Psychology | Learning | Parenting | Writing | Education

 

Dampak Reaksi Kekhawatiran yang Berlebihan terhadap Anak

Februari 2, 2014 . by . in Parenting . 0 Comments

Rasa khawatir kita terbangun karena kebiasaan, dan bisa diturunkan. Jika orangtua terlalu khawatir, maka reaksinya dapat berpengaruh terhadap anak. Apa dampak reaksi kekhawatiran yang berlebihan terhadap anak?

Apakah pernah menyaksikan orangtua yang langsung berteriak histeris ketika anaknya terjatuh saat bermain sepeda? Atau Kamu termasuk yang bereaksi seperti itu? Reaksi seperti ini sering kita temui. Mungkin juga kita adalah salah satu yang melakukannya.

Berkenaan dengan reaksi terhadap kondisi yang mengancam anak, memang tipe orangtua berbeda-beda. Kalau mau membaginya, kita bisa kategorikan menjadi tiga model, yaitu orangtua yang cuek atau tenang-tenang saja, orangtua yang cemas tapi tak menunjukkan reaksi terhadap anak, dan orangtua yang langsung berekasi terhadap kondisi yang menimpa anak.

Wajar jika orangtua bereaksi terhadap kondisi yang membuat anaknya sakit atau terancam kesakitan. Reaksi yang spontan karena kecemasan inipun juga terbentuk karena kebiasaan. Biasanya ini terjadi karena tidak mengontrol diri saat kecemasan muncul, atau tidak mengontrol rasa cemasannya. Jika diteruskan, maka kebiasaan ini akan berdampak pada kekuatan anak. Kok bisa?

Sepertinya wajar,  anak yang terlalu dikhawatirkan akan menjadi rapuh, manja, atau tergantung. Orangtua yang selalu cemas terhadap keadaan anak akan memenuhi segala kebutuhan (bahkan keinginan) anak, agar ia nyaman dan jauh dari bahaya yang dikhawatirkan. Maka bentuk perlakuan orangtua adalah melayani. Pelayanan yang berlebihan dapat melemahkan anak, menjadikan anak tergantung.

Penjelasannya lebih dari soal pelayanan berlebihan yang berujung pada kemanjaan anak. Kalau anak dilayani berlebihan, sudah pasti akan menimbulkan ketergantungan. Dampak dari kekhawatiran yang akan kita bahas kali ini jauh lebih mendasar. Kekhawatiran ini berhubungan dengan reaksi yang spontan ditunjukkan orangtua ketika anak (dirasa) mengalami bahaya. Misalnya orangtua berteriak atau spontan menyeret tangan si anak.

Ketika orangtua berteriak atau anak diseret tiba-tiba, maka anak akan mengidentifikasi kondisi tersebut sebagai kondisi yang tidak menyenangkan, membahayakan, atau harus dihindari. Ketika anak mendandai bahwa kondisi tersebut harus dihindari, dan orangtua spontan membantu (bahkan orangtualah yang melakukan) menghindarkannya. Pada saat itu terjadi pelemahan pada diri anak. Pertama, anak menghindari sebuah kondisi yang ditandai. Kedua, anak mendapatkan  bantuan untuk menghindarkannya. Ketiga, anak mendapatkan kenyamanan dengan bantuan tersebut. Ketiga hal ini terjadi secara simultan, dan pada saat itu terjadi satu pelemahan. Bayangkan jika ini selalu terjadi, anak akan mendandai banyak hal yang berbuah pada pengikisan kekuatan diri.

Sebaliknya, jika kita menahan diri untuk tidak segera bereaksi atas kondisi yang sedang terjadi, maka anak akan memandang kondisi tersebut secara lebih wajar. Kalau suatu saat dia mengalami hal yang sama, maka dia akan bangkit sendiri. Kalaupun kondisi tersebut menimbulkan rasa sakit, maka anak akan bertahan atau mengupayakan sendiri untuk menyembuhkannya. Artinya, anak menganggap rasa sakit sebagai sesuatu yang wajar, bagian dari kehidupan. Anak tidak menganggap rasa sakit sebagai sesuatu yang asing dan merka juga tidak bereaksi berlebihan saat hal tersebut terjadi.

Reaksi kekhawatiran yang berlebihan dapat melemahkan anak. Bereaksilah secara wajar (foto: kompas.com)

Supaya anak berekasi dengan baik terhadap kondisi yang menimpanya, dibutuhkan usaha orangtua agar anak tetap kuat dalam menghadapi berbagai kondisi tersebut. Usaha ini sifatnya beda dengan reaksi kekhawatiran saat anak mengalami sesuatu. Reaksi kekhawatiran lebih berorientasi pada apa yang telah terjadi, sedangkan usaha agar anak bereaksi secara wajar lebih berorientasi ke masa depan.

Demikian pembahasan tentang dampak reaksi kekhawatiran yang berlebihan terhadap kekuatan anak. Apakah Kamu sudah mengontrol reaksimu terhadap kondisi mengkhawatirkan yang menimpa anak?

Tag: , , ,

Artikel tentang Parenting Lainnya:

by

Creative Learning Designer | Parenting Consultant | Writing Coach


 

Post a Comment

Your email is never published nor shared. Required fields are marked *

*
*

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>