Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
March 24, 2013 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 4 Comments
Banyak sekali teori tentang belajar, mulai dari yang partial behavioristik sampai yang holistik kognitif. Sepertinya bakalan pusing mempelajari semuanya. Sebenarnya tiap teori itu punya inti yang menjadi ruhnya. Begitu pula dengan Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike.
Kamis (21/3) beberapa hari yang lalu, aku memandu proses belajar mata kuliah Psikologi Belajar. Kali ini pokok bahasannya tentang Teori Belajar Thorndike. Model belajarnya dengan cara presentasi kelompok. Di tiap pertemuan akan ada kelompok yang presentasi.
Sebelum kuliah, ada 2 makalah mampir ke mejaku. Iya, tentu saja makalah tentang Teori Belajar Thorndike. Kelasnya memang ada 4 dengan 2 dosen. Jadi tiap dosen meng-handle 2 kelas. Karena itulah ada 2 makalah yang datang padaku. Aku baca-baca 2 makalah tersebut. Isinya sama saja dengan yang ada di buku. Ya pastinya lah, lha wong memang presentasinya tentang Teori Belajar Thorndike yang ada di buku Teori Belajar. Maksudnya lebih jauh dari itu. Ini berarti tidak ada penarikan sari pati dari teori belajar behavioristik Edward Lee Thorndike. Kalau ada, pasti kalimatnya tidak akan banyak copy-paste dari buku.
Hal ini bisa dimaklumi, karena memang teori belajar itu banyak sekali. Kalau lihat bukunya yang segepok, pasti langsung puyeng. Lebih pusing lagi kalau mempelajari itu semua untuk keperluan ujian. Pasti lebih berat jika awal berpikirnya untuk kepentingan ujian, karena energinya dikuras untuk mempelajari semua bagian, agar bisa menjawab semuanya dan nilainya bagus. Yang seperti ini sudah pasti rugi, karena lebih instant. Ujian berakhir maka yang dipelajari memudar. Beda jika orientasinya ditujukan untuk lebih memahami kehidupan atau untuk diaplikasikan dalam aktivitas sehari-hari. Pasti akan lebih mudah ingat dan lebih punya makna.
Untuk keperluan belajar hidup dan kehidupan tersebut, teori belajar yang seambreg itu sebenarnya bisa kita kenali intinya. Khusus untuk teori belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike, kita akan coba pahami apa intinya dan bagaimana benang merah dari inti-inti tersebut.
Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike dikenal dengan connectionism, dan yang paling familiar dengan telinga kita adalah belajar dengan cara trial and error. Masih ingat tidak? Thorndike identik dengan teori tersebut. Karena itu, pegang dulu apa yang sudah familiar dengan kita.
Pada saat memandu kuliah dengan pokok bahasa Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike kemarin, seorang mahasiswa membuat bagan yang berupa gambar-gambar. Bagan tersebut digunakan untuk menjelaskan pembentukan perilaku. Dalam bagan tersebut, disebutkan istilah ‘prestasi’ dan ‘perhatian orangtua’ sebagai faktor yang mempengaruhi.
Gambar yang dibuat mahasiswa ini dihubungkan dengan jurnal yang mereka kaitkan dengan Teori Belajar Thorndike.
Apa yang belum tepat dari gambar tersebut. Aku katakan kepada mereka, bahwa gambar mereka terlalu bagus. Thondike tidak mungkin bisa menggambar sebagus itu. Para mahasiswa langsung tertawa. Aku bilang, gambar tersebut nggak Thorndike banget. Kalau pun Thorndike memaksakan diri untuk menggambar, jadinya seperti ini,
Beda banget gambarnya bukan? Sudah pasti gambar mahasiswa lebih bagus daripada gambarnya Thorndike.
Dalam Teori Belajar Connectionism, Thorndike ‘tidak mengenal’ prestasi maupun parhatian orangtua. Kedua hal tersebut kesulitan jika dilibatkan dalam koneksi-koneksi, karena keduanya tidak bisa diubah menjadi impuls (semacam gerak rangsangan). Yang bisa diubah menjadi impuls, misalnya diberi uang, dibelai, dielus (jika mengacu pada perhatian orangtua) atau nilai ujian, dapat hadiah (jika mengacu pada prestasi). Yang bisa diubah menjadi impuls, berarti bisa dikoneksikan dari satu titik ke titik yang lain. Perhatikan gambar di atas. Stimulus O bisa dihantarkan ke A. Jika seorang anak mendapat hadiah karena nilai ujiannya bagus, maka mereka akan lebih rajin mebalajar. Jika yang membuat nilai ujiannya bagus adalah membaca catatan, maka dia akan memperkuat perilaku membaca catatan.
