Apakah anak usia TK boleh belajar membaca? Bolehkah guru TK mengajari membaca? Ini adalah persoalan yang sering kita perdebatkan. Simak yuk!
Teringat, pernah ada seorang guru taman kanak-kanak yang konsultasi tentang pembelajaran, sekaligus tentang usia perkembangan anak, sehubungan dengan proses pembelajaran. Guru ini, sebut saja Bu Titi, baru saja di-complain oleh orangtua siswanya. Si orangtua protes kepadanya, kenapa anaknya sudah diajari membaca.
Berawal dari beberapa artikel yang dibaca oleh ibu siswa, bahwa anak usia TK tidak seharusnya diajari membaca, berhitung dan menulis. Diperkuat dengan ikutnya si ibu dalam sebuah page di facebook yang mengaji tentang pendidikan. Baik artikel yang dibaca maupun diskusi di page, hampir semuanya tidak membenarkan anak TK diajari membaca.
Ini persoalan yang harus diluruskan. Perlu dibedakan antara anak usia TK dengan sekolah TK. Pembedaan keduanya akan menentukan, apakah orangtua layak protes atau tidak.
Sebelum protes atau dipersoalkan, yang perlu dipahami oleh guru atau orangtua adalah: 1) Apakah guru mengajari hanya kepada beberapa anak atau semuanya, 2) Bagaimana cara guru mengajarkan, 3) Setiap anak punya potensi berbeda, berhak belajar apa saja.
Sebelum membahas satu persatu, yang perlu menjadi pegangan guru dan orangtua adalah keunikan anak. Setiap anak itu unik. Dalam bahasa psikologinya disebut individual differences. Berbicara tentang perbedaan tiap anak, yang perlu diluruskan adalah soal perbedaan proses dan hasil. Dalam konteks membaca, ada yang disebut belajar membaca dan ada yang disebut bisa membaca. Keduanya berbeda.
Kalau lihat dari kata ‘bisa membaca’ dan ‘belajar membaca’, sudah pasti mudah membedakannya. Hanya aja, secara tidak sadar keduanya sering tercampur dan kabur. Ungkapan bahwa anak TK seharunya tidak diajari membaca, hampir sepadan dengan, anak TK belum waktunya belajar membaca. Bergeser lagi, sebanding dengan ungkapan, anak usia TK tidak belajar membaca. Itu kesepadanan makna secara tekstual. Namun makna itu bisa diartikan, anak usia TK tidak mampu belajar membaca. Efeknya, jika anak TK tidak bisa membaca, kita menemukan pembenarannya.
Jika kita berpegang pada perbedaan individual siswa, maka dapat diartikan, tidak semua anak TK tidak mampu membaca. Malah, setiap anak TK mampu belajar membaca, namun dengan kecepatan yang berbeda-beda tentunya. Jika kita berpegang pada perbedaan siswa, tidak ada larangan buat anak usia TK untuk belajar membaca.
Dalam kasus Bu Titi, kita akan kaji satu persatu 3 hal yang perlu dipahami guru dan orangtua, yang sudah disebutkan sebelumnya.
1. Apakah guru mengajari hanya kepada beberapa anak atau semuanya
Jika orangtua anak memprotes Bu Titi karena mengajarkan membaca kepada anaknya, maka ini kurang tepat sebenarnya. Siapa tahu Bu Titi memang sudah memperhitungkan alasannya, sehingga anak tersebut diajari membaca. Hal ini jadi persoalan jika Bu Titi mengajarkan membaca kepada semua anak. Namun tetap tak bermasalah jika Bu Titi sudah memperhitungkan, bahwa semua anak mampu belajar membaca.
2. Bagaimana cara guru mengajar
Dengan adanya perbedaan siswa dalam hal kemampuan belajar membaca, berarti ada berbagai cara yang mungkin dilakukan berdasarkan kecepatan belajarnya. Memukul rata dengan mengatakan bahwa anak TK seharusnya tidak belajar membaca, malah bisa menyesatkan guru atau orangtua. Hal ini menjadi salah jika guru menerapkan metode yang sama untuk kemampuan siswa yang berbeda.
3. Setiap anak punya potensi berbeda, berhak belajar apa saja
Karena kemampuan anak berbeda-beda, maka semua anak berhak belajar apapun yang ia butuhkan. Artinya, pada bagian ini kita tidak terbatas membahas tentang membaca, tetapi juga belajar lainnya, misalnya berhitung dan menulis. Jika berpegang pada perbedaan individual, maka bisa jadi seorang anak lebih mudah belajar menulis, sementara yang lainnya lebih cepat berhitung, demikian juga dengan membaca. Seperti yang sudah kita bicarakan sebelumnya, kecepatan belajar membaca setiap anak berbeda.
Begitu kira-kira penjelasan yang ku berikan kepada Bu Titi.
Apakah Kamu mempunyai persoalan yang sama? Boleh dibagi di bagian komentar tulisan ini.
_______________________
Tulisan ini juga di-posting ke alterblog @rudicahyo, mosaic-learning.blogspot.com
15 responses to “Bolehkah Guru TK Mengajari Membaca?”
Tergantung apa yang diajarkan dan bagaimana mengajarkannya. Kalau sebatas mengenalkan kata-kata seperti “ayah”, “ibu”, “kakak”, “adik”, dst menurut saya boleh saja. Tapi klo sudah disuruh membaca satu paragraf koran itu baru kelewat batas.
Iya. betul juga tuh
murid TK boleh2 aja diajari membaca, berhitung atau menulis, tapi tidak pantas diberikan PR karena bisa membuat murid juga orang tuanya stress, apalagi kalau ternyata si anak tidak bisa nerima sedangkan pelajaran maju terus
Iya, belajar tidak seharusnya menjadi beban. Kalaupun harus ada PR, buat pekerjaan rumah yang mampu melibatkan orangtua, menambah kedekatan orangtua dan anak
Saya sendiri bingung dengan kurikulum antara TK & SD. Di TK anak-anak tidak boleh belajar membaca, ketika anak mau masuk SD tes masuknya membaca 3 sampai 4 kata. Buku pelajaran kelas 1 SD sekarang, muridnya dituntut sudah pandai membaca.
Tidak sama sewaktu saya SD dulu, masuk SD pelajarannya belajar membaca, jadi antara TK dan SD nyambung.
Apakah kurikulum sekarang ini, dibuat agar orang tua sekarang lebih banyak mengeluarkan uang untuk pendidikan dan les tambahan ?
Kurikulum di TK memang lebih baik sangat personal. Artinya, input perlu dikenali. Pembelajaran disesuaikan dg input. Apalagi TK juga fondasi bagi perkembangan anak berikutnya
belajar membaca bagian dari pendidikan. bisa membaca adalah hasil dari pendidikan. usia TK ataupun sekolah TK boleh belajar membaca. melarang belajar membaca adalah mal praktik. memaksa belajar membaca juga mal praktik pendidikan. namanya juga usia TK mestinya kita sibuk dengan metodenya dari pada boleh atau tidak belajar membaca. yang sering ada di dunia TK adalah membaca itu hanya teknis mentrasformasi simbol berupa huruf menjadi bunyi/kata. teknis tsb hanya 1 persen saja dari membaca. makanya anak kita sekarang bisa baca tapi gak suka baca. buktinya literasi kita kurang dari slelembar sehari. bandingkan dengan negara tetangga yang sudah belasan lembar sehari. belum lagi negara2 maju yang lebih dari 20 lembar sehari. produk buku kita juga terendah di dunia. kita lupa bahwa membaca itu lebi besar maknanya. makanya membaca menjadi penting dalam pendidikan. kita juga lupa dalam mengajar transformasi saja masih banyak yang lupa syarat2. sebelum mengenalkan huruf syarat bahwa anak sudah bisa menguasai paling tidak 6 bentuk dasar, 6 ukuran mulai terkecil sampai terbesar, warna 3 primer dan 3 skunder serta minimal 6000 kosa kata (bu indun 2011).
Terimakasih buat ilmunya, Pak Hendri
perlu di kaji ulang lagi, serta mencari tahu siapa2 sajakah yg membuat per-undangan-undangan, tentang pelarangan belajar calistung d TK. Padahal guru TK telah mengerti tentang kemampuan anak didiknya apakah mampu atu tidak. Bukankah para pakar, mengolongkan bahwa semenjak anak dlm kandungan sampai 5th, adalah masa “EMAS”,??? bagi pondasi pertumbuhan wawasan bagi si anak. ???? ataukah kita perlu kaji ulang “wawasan” para pakar yg membuat peraturan “pelarangan”. ini.
Betul, Bu Sri
anakku trauma sekolah gara2 disekolah tk hrs bisa membaca
Turut prihatin, Bunda
Saya kira betul kita memang harus mendefinisikan ulang ttg belajar membaca. Mengapa kemudian smp ada pemikiran bahwa belajar membaca tidak diperbolehkan, ya karena rata2 anak membutuhkan waktu smp lulus TK baru bisa membaca (+/- 2th). Dengan demikian mmg akn mjd beban bagi anak krn 2th materix membaca terus jadi bosan/terbebani, itupun klo bisa tuntas, bbrp smp SD blm bisa baca.
Saya mempunyai pemahaman bahwa belajar membaca itu gpp, hanya metode belajarnya yang disesuaikan anak2 yaitu bermain dpt bonus bisa membaca dan waktunya tidak lama. Sudah ada metode yang bisa mengakomodasi hal ini.
Selain itu apakah ini juga berlaku untuk membaca al qur’an ? padahal sama2 membaca lho..byk diantara kita yg protes tidak boleh membaca latin tapi tiap sore anaknya disuruh ngaji di TPA (padahal lbh sulit lho..huruf arab).
Satu lagi mgkn buat pencerahan bahwa bukan belajar membacanya yang jadi masalah tp lebih kepada metode yang digunakan itu yang paling berperan.
Sebagai contoh : bolehkah kita mengajari pelajaran fisika kepada anak kita ?
Tentu saja boleh karena kita setiap hari juga mengajari anak kita dunia fisika dengan fenomena alam disekitar kita bukan dengan rumus2 dan perhitungan yg ribet.
Oleh karena itu sekali lagi metodenya lah yang harus kita sesuaikan bukan materi belajarnya. Semoga bisa menjadi pencerahan.
setahu saya boleh, karena guru tk kan biasanya mengajar calistung (membaca, menulis dan berhitung)
Hanya yang perlu menjadi perhatian, bagaimana mengajarnya