Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
May 22, 2013 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 3 Comments
Dua hal dalam proses belajar yang paling terkenal dari teori belajar Vygotsky adalah zone of proximal development dan scaffolding.
Sebelum membahas tentang zone of proximal development dan scaffolding pada teori belajar Vygotsky, kita akan berkenalan dulu dengan Vygotsky. Silahkan salaman hehehe.
Lev Semynovich Vygotsky adalah seorang ahli psikologi konstruktivist. Dia lahir di Tsarist Rusia, 17 November 1896. Awalnya ia menekuni bidang sastra. Namun ia diminta mengajar psikologi, selain sastra. Karena itu, ia mulai tertarik untuk belajar psikologi. Studinya berlanjut di Moscow Institute of Psychology dengan disertasinya berjudul “Psychology of Art”.
Aku kira kenalannya sudah cukup. Kalau kebanyakan, ntar malah jadi jatuh cinta sama Vygotsky. Kita kembali ke zone of proximal development atau ZPD dan scaffolding.
Zone of Proximal Development
ZPD adalah zona antara tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual tampak dari kemampuan anak menyelesaikan tugas-tugas secara mandiri. Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan anak menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah dengan bantuan orang dewasa. Ketika masuk dalam ZPD, maka anak sebenarnya bisa, tetapi akan lebih optimal jika orang dewasa atau pendamping yang lebih tahu, membantunya untuk mencapai tingkat perkembangan aktual.
Pada kelas Psikologi Belajar yang sedang membahas tentang teori belajar Vygotsky, ada pertanyaan menarik, “Apakah anak harus dibantu? Tidak bisakan anak belajar sendiri?”. Kondisi terbantu (tanpa dibantu) adalah kondisi dimana anak berada pada tingkat perkembangna aktual. Kondisi ini akan dicapai dengan lebih optimal dengan bantuan, jika anak memang masih belum menguasai apa yang dipelajari.
Untuk memudahkan, perhatikan contoh berikut. Kita akan mengajari anak mengenal angka dua. Berkenaan dengan ‘dua’, kita bisa mengajari paling tidak dua hal, bentuk angka dan jumlah atau angka dua sebagai kuantitas. Selain itu, anak juga bisa belajar ‘dua’ berkenaan dengan keterampilan, misalnya menuliskannya. Sekarang, kita akan menggunakan pengenalan angka dua sebagai contohnya. Perhatikan gambar berikut.
Dalam belajar mengenal bentuk ‘dua’ (ucapkan kata ‘dua’), anak mempunyai berbagai kemungkinan acak. Untuk anak yang belum mengenal angka sama sekali, sangat mungkin anak akan memasangkan ‘dua’ dengan bentuk-bentuk yang sama sekali bukan angka. Perhatikan gambar berikut.
Nah, di sinilah fungsi pendamping atau orang dewasa yang membantunya, yaitu untuk memasukkan kognisi anak ke dalam struktur yang lebih dekat dengan bentuk angka. Dengan bantuan, diharapkan anak mulai mengenal bentuk angka, sehingga ‘dua’ hanya mungkin dipasangkan dengan bentuk-bentuk angka tersebut. perhatikan gambar berikut.
Gambar tersebut belum menunjukkan cara berpikir anak yang sesunggunya. Karena jika dibuat pergeseran cara berpikir yang benar-benar seperti cara berpikir anak, maka belum tentu angka-angka tersebut berurutan dari 1 sampai 6. Bisa saja posisinya tersusun acak atau tidak tersusun sama sekali. Anggap saja anak telah memasuki tahap ini. Dan akhirnya anak mengenal bentuk ‘dua’ seperti di gambar berikut ini.
Contoh ini untuk mempermudah kita dalam mempelajari zone of proximal development dalam proses belajar. Contoh lain bisa diterapkan pada mengenali ‘dua’ sebagai kuantitas, yaitu sebuah angka yang menunjuk pada jumlah tertentu, misalnya dua kelereng, dua kubus dan seterusnya. Belum lagi kalau kita ingin mengajari anak tidak hanya mengenali atau menunjukkannya, tetapi juga menuliskannya.
Scaffolding
Bagaimana dengan scaffolding? Scaffolding dapat diartikan, memberikan sejumlah bantuan dalam tahap awal pembelajaran, setelah itu baru melepaskan anak untuk punya tanggung jawab sendiri dalam proses belajarnya, setelah ia menguasai bahan yang dipelajari.
Jika menggunakan contoh mengenali bentuk ‘dua’ di atas, maka kita bisa lihat kemampuan anak menunjuk angka dua ketika kita mengatakan ‘dua’. Atau boleh juga meminta anak untuk mengambil angka dua di tumpukan mainan yang berbentuk angka-angka lainnya.
Demikian pembahasan tentang zone of proximal development dan scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky. Apakah Kamu juga menggunakan cara ini dalam mengajari anak/adik?
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Selalu Ada Jalan untuk Segala Keruwetan Hidup Asalkan Lakukan Hal Ini
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Work-Life Balance Apakah Sebuah Fatamorgana?
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- Makna Resolusi Bersifat Tipikal bagi Setiap Orang
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- Cara Mengatasi Tekanan Fight Flight atau Flow Mana yang Efektif?
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Political Framing: Ketika Kalimat "Apa susahnya membawa anak Palestina ke sini?" Menjadi Populer
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Air Mata sebagai Emotional Release
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
3 Comments