Kalau berbicara tentang perhatian orangtua atau prestas, seperti yang juga ada di gambarnya Thorndike, berarti cara belajar kita melampaui titik-titik pada gambar tersebut. Ini berarti terjadi lompatan menuju konsep besar. Lompatan ini hanya ada pada belajar secara insightful.
Thorndike ‘tidak mengenal’ insight dalam belajar. Teori belajar Thorndike secara incremental, yaitu koneksi antar titik-titik. Pada setiap titik adalah stimulus dan respons konkrit. Jika memberi permen membuat anak lebih rajin datang ke kelas, maka permen akan diberikan. Terjadi koneksi antara pemberian permen dengan datang ke kelas. Jika ternyata permen tidak manjur dan ternyata anak lebih rajin datang ketika diberi ciuman, maka berarti telah terjadi penguatan pada ciuman dan pelemahan pada pemberian permen. Proses coba dan ganti inilah yang disebut trial and error dalam teori belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike.
Namun demikian, reaksi terhadap sebuah stimulus bisa digantikan oleh reaksi yang bersesuaian atau berdekatan. Misalnya suatu saat terjadi ban bocor. Perilaku pertama yang diambil adalah dengan menuntun sepeda sampai ke tukang tambal ban. Suatu saat, yang punya sepeda mencoba menelpon sebuah bengkel, dan ternyata bengkel tersebut mau menjemput. Maka untuk selanjutnya, perilaku menuntun sepeda ke bengkel akan digantikan dengan perilaku menelpon bengkel. Jika perilaku menuntun sepeda ke bengkel adalah A dan perilaku menelpon bengkel adalah B, maka terjadi pergeseran dari A dan B. Pasangan O dan A jadi lemah, sedangkan pasangan O dengan B jadi kuat. Ini yang disebut pergeseran asosiatif di teori belajar Thorndike. Coba lihat gambar di atas.
Contoh dengan ilustrasi gambar yang telah dijelaskan di atas, sangat bersesuaian dengan hukum-hukum belajar Thorndike. Misalnya hukum primer yang terdiri dari law of readiness, law of excercise dan law effect. Bisa kan menjalaskan contoh (misalnya ban sepeda bocor) di atas dengan ketiga hukum tersebut? Biar lebih mudah ingat inti teorinya. Kata kunci dari law of readiness adalah kesiapan. Pengenalan terhadap stimulus yang dihubungkan terhadap respon tertentu membentuk kesiapan. Kata kunci dari exercise adalah latihan. Hubunganyang efektif antara stimulus dan respon berefek latihan. Karena itu hubungannya akan diperkuat. Kata kunci dari effect adalah dampak. Sebuah perilaku yang berdampak positif akan memperkuat pasangan stmulus dan respon.
Selain hukum primer, Thorndike juga mempunyai hukum sekunder, yang terdiri dari law of multiple respons, law of assimilation dan law of partial activity. Bagaimana penjelasan ketiganya jika dihubungkan dengan contoh di atas? Sebelumnya kit pahami dulu kata kuncinya.
Kata kunci dari multiple respons adalah kemungkinan respons atas sebuah stimulus. Artinya, respons bisa bermacam-macam atas stimulus tunggal. Karena bermacam-macam, maka bisa saling menggantikan. Coba perhatikan lagi penjelasan tentang pergeseran asosiatif. Kata kunci dari asimilasi adalah kesamaan sifat respons dan stimulus. Respons bisa saling menggantikan karena ada kesamaan sifat. Begitu juga dengan kesamaan stimulus. Sifat stimulus yang bersesuaian bisa saja direspons dengan respons yang sama. Kata kunci dari partial activity adalah memilih respons spesifik. Karena stimulus dan respons dalam belajar Thorndike adalah spesifik, maka seperti pada gambar di atas, hubungan keduanya bisa terjadi sangat spesifik. Pasangan stimulus dan respons ini pun bisa memilih dan beralih. Nah, sekarang coba jelaskan dengan menggunakan contoh di atas (misalnya ban sepeda bocor).
Demikian inti dari Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike. Apa yang Kamu telah pelajari dari penjelasan teori ini?
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Work-Life Balance Apakah Sebuah Fatamorgana?
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Political Framing: Ketika Kalimat "Apa susahnya membawa anak Palestina ke sini?" Menjadi Populer
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Pekerjaan atau Anak?
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Air Mata sebagai Emotional Release
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Cara Mengatasi Tekanan Fight Flight atau Flow Mana yang Efektif?
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Teori Perkembangan Moral Kohlberg
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Makna Resolusi Bersifat Tipikal bagi Setiap Orang
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- 7 Efek Tertawa dari Hati
4 Comments