Psychology | Learning | Parenting | Writing | Education

 

Motif Mempengaruhi Loyalitas

January 18, 2013 . by . in Psikologi Populer . 0 Comments

Loyalitas bersifat emosional, dipengaruhi motif yang mendasarinya. Karena itulah motif mempengaruhi loyalitas seseorang dalam pekerjaan atau organisasi. Bagaimana motif mempengaruhi loyalitas? Simak yang berikut ini.

Ada sebuah dongeng tentang sekumpulan semut. Semut-semut tersebut akan memindah sarangnya. Mereka akan mengangkat sarangnya rame-rame ke posisi yang lebih aman, karena lokasi tempat sarangnya berada akan dilalui sekawanan hewan liar.

Ada sekitar 200 semut yang ikut. Jumlah ini adalah separoh dari total warga semut. Dari total 200 semut tersebut, yang bekerja adalah tigaperempatnya. Apa yang dilakukan oleh semut lainnya?

Mereka yang tidak aktif bekerja ini dalah semut-semut yang rame, suka bicara, banyak memberikan komentar dan kritik ketika mengangkat sarang. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka juga sering guyon dan sangat vokal. Apa artinya? Mereka adalah warga semut yang berkontribusi di mata semut lainnya. Kok bisa begitu?

Jika dibandingkan dengan semut lain yang berpartisipasi secara pemikiran dan tenaga, tetapi jarang bicara, semut yang vokal memang lebih mudah terlihat. Karena itu, merekalah yang dianggap loyal. Demikian juga dengan semut yang sering kongkow-kongkow, nongkrong, ngobrol dan sebangsanya, merekalah warga semut yang loyal.

Aku kira dalam kehidupan kita juga demikian, baik di lingkungan rumah, maupun di tempat kerja. Apakah di lingkungan atau tempat kerjamu juga punya pola perilaku yang sama seperti ini?

Sumber Gambar: Koleksi @rudicahyo

Keikutsertaan, bahkan kesediaan untuk seragam dengan yang lain, sering dianggap bentuk loyalitas. Kenapa? Coba lihat karakteristik perkumpulan atau organisasinya. Orang-orang seperti apa yang menjadi isinya.

Jika dalam sebuah perkumpulan lebih banyak diisi orang yang punya kebutuhan afiliasi yang tinggi, maka berkumpul jadi parameter yang diutamakan. Jika orang ikut nongkrong, olahraga bersama, bakar-bakar jagung atau semacamnya, maka itu yang menjadi ukuran loyal untuk organisasi yang dipenuhi dengan orang-orang yang punya kebutuhan afiliasi yang tinggi. Hal ini berbeda dengan perkumpulan atau organisasi yang banyak diisi oleh orang yang kebutuhan prestasi dan powernya besar. Lebih lengkapnya boleh baca Teori Motivasi McClelland.

Dalam konteks persoalan warga ini (dan mungkin juga ditempat kerja Anda), kebutuhan afiliasi sangat bear. Karena itu, yang loyal adalah yang berkumpul. Makna kerjanya lebih melekat pada aktivitas berkumpulnya, bukan pekerjaannya sendiri.

Hal ini memang bersesuaian dengan arti loyal, yaitu patuh. Nah, yang membuat berbeda adalah, warga atau orang-orang seperti apakah yang membentuk aturan dan menyepakati untuk patuh. Ini kembali kepada motif atau kebutuhan yang mendominasi, apakah berprestasi (achievement), berteman/berkumpul (affiliation), atau posisi diantara yang lain (power).

Karena loyalitas bersifat emosional, yaitu adanya keterpautan hati, maka ketiga motif tersebut menjadi dasar dari loyalitas. Kemankah hati terpaut, apakah kepada prestasi, rekan/teman, atau posisi/jabatan.

Bagaimana dengan tempat kerja atau lingkungan di sekitarmu, apa motif atau kebutuhan yang mendasarinya?

0.00 avg. rating (0% score) - 0 votes
Tags: , , , , , ,

Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:

by

Creative Learning Designer | Parenting Consultant | Writing Coach


 

Post a Comment

Your email is never published nor shared. Required fields are marked *

*
*

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>