Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
May 19, 2015 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 0 Comments
Persepsi adalah apa yang kita pikirkan tentang realita. Kita bisa berpersepsi netral, positif, atau negatif. Meskipun persepsi ini dibuat oleh seseorang, namun suatu saat persepsi bisa bebalik menguasai orang yang membuatnya. Karena itu, hati-hati dengan persepsi negatif!
“Sudah hampir seminggu Didit tidak masuk sekolah. Dasar pemalas!”, gerutu seorang guru ketika menyaksikan sebuah bangku kosong di kelasnya.
Beberapa hari kemudian, Si Didit masuk kelas.
“Hem, si pemalas akhirnya datang juga”, gumam si guru.
Semua berjalan sebagaimana mestinya, sampa sebuah sampul buku yang dipinjami oleh guru sobek ketika dipegang oleh Didit.
“Dasar pembuat masalah. Kemarin ketika Kamu tidak ada di kelas, semua baik-baik saja”, hardik guru.
Di atas adalah sebuah fragmen ekstrim. Mungkin hal tersebut jarang terjadi seekstrim yang tertulis di atas. Namun jarang bukan berarti tidak ada atau tidak pernah terjadi. Mungkin saja hal seperti ini terjadi, meskipun dengan berbagai versi dan variasi. Sebuah situasi yang membuat anak bagai makan buah simalakama. Apa penyebabnya?
Coba cermati fragmen yang berikut ini,
“Pulang malam lagi. Ayah tidak perhatian sama aku!”, kata Toni dengan wajah cemberut.
Ayah yang pulang dengan sebuah kejutan, merasa loyo karena kata-kata Toni tersebut. Ayah meletakkan sebuah mobil-mobilan kecil yang selama ini diinginkan oleh Toni.
Karena terlanjur sebel dengan ayahnya, Toni menahan diri dan memutuskan tak menjamah hadiah dari ayah.
Keesokan hari, ayah pulang lebih cepat. Karena punya banyak waktu untuk bercengkerama dengan Toni, maka ayah menanyakan tentang sekolahnya, tentang temannya, tentang aktivitasnya seharian.
“Ayah bawel banget sih!”, protes Toni.
Fragmen kedua menunjukkan hal yang sama dengan sudut pandang berbeda. Kali ini anak yang membuat orangtua jadi salah tingkah.
Kalau kita cermati, ketaksepahaman dari dua contoh situasi di atas disebabkan oleh hal yang sama, yaitu persepsi. Sang guru berpresepsi bahwa Didit adalah pemalas dan biang onar. Sementara si anak (di fragmen kedua) berpikir bahwa ayahnya tidak perhatian. Sekali sebuah persepsi diyakini, maka persepsi tersebut berpotensi berpaling arah, menguasai diri kita sendiri. Contoh yang digunakan di sini memang lebih kepada persepsi negatif. Hal ini bermaksud sebagai peringatan bahwa persepsi negatif ini amat berbahaya efeknya.
Pernah tidak menyaksikan atau mengalami pelabelan yang kemudian membuat Anda berada pada kondisi yang permanen? Misalnya saja atasan kita menganggap kita kurang baik dalam bekerja, kemudian persepsi ini begitu menguat, sehingga apapun yang kita lakukan (kebaikan sekalipun) selalu dinilai salah. Ketika kita melakukan hal-hal baik, lebih tidak terlihat jika dibandingkan dengan sebuah kesalahan kecil. Artinya, persepsi seseorang yang diyakini dapat menguasai orang tersebut. Apa dampaknya? beberapa kemungkinan dampaknya adalah sebagai berikut:
1. Sulit mengapresiasi orang lain
2. Lebih mudah melihat kesalahan orang
3. Membuat orang serba salah dan selalu berada di posisi yang salah
4. Tidak memberdayakan potesi atau kekuatan orang
5. Kolaborasi tim untuk kemajuan bersama, tidak terwujud
Lebih parah lagi, jika persepsi ini diwariskan dari satu orang ke orang lain. Coba bayangkan jika persepsi negatif atasan pada contoh di atas, menjelma jadi obrolan, yang diteruskan kepada bawahan. Jika ada satu atau dua orang yang mendengarkan, maka sangat mungkin orang tersebut juga ikut meyakini, sehingga persepsi negatif atasan tentang seorang bawahan disebarkan kepada orang lain. Jika orang lain ikut menyebarkan, maka persepsi negatif tersebut akan semakin masif. Coba bayangkan jika yang dipersepsi negatif tersebut adalah Kamu. Ketika Kamu masuk ke tempat kerja, semua mata memandangmu dengan aneh. Sialnya lagi, ketika warisan ini sudah melembaga (terinternalisasi) pada diri setiap rekan kerja, bahkan setelah atasan sudah tidak ada. Teman kuliahku dulu, sebut saja Nina, malah mengalami kondisi yang lebih ekstrim. Ia dipersepsi negatif oleh atasannya. Ternyata, beberapa bulan kemudian, ia harus menjadi atasan menggantikan atasan sebelumnya. Betapa sulitnya posisi Nina menjadi atasan yang tidak diharapkan. Bawahan Nina justru menjadi agen yang menggerogoti dari dalam, apalagi bawahan Nina sering berkumpul bersama atasannya yang lama. Lebih parah lagi, kalau persepsi tidak dikomunikasikan, tetapi dipendam dan jadi desas-desus.
Apakah kita akan terus berpersepsi negatif, bahkan mewariskannya? Apakah Kamu pernah mengalaminya?Â
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- Cara Mengatasi Tekanan Fight Flight atau Flow Mana yang Efektif?
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Political Framing: Ketika Kalimat "Apa susahnya membawa anak Palestina ke sini?" Menjadi Populer
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- Makna Resolusi Bersifat Tipikal bagi Setiap Orang
- Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Teori Perkembangan Moral Kohlberg
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Pekerjaan atau Anak?
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Work-Life Balance Apakah Sebuah Fatamorgana?
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi