Anak rewel atau nakal adalah salah satu keluhan paling populer di kalangan orangtua. Mengetahui paradigma ‘rewel’ dan ‘nakal’ pada anak (beserta perbedaannya) sangat penting, sebelum kita beranjak kepada metode atau cara mengatasinya.
Apakah Ayah, Bunda, Kakak pernah kewalahan menghadapi anak, adik, atau keponakannya, gegara mereka ‘bikin ulah’? Merengek minta sesuatu, tetapi ketika dituruti, beralih ingin yang lain. Ada juga anak yang mengerjai temannya di saat yang tidak tepat untuk bermain-