Psychology | Learning | Parenting | Writing | Education

 

Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran

May 17, 2014 . by . in Inspirasi (Insert), Psikologi Populer . 0 Comments

Kebenaran dan pembenaran itu beda tipis. Kalau bicara tentang pengertian, keduanya jelas beda, meskipun memiliki kata dasar yang sama. Tapi dalam kehidupan, kita kadang tak menyadarinya.

Tulisan ini harusnya sudah ada sejak pertama kali menggunakan jasa acupressure (pijit) dekat rumah untuk kali pertama. Tapi baru aku tuliskan setelah menggunakan jasanya untuk kali kedua. Apa yang menarik?

Tukang pijit ini menggunakan alat tusuk dan penetak dalam melakukan aksinya. Dia menusukan dan menggesekkan alat tersebut di seputaran kaki. Dia piawai sekali dalam menentukan titik-titik yang ada kaitannya dengan penyakit atau organ-organ kita, misalnya titik yang berkaitan dengan lambung, titik yang berhubungan dengan saluran kencing, bahkan titik yang hanya ia sebut hanya dengan satu kata, sperma.

Sebagaimana dokter, sebelum pijit aku mengatakan keluhan. Aku bilang kepadanya bahwa punggungku kaku dan pinggang terasa keras. Dimulailah memijit pada seputaran kaki, dengan menekankan dan menggesekkan peralatan yang ia bawa. Dia menekan sampai pada bagian yang aku rasakan sakit. Ketika ada bagian yang sakit, maka tukang pijit akan berfokus di bagian itu. Ia akan memijatnya dengan tekanan yang lebih keras. Sudah pasti aku kesakitan hingga melintir-melintir. Dia cuma mengatakan, “Ini pinggang”.

Bukan berarti pinggangku pindah ke kaki. Maksudnya, titik di kaki tersebut ada kaitannya dengan pinggang. Jadi, jika yang dipijit merasa kesakitam. maka ada bagian yang tidak beres di bagian yang berkaitan dengan titik yang kesakitan itu. Demikian penjelasan dari si tukang pijit.

Karena pinggang merasa kaku dan sakit, maka si tukang pijit tanya, “Minumnya kurang ya?”. Aku jawab, ya. Aku bilang ke dia, sebenarnya aku berusaha minum banyak. Tapi kalau sedikit saja porsi minum ditambah, maka akan sering kencing. Maka bergeraklah tangan si tukang pijit, melanjutkan menelusuri titik-titik di kaki. Dia menemukan bagian yang terasa sakit. Maka bagian itu ditekan dengan kuat. Tentu saja aku merasa kesakitan. Dari rasa sakit itu, si tukang pijit menjelaskan bahwa itu adalah saluran kencing. Artinya, ya titik itu berhubungan dengan saluran kencing.

Kok ceritanya tentang tukang pijit? Sekilas memang ini adalah pengalaman biasa. Mungkin hampir semua tukang pijit seperti itu. Pernah tidak, saat kita dipijit dan kesakitan, tukang pijit bilang, “Iki penyakit e (ini penyakitnya)”? Kita kadang tidak sadar bahwa realita bergerak secara bolak-balik. Dalam konteks ini, kita akan bahas tentang kebenaran dan pembenaran.

Kita tidak tahu, tukang pijit adalah mengatakan kebenaran atau melakukan pembenaran. Mungkin bisa dibandingkan jika kita tidak mengatakan apa keluhan kita, kemudian kita dipijit. Baru kemudian tukang pijitnya berkata atau bertanya, “Pinggangnya sering sakit ya?”, ketika kita mengerang saat ditekan di titik tertentu di bagian kaki. Artinya, tukang pijit sedang mengatakan kebenaran. Kalau kita ngomong dulu bahwa pinggang kita sakit, maka bisa saja tukang pijit melakukan pembenaran. Ketika kita kesakitan, dia bilang, “Ini titik yang terhubung dengan pinggang”.

Dalam realita yang lebih luas, model berpikir seperti tukang pijit ini sering terjadi. Mungkin saja cara ini juga digunakan oleh dokter atau psikolog, bahkan oleh kita sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Ini sama saja ketika orang mengatakan, “Aku tadi juga mau bilang begitu”, atau “Persis seperti yang aku pikirkan”. Padahal, yang sebenarnya terjadi adalah pikiran kita berusaha mencocokkan pasca sebuah peristiwa terjadi.

Secara awam boleh dirumuskan, kebenaran kata-kata terjadi sebelum peristiwa. Sedangkan pembenaran dengan kata-kata terjadi setelah peristiwa. Ini sama juga dengan alur bolak-balik yang diwakili oleh ungkapan, “Menceritakan (pengalaman, peristiwa) dunia” dan “Kata mencipta realita”. Kedua ungkapan itu saling berkebalikan.

Kebenaran itu jujur. Bagaimana dengan pembenaran? (foto: kuzumodasi.com)

Kebenaran itu jujur. Bagaimana dengan pembenaran? (foto: kuzumodasi.com)

Kiranya seperti itulah rumus sederhananya. Kita tidak membahas dalam konteks struktural kebahasaan, misalnya kajian antara petanda (realita) dan penanda (nama atau penamaan bagi realita). Kiranya akan lebih menarik jika ditulis tersendiri dalam kajian semiotik atau linguistik.

Semoga bermanfaat. Silahkan kalau mau diskusi dengan saya boleh follow @rudicahyo atau add fb cahyono rudi. Boleh juga di path dan instagram rudicahyo.

0.00 avg. rating (0% score) - 0 votes
Tags: , ,

Artikel tentang Inspirasi (Insert), Psikologi Populer Lainnya:

by

Creative Learning Designer | Parenting Consultant | Writing Coach


 

Post a Comment

Your email is never published nor shared. Required fields are marked *

*
*

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>