Menggunakan Sudut Pandang Anak untuk Lebih Memahami Anak


Anak memiliki sudut pandangnya sendiri. Ketika terlibat di dunia anak, kita justru lebih sering menggunakan sudut pandang orang dewasa. Menggunakan sudut pandang anak berguna untuk lebih memahami anak.

Seminggu yang lalau, aku membelikan susu untuk Bintang. Ternyata pada karton susu tersebut terdapat CD film kartun. Wah, lumayan untuk tontonan buat Bintang, apalagi di cover nya tertulis learn and explore. judul serialnya pun juga sangat edukatif, yaitu “Kejutan untuk Sahabat” dan “Membantu Teman-teman”.

Aku coba memutarnya bersama Bintang. Menarik juga ternyata, karena di awal ada tips-tips parenting, meskipun tetap disampaikan dengan bahasa yang kurang konkret dan tidak disertai dengan contoh.

Mulai masuk ke dalam film. Sekilas semuanya baik-baik saja. Ternyata ada hal yang menarik. Di sebuah episode yang berjudul “Mari Kita Bermain Bersama”, ada adegan dimana salah satu tokoh meminta tokoh yang lain untuk bergantian menggunakan ayunan. Tokoh yang diminta tersebut mengatakan, “Aku ingin menggunakannya lebih lama”. Sampai di sini masih ok. Sampai naratornya bilang, tokoh yang menggunakan ayunan tersebut tidak mau berbagi. Apa yang menarik?

Ketika tokoh yang bermain ayunan mengatakan ingin memakai ayunan lebih lama, bagian ini fine. Wajar saja anak-anak ingin menggunakan sesuatu yang menyenangkan dalam waktu yang lebih lama, sampai si anak tidak menginginkan kesenangan tersebut. Apakah memandang wajar, berarti tidak mengajari anak untuk berbagi? Tunggu dulu, itu hal yang lain lagi.

Berbagi adalah konsep berikutnya dari kondisi anak yang ingin menggunakan ayunan lebih lama. Dalam benak anak, ingin memakai ayunan lebih lama, bukan berarti dia tidak mau berbagi. Cara berpikirnya tidak sekompleks itu, apalagi untuk anak yang berusia kurang dari 6 atau 7 tahun (sebelum tahap operasional formal). Anak hanya ingin menikmati kesenangannya lebih lama.

Hanya saja, sang narator mengatakan bahwa tokoh yang menggunakan ayunan tersebut tidak mau berbagi. Inilah yang menarik. Narator langsung melompat, menggunakan cara berpikir orang dewasa. Narator sudah memberikan justifikasi tentang perilaku yang mengandung value, mempunyai nilai. Tidak mau berbagi, memberikan nilai moral tertentu atas perilaku menggunakan ayunan lebih lama, yang seharusnya bersifat netral. Sudah ada justifikasi negatif atas pilihan perilaku menggunakan ayunan lebih lama.

Aku paham, narator berusaha mengarahkan cerita kepada pelajaran yang akan diberikan melalui episode film kartun tersebut. Namun kita tidak sedang membahas tentang niat dari narator yang memang baik. Namun aku lebih mengajak kita untuk sedikit lebih cermat tentang sudut padang anak dan orang dewasa. Dalam konteks menggunakan ayunan di episode “Mari Kita Bermain Bersama”, perilaku anak sudah dilihat dengan sudut pandang orang dewasa.

Contoh film kartun ini hanya satu yang mungkin kita bisa cermati. Namun hal ini bisa terjadi dalam kehidupan sehari-hari, bahkan mungkin dengan efek yang lebih serius. Misalnya saja persepsi orang dewasa yang mengatakan anaknya menumpahkan makanan, padahal faktanya (hanya) makanannya tumpah, bukan menumpahkan makanan. Dampak psikisnya bisa kurang baik terhadap anak, dapat menempatkan anak pada rasa bersalah dan mempersepsi diri sebagai anak yang bermasalah. Untuk artikel yang berkenaan dengan tindakan yang tepat ketika anak bersalah, bisa di baca di sini.

Memahami Anak Melalui Sudut Pandang Mereka
Lebih Memahami Anak melalui Sudut Pandang Mereka

Demikian pembahasan tentang sudut pandang anak. Semoga bermanfaat.

Coba kita ingat kembali, bagaimana sudut pandang kita terhadap buah hati?


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *