Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
June 6, 2016 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 0 Comments
Setiap orang pasti terlibat dalam sebuah moment membuat keputusan. Dalam membuat keputusan, orang tersebutlah yang menentukan, yaitu dengan modal determinasi diri. Namun determinasi diri bisa melemah pada saaat akan, sedang, atau setelah membuat keputusan.
Beberapa waktu yang lalu, ada cerita menarik dari seorang teman yang berusaha aku hubungkan dengan beberapa pengalamanku yang telah lalu. Temanku ini adalah seorang atasan baru dari sebuah divisi di perusahaan tempat ia bekerja. Suatu ketika, ia harus membuat keputusan atas sebuah projek besar. Ada bawahannya yang meragukan keputusannya. Sebenarnya tidak sekali atau dua kali bawahannya meragukannya. Sebagian dari keputusannya diubah karena bawahannya selalu tidak setuju dan menyarankan keputusan lain. Dan ia berpikir bahwa ia membuat keputusan yang tepat dengan mengikuti saran bawahannya. Dan memang benar, hasilnya bisa dibilang bagus.
Namun sesekali, temanku ini membuat keputusan dengan pertimbangannya sendiri. Lagi-lagi bawahannya meragukannya. Bahkan si bawahan menghubungi kepala divisi lama dan menggunakan saran kepala divisi lama sebagai dasar untuk menyarankan hal lain. Lagi-lagi, hal itu cukup menggoyahkan keputusan temanku. Ia berpikir, jika ia melakukan kesalahan, maka orang akan bilang, “Tuh kan, apa aku bilang!”. Dan ia akan salah berkali-kali dan dicibir berulang-ulang. Apa hasilnya? Ya, hasilnya, keputusannya benar, dengan mengikuti keputusan orang lain.
Dan kemarin, ia kembali bercerita tentang hal yang sama. Aku tak pernah bosan mendengarkannya, karena aku selalu banyak belajar dari ceritanya yang sama. Hanya saja, kali ini berbeda. Ia membuat keputusan atas pertimbangannya sendiri. Seperti yang ia duga, bawahannya kembali menggoyahkan keputusannya. Namun kali ini ia bertahan. Tapi tidak mudah untuk bertahan dengan pendapatnya. Ia berpikir, bagaimana kalau kali ini ia salah? Tentunya tidak hanya bawahannya yang akan menertawakan, termasuk juga kepala divisi yang lama. Bagaimana hasilnya? Hasilnya masih belum tahu. Karena itulah ia masih dalam kecemasan menantikan hasil dari keputusannya ini. Selain itu, ini juga pertaruhan, karena ia harus berusaha yang terbaik untuk membuktikan hasil yang bagus dari keputusannay tersebut.
Baca tulisan terkait:
- Apa yang Membangun Determinasi Diri Kita?
- Apakah Pendidikan Kita Membangun Karakter?
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
Terlepas bagaimanapun hasilnya, teman saya ini telah mengalami penggerogotan determinasi diri oleh lingkungannya. Lebih tepatnya oleh dirinya sendiri. Karena berbicara determinasi diri, orang yang bersangkutanlah yang menentukan apakah determinasi dirinya kuat atau tidak.
Namun mari kita perhatikan bagaimana determinasi diri temanku ini bisa melemah. Ia melemahkan determinasi dirinya mulai dari ketika akan, saat dan setelah membuat keputusan. Untuk yang terakhir, lebih tepatnya saat ia membayangkan hasil dari sebuah keputusan.
Ketika akan membuat keputusan, ia terlampau menyandarkan diri kepada lingkungan atau orang lain. Ia menempatkan diri sebagai orang yang lemah dibandingkan orang lain di sekitarnya. Lebih-lebih, ia terbebani oleh orang lain yang lebih lama berada di divisinya. Hasilnya determinasi diri sebagai kepala divisi menjadi lemah.
Saat keputusan dibuat, juga terjadi pelemahan determinasi diri. Keragu-raguannya diletakkan diantara menang dan aman. Ia merasa tidak aman jika mengikuti pendapatnya sendiri. Ia sebenarnya tidak sedang berusaha meraih kemenangan. Kemenangan hanya menjadi efek. Jika menang, maka ia membuat keputusan yang benar. Jika kalah, maka itu bukan keputusan yang salah. Lebih tepatnya bukan salahnya dia.
Pasca membuat keputusan, ia juga melakukan pelemahan determinasi diri. Lebih tepatnya memang bukan benar-benar pasca pengambilan keputusan, karena sampai saat ini, hasilnya juga belum ada. Hasilnya baru akan diketahui setelah projek selesai di akhir bulan. Namun yang ia lakukan adalah membayangkan hasilnya. Ia takut kegagalannya mendatangkan ketidakamanan, seperti yang dijelaskan di paragraf sebelumnya. Namun kali ini ia berusaha mempertahakan keputusannya meskipun tetap dilemahkan oleh lingkungannya.
Untuk kali ini, apakah temanku membuat keputusan yang tepat? Kalau aku sih berani bilang bahwa ia mengambil keputusan yang tepat. Segala keputusan yang diambil atas dasar determinasi diri yang kuat, itu sebuah langkah benar, terlepas apakah hasilnya bagus atau tidak.
Jadi, kalau Kamu mengalami hal yang sama seperti yang dialami temanku, maka saranku, buatlah keputusan yang tepat dengan dasar determinasi diri yang kuat. Selama hal tersebut dilakukan, maka keputusan tersebut adalah yang paling tepat. Hasilnya? Itu adalah efek, seperti yang diyakini oleh temanku. Toh jika temanku mengikuti keputusan bawahannya, belum tentu hasilnya lebih baik dari keputusannya sendiri. Ini adalah persoalan lama tentang dilema pilihan. Jika kita memilih B, maka kita tidak bisa membandingkan hasilnya dengan JIKA kita meilih A. Kita tidak bisa membandingkan dengan pilihan yang tidak kita pilih, atau pilihan dengan kata JIKA.
Satu hal lagi. Bagaimanapun hasilnya, jika temanku mengikuti keputusan bawahan, tidak akan mengubah kata-kata, “Bener kan yang aku bilang!”. Jika keputusan yang berasal dari bawahan berdampak hasil yang bagus, maka ia akan bilang, “Benar kan yang aku bilang!”. Tapi jika hasilnya tidak bagus, kata-kata tersebut tetap ada, meskipun tidak diucapkan. Artinya, hasil yang tidak bagus tersebut sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan pilihan lain. Dan tentu saja tidak beralasan jika ia membalas dengan berkata, “Benarkan yang aku bilang!”.
Terakhir, jadilah pribadi dengan determinasi diri yang kuat. Bukan berarti menutup diri dari saran atau kritik. Saran atau kritik tetap menjadi salah satu sumber bahan baku dalam membuat keputusan. Namun saat memutuskan, kitalah yang menentukan.
Pertanyaan yang langsung menghujam adalah, apakah determinasi diri Kamu sudah kuat? Silahkan dijawab dengan alasannya ya…
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- Pekerjaan atau Anak?
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman