan usaha yang lebih keras. Terlepas dari perbedaan dan persamaan antara rumah dan sekolah, ada hal mendasar yang menyebabkan orangtua sulit mengajak anak kembali ke sekolah. Penyebab ini perlu diketahui, karena akan memudahkan orangtua untuk mengambil tindakan yang lebih berdaya guna atau istilahnya lebih powerful. Lebih sering penyebabnya tidak disadari. Apa penyebab kesulitan orangtua mengatasinya anaknya yang mogok sekolah pasca libur?

1. Orangtua punya persepsi bahwa sekolah itu berat

Pandangan orangtua terhadap sekolah sangat dapat menular kepada diri anak. Penularannya bisa sangat halus, melalui proses belajar dengan cara mengamati (observational learning). Ketika kita punya pikiran negatif terhadap sekolah, kadang suasana emosi ini muncul dalam ekspresi yang paling halus, bahasa tubuh atau gestur, hingga perilaku yang nyata. Wajah kita yang tampak tidak bersemangat ketika akan mengantar anak ke sekolah, atau  ketika mengajak anak berbincang seputar sekolah. Begitu juga dengan bahasa tubuh kita yang kurang bergairah saat belajar bersama anak atau saat membantu anak mengerjakan PR. Kadang juga muncul dalam bentuk perilaku yang tidak disadari, misalnya berangkat dengan lambat, atau bahkan sampai berkali-kali kembali ke rumah karena selalu ada yang terlupa.

Baca artikel terkait:

Lalu apa yang dapat kita lakukan? Sebagai orangtua, ketika sudah menyadari tentang perasaan kita terhadap sekolah, maka kita segera bisa mengatur ulang bagaimana cara kita berekspresi dan berperilaku saat ada hubungannya dengan sekolah. Kita perlu berpisah di depan pagar sekolah dengan lebih bersemangat. Boleh juga dengan ritual ‘tos-tosan’. Kita juga bisa memunculkan ekspresi sangat penasaran dan mengajak anak ngobrol dengan antusias tentang aktivitasnya di sekolah. Orangtua bertanya-tanya dengan rasa ingin tahu yang tinggi dan wajah berseri-seri.

2. Orangtua terbawa oleh atmosfir yang dibangun oleh anak

Selain orangtua yang membangun atmosfir emosi yang negatif, bisa juga emosi negatif anak yang ditularkan kepada orangtua. Ini terjadi secara berkebalikan dengan poin 1 di atas. Ketika anak menolak untuk sekolah, disertai dengan berbagai bentuk kerewelannya, tidak jarang orantua justru terbawa dalam atmosfir tersebut. Orangtua dan anak memang biasanya terlibat dalam konfrontasi berhadap-hadapan. Ketika anak tidak mau melakukan A, maka orangtua akan menjadi antitesisnya untuk memaksa anak melakukan A. Hal ini akan membuat anak semakin enggan melakukannya.

Bukan berarti kemudian membiarkan anak untuk tidak sekolah. Dalam kondisi ini, orangtua masuk dalam permainan anak. Atmosfir penolakan (plus kemalasan) anak membuat orangtua terjebak dan berkutat di situ. Ia akan jadi pemaksa, sementara anak akan jadi penolak.

Lalu apa yang dapat kita lakukan? Orangtua dapat menciptakan atmosfir baru sebagai tandingan atmosfir yang dibentuk oleh anak. Misalnya, orangtua bisa tiba-tiba tanya secara tidak langsung kepada anak, “Hem, hari ini ada permainan seru apa ya di sekolah?”. Orangtua dapat melakukannya seolah ia yang akan berangkat ke sekolah. Termasuk juga ketika tiba-tiba orangtua bilang, “Asik…. hari ini ketemu saama teman-teman di sekolah!” dan semacamnya. Ini adalah cara untuk keluar dari jebakan atmosfir yang diciptakan oleh anak. Jika atmosfir orangtua cukup kuat, maka anak dapat meninggalkan atmosfirnya dan bergabung dengan atmosfir orangtua.

Mogok sekolah sering terjadi pada anak kita. Bagaimana seharusnya orangtua mengatasinya? (foto: orangtuacerdas.com)
Mogok sekolah sering terjadi pada anak kita. Bagaimana seharusnya orangtua mengatasinya? (foto: orangtuacerdas.com)

Pada kenyataannya, kadang kedua hal di atas terjadi bersamaan. Dengan demikian, persoalannya akan menjadi lebih berat. Ketika orangtua punya persepsi negatif terhadap sekolah, sebenarnya mereka sedang menciptakan sebuah atmosfir emosi tentang sekolah. Akan lebih parah jika bertemu dengan atmosfir penolakan oleh anak. Penggabungan keduanya sering memuat orangtua frustrasi, bahkan beradu mulut dan saling otot-ototan dengan anak.

Lalu apa yang bisa dilakukan jika kedua kesulitan tersebut bergabung dan saling memperkuat? Ya kita bisa menggabungkan kedua solusinya. Orangtua berusaha mengubah persepsi negatif menjadi positif tentang sekolah. Ini kemudian diharapkan dapat menulari anak, sehingga membuat anak keluar dari atmosfir ciptaannya menuju atmosfir positif yang dibuat oleh orangtua.

Seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya, bahwa mengetahui penyebab mendasar, kenapa anak mogok sekolah, maka orangtua akan lebih mudah mengatasinya. Tapi untuk selanjutnya, secara lebih lengkap bisa menyimak: “Anak Anda Mogok Sekolah? Mari Kita Coba Mengatasinya!

Apakah Ayah/Bunda/Kakak pernah mengalami masalah anak mogok sekolah? Apa yang Ayah/Bunda/Kakak lakukan, agar anak tidak mogok sekolah?


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *