Mengajari Anak Menghadapi Kondisi Sulit yang Menimpanya


Anak-anak sama juga seperti orang dewasa, kadang mengalami kondisi sulit. Jika kita salah mengambil tindakan atas kondisi sulit yang menimpa anak, maka kondisi tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk sarana pendidikan. Bagaimana mengajari anak menghadapi kondisi sulit yang menimpanya?

Anak sangat mungkin mengalami kondisi sulit. Pernah menyaksikan anak terjatuh ketika berlatih naik sepeda? Bagaimana reaksimu? Reaksi kita juga berpengaruh kepada pembentukan mental anak. Reaksi kekhawatiran yang berlebihan juga dapat mempengaruhi kekuatan pada diri anak. Karena itu, upaya yang perlu kita lakukan agar anak dapat menghadapi kondisi sulit yang menimpanya, hendaknya dimulai sejak reaksi pertama kita saat kondisi sulit menimpa mereka.

Beberpaa hal berikut ini dapat diperhatikan untuk mengajari anak menghadapi kondisi sulit yang menimpanya.

1. Tahan untuk bereaksi

Saat anak tertimpa kesulitan, maka lebih baik kita tahan dulu reaksi kita. Kita amati dulu apa yang terjadi, apa yang akan dilakukan anak kemudian. Siapa tahu anak justru punya cara sendiri untuk mengatasi kesulitan yang menimpanya. Bahkan cara mereka bisa jadi lebih baik dari yang kita pikirkan.

2. Bereaksilah secara wajar

Kalaupun harus bereaksi atau memberikan bantuan, maka bereaksilah secara wajar. Penundaan reaksi (poin 1), selain dapat melatih kita menjadi lebih tenang, juga dapat memberikan waktu kita untuk memikirkan reaksi yang tepat. Misalnya saja anak terjatuh, bahkan sampai berdarah di lututnya. Reaksi yang wajar adalah mengusap atau membersihkan lukanya. Ini lebih baik daripada kita berteriak dan disambung dengan, “Aduh kasihan, pasti sakit ya..” dengan dibarengi ekspresi kita yang justru membuat anak cemas. Apalagi jika ditambah dengan, “Oh, lantainya nakal!”, sambil memukul lantainya. Ini sama sekali harus dihindari. Ini pernyataan atau alasan yang tidak realistis bagi anak.

3. Tunjukkan cara bersikap realistis terhadap kondisi yang sulit

Jika kita berhenti hanya pada poin 2 (bereaksi secara wajar), kemungkinan anak memang menjadi pribadi yang kuat, karena reaksi yang wajar memang dapat menjaga kekuatan pada diri anak. Namun ada juga kemungkinan negatifnya, yaitu kondisi sulit atau rasa sakit yang dirasakan anak ditanggung sendiri dan terakumulasi. Akibatnya, dampak yang besar baru ketahuan kemudian. Misalnya anak yang tidak terbiasa bilang sakit saat terjatuh, ternyata dia mengalami keseleo otot yang baru diketahui kemudian. Untuk menghindari kemungkinan ini, maka kita bisa mengatakan kepada anak, “Kalau habis jatuh bilang saja. Ibu bisa bantu mengobati atau mencarikan obat”, sambil mengusap lukanya dan tetap berekspresi secara wajar.

Anak perlu diajari menghadapi kondisi sulit (foto: jawaban.com)

Jika langkah-langkah kecil ini terbiasa kita lakukan, dampaknya adalah: 1) anak akan menjaga kekuatan pada dirinya, namun 2) dapat mengungkapkan kesulitan-kesulitan yang menimpanya, serta 3) dapat mengambil tindakan yang proporsional atas kesulitan tersebut.

Apakah Kamu sudah mengajari anak menghadapi kondisi sulit yang menimpanya? Yuk, bagi pengalamanmu di sini!


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *