Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!


Persepsi adalah apa yang kita pikirkan tentang realita. Kita bisa berpersepsi netral, positif, atau negatif. Meskipun persepsi ini dibuat oleh seseorang, namun suatu saat persepsi bisa bebalik menguasai orang yang membuatnya. Karena itu, hati-hati dengan persepsi negatif!

“Sudah hampir seminggu Didit tidak masuk sekolah. Dasar pemalas!”, gerutu seorang guru ketika menyaksikan sebuah bangku kosong di kelasnya.

Beberapa hari kemudian, Si Didit masuk kelas.

“Hem, si pemalas akhirnya datang juga”, gumam si guru.

Semua berjalan sebagaimana mestinya, sampa sebuah sampul buku yang dipinjami oleh guru sobek ketika dipegang oleh Didit.

“Dasar pembuat masalah. Kemarin ketika Kamu tidak ada di kelas, semua baik-baik saja”, hardik guru.

 

Di atas adalah sebuah fragmen ekstrim. Mungkin hal tersebut jarang terjadi seekstrim yang tertulis di atas. Namun jarang bukan berarti tidak ada atau tidak pernah terjadi. Mungkin saja hal seperti ini terjadi, meskipun dengan berbagai versi dan variasi. Sebuah situasi yang membuat anak bagai makan buah simalakama. Apa penyebabnya?

Coba cermati fragmen yang berikut ini,

“Pulang malam lagi. Ayah tidak perhatian sama aku!”, kata Toni dengan wajah cemberut.

Ayah yang pulang dengan sebuah kejutan, merasa loyo karena kata-kata Toni tersebut. Ayah meletakkan sebuah mobil-mobilan kecil yang selama ini diinginkan oleh Toni.

Karena terlanjur sebel dengan ayahnya, Toni menahan diri dan memutuskan tak menjamah hadiah dari ayah.

Keesokan hari, ayah pulang lebih cepat. Karena punya banyak waktu untuk bercengkerama dengan Toni, maka ayah menanyakan tentang sekolahnya, tentang temannya, tentang aktivitasnya seharian.

“Ayah bawel banget sih!”, protes Toni.

 

Fragmen kedua menunjukkan hal yang sama dengan sudut pandang berbeda. Kali ini anak yang membuat orangtua jadi salah tingkah.

Kalau kita cermati, ketaksepahaman dari dua contoh situasi di atas disebabkan oleh hal yang sama, yaitu persepsi. Sang guru berpresepsi bahwa Didit adalah pemalas dan biang onar. Sementara si anak (di fragmen kedua) berpikir bahwa ayahnya tidak perhatian. Sekali sebuah persepsi diyakini, maka persepsi tersebut berpotensi berpaling arah, menguasai diri kita sendiri. Contoh yang digunakan di sini memang lebih kepada persepsi negatif. Hal ini bermaksud sebagai peringatan bahwa persepsi negatif ini amat berbahaya efeknya.

Pernah tidak menyaksikan atau mengalami pelabelan yang kemudian membuat Anda berada pada kondisi yang permanen? Misalnya saja atasan kita menganggap kita kurang baik dalam bekerja, kemudian persepsi ini begitu menguat, sehingga apapun yang kita lakukan (kebaikan sekalipun) selalu dinilai salah. Ketika kita melakukan hal-hal baik, lebih tidak terlihat jika dibandingkan dengan sebuah kesalahan kecil. Artinya, persepsi seseorang yang diyakini dapat menguasai orang tersebut. Apa dampaknya? beberapa kemungkinan dampaknya adalah sebagai berikut:

1. Sulit mengapresiasi orang lain

2. Lebih mudah melihat kesalahan orang

3. Membuat orang serba salah dan selalu berada di posisi yang salah

4. Tidak memberdayakan potesi atau kekuatan orang

5. Kolaborasi tim untuk kemajuan bersama, tidak terwujud

Hati-hati dikuasai persepsi negatif! (foto: female.kompas.com)
Hati-hati dikuasai persepsi negatif! (foto: female.kompas.com)

Lebih parah lagi, jika persepsi ini diwariskan dari satu orang ke orang lain. Coba bayangkan jika persepsi negatif atasan pada contoh di atas, menjelma jadi obrolan, yang diteruskan kepada bawahan. Jika ada satu atau dua orang yang mendengarkan, maka sangat mungkin orang tersebut juga ikut meyakini, sehingga persepsi negatif atasan tentang seorang bawahan disebarkan kepada orang lain. Jika orang lain ikut menyebarkan, maka persepsi negatif tersebut akan semakin masif. Coba bayangkan jika yang dipersepsi negatif tersebut adalah Kamu. Ketika Kamu masuk ke tempat kerja, semua mata memandangmu dengan aneh. Sialnya lagi, ketika warisan ini sudah melembaga (terinternalisasi) pada diri setiap rekan kerja, bahkan setelah atasan sudah tidak ada. Teman kuliahku dulu, sebut saja Nina, malah mengalami kondisi yang lebih ekstrim. Ia dipersepsi negatif oleh atasannya. Ternyata, beberapa bulan kemudian, ia harus menjadi atasan menggantikan atasan sebelumnya. Betapa sulitnya posisi Nina menjadi atasan yang tidak diharapkan. Bawahan Nina justru menjadi agen yang menggerogoti dari dalam, apalagi bawahan Nina sering berkumpul bersama atasannya yang lama. Lebih parah lagi, kalau persepsi tidak dikomunikasikan, tetapi dipendam dan jadi desas-desus.

Apakah kita akan terus berpersepsi negatif, bahkan mewariskannya? Apakah Kamu pernah mengalaminya? 


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *