Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
November 27, 2013 . by rudicahyo . in Psikologi Populer, Review | Resensi . 0 Comments
Diri adalah sesuatu (atau seseorang?) yang bergaul dengan kita setiap hari. Kadang keberadaannya kita abaikan, namun kadang kita sayang dan perhatikan. Jarak antara kita dengan diri akan mempengaruhi prinsip hidup.
“Hidul lebih dari sekedar berfilosofi. Hidup adalah diri dan kehidupan yang kita jalani” (@rudicahyo)
Sore ini meluangkan waktu untuk nonton. Sudah lama tidak nonton film. Bukan pergi ke bioskop atau sejenisnya, tetapi menengok ke fox tv yang selama ini jarang disambangi. Nonton film kok kebetulan sudah berada di bagian tengah. Untuk fasilitasi groovia memungkinkan, apa yang telah berlalu diputar kembali. Hari ini filmny adalah The Fan.
Dari judulnya, The Fan adalah penggemar. The Fan diturunkan dari novel Peter Abrahams dengan judul yang serupa. Film ini bercerita tentang seorang penggemar fanatik, Gil Renard (Robert De Niro). Ia mengidolakan seorang pemukul bola baseball, Bobby Rayburdn (Wesley Snipes). Gil sendiri adalah seorang mantan pelempar bola. Sekarang ia menjadi seorang penjual pisau. Dalam pekerjaannya Gil kurang beruntung, karena tidak bisa memenuhi target penjualan.
Ketidakmampuan Gil memenuhi target penjualan bukan tanpa sebab. Gil adalah seorang yang idealis soal kualitas. Sementara itu, permintaan pasar tidak sesuai dengan cara berpikirnya Gil. Karena itu, Gil tidak dipercaya lagi dan pekerjaannya diberikan kepada orang lain.
Di sisi lain, Gil adalah penggemar Bobby Rayborn yang baru saja ditransfer dari Atlanta Braves ke San Francisco Giant. Di awal kepindahannya, Bobby mengalami kendala soal kostum dengan nomor punggung kebanggaannya. Sebelumnya, Bobby menggunakan kostum dengan nomor 11. Namun kali ini, sudah ada yang memakai nomor tersebut, Juan Primo (Benicio del Toro). Karena hal inilah penampilan Bobby jadi memburuk, padahal dia sudah dikontrak senilai 40 juta dolar.
Gil yang mengetahui persoalan ini berinisiatif membantu Bobby dengan berbicara kepada Primo. Namun pertemuan mereka berakhir dengan perkelahian yang menewaskan Primo. Gil menikam kaki primo dengan pisaunya. Tidak hanya sampai di situ, nomor 11 yang dicap ditubuh Primo disayat dan dilepaskan dari kulit Primo oleh Gil.
Kemation Primo membuat Bobby terganggu. Lebih dari sekedar rasa takut karena pasti dicurigai oleh polisi, Bobby lebih kepada merasa tidak nyaman dengan kondisi tersebut. Dia memang kembali menemukan penampilan terbaiknya, tetapi hal itu membuatnya resak. Rasa perfeksionis dan perasaan yang halus membuat Bobby justru tidak bisa menikmati hal itu.
Manajernya berusaha menasehatinya, hingga Bobby dapat mengubah cara berpikirnya. Buat dia, tidak perlu terlalu perduli dengan penggemar, stop carrying! Hal ini menjadi persoalan ketika Bobby bertemu dengan Gil.
Gil yang berhasil menyelamatkan anak Bobby dari tenggelam di laut, akhirnya bisa menemui idolanya. Gil berharap Bobby akan berterimakasih kepadanya. Tentu saja Bobby berterimakasih. Tapi, Gil berharap Bobby berterimakasih untuk tewasnya Primo, sedangkan Bobby tidak mengerti. Dia berterimakasih karena anaknya diselamatkan.
Pada saat sedang ngobrol, Gil tidak mengaku kalau dia penggemar. Karena itulah Bobby tidak sungkan untuk berbicara tentang penggemar. Menurut Gil, tidak perlu terlalu perduli dengan penggemar. Mereka bersorak saat kita memukul dengan baik, tetapi mencibir ketika kita tidak bisa memukul. Padahal, memukul atau tidak, orangnya tetap sama. Karena itu, Bobby berpendapat, tidak perlu terlalu perduli dengan pengemar, bermainlah untuk diri sendiri.
Pernyataan Bobby membuat Gil marah. Ia merasa usahanya sia-sia, Bobby tidak berterimakasih untuk tewasnya Primo. Sebagai penggemar, perasaan Gil juga terluka dengan pernyataan Bobby. Hal inilah yang membuat Gil ingin memberi pelajaran untuk Bobby. Anaknya diculik. Gil ingin Bobby membuat home run dan mengatakan di depan penonton bahwa pukulannya didedikasikan untuk penggemarnya, Gil.
Konsentrasi Bobby yang terganggu akibat penculikan anaknya, tidak bisa memberikan pukulan terbaik. Hingga akhirnya Gil dan Bobby bisa bertemu muka di tengah lapangan, ketika Bobby tahu bahwa wasit yang memakai pelindung wajah adalah Gil yang sedang menyamar. Perkelahian terjadi dengan diakhiri terbunuhnya Gil oleh polisi yang sudah siap membidikkan pistolnya.
The Fan adalah film psikologi dengan plot yang sangat sederhana. Meski demikian, di dalamnya sangat terasa bagaimana penulis cerita mempengaruhi cara kita berpikir dan merasa. Gil begitu kekeh dengan prinsipnya soal penggemar. Buat Gil, penggemar adalah penentu kesuksesan sang idola. Sebagai seorang idealis-perfeksionis, Gil memegang prinsip ini dengan kuat.
Hal ini yang membuat Gil mengidolakan Bobby. Buat Gil, selain Bobby adalah orang yang sangat peduli dengan penggemar, Bobby juga seorang perfeksionis yang mendedikasikan hidupnya untuk baseball. Namun di tengah jalan, justru ketika Gil dan Bobby bisa bertemu, Bobby telah berubah dari prinsip hidupnya. Hal ini mengecewakan Gil.
Prinsip dan kenyataan memang sering berjalan tidak beriringan. Perubahan sangat mungkin terjadi, baik kenyataan maupun prinsip yang dipegang seseorang. Tidak hanya dua hal tersebut, prinsip kita juga sering tidak sejalan dengan prinsip orang lain. Pertanyaannya, apakah kita akan memaksakan prinsip kita atau kita menjadi kompromis dengan prinsip orang lain?
Kita sebenarnya tidak hanya berdialog dengan orang lain, tetapi juga dengan diri sendiri. Ketika prinsip hidup semakin menguat, maka kita sedang menyatu dengan diri sendiri. Keduanya serasa identik. Namun ketika kita dengan diri sendiri mulai berjarak, maka kita akan meudah mengubah prinsip hidup kita atau berkompromi dengan prinsip hidup orang lain. Mengatur hubungan dengan diri sendiri (yang kemudian akan mempengaruhi prinsip hidup kita) sebenarnya adalah usaha kita untuk membuat kita nyaman dengan diri sendiri.
Apakah Kamu telah mempelajari prinsip hidup mu dari film The Fan?
Artikel tentang Psikologi Populer, Review | Resensi Lainnya:
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- Film Rekomendasi untuk Hari Guru
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- Political Framing: Ketika Kalimat "Apa susahnya membawa anak Palestina ke sini?" Menjadi Populer
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Air Mata sebagai Emotional Release
- Dumbo Disney, Ketidaksempurnaan yang Luar Biasa
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Apartemen 12A-05, Cerita Horor atau Detektif? (Resensi Buku)
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Selalu Ada Jalan untuk Segala Keruwetan Hidup Asalkan Lakukan Hal Ini
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- Ujian Bagi Kebaikan di Squid Game
- Makna Resolusi Bersifat Tipikal bagi Setiap Orang
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Teori Perkembangan Moral Kohlberg
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Wreck It Ralph: Apakah Ilmu Pengasuhan Itu Omong Kosong?
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- Work-Life Balance Apakah Sebuah Fatamorgana?
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Pelajaran Berharga dari Film Soekarno
- Resensi Buku: KKN di Desa Penari oleh Simpleman
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Resensi Buku: Novel Laiba dan Nasir dari Bang Bule Official
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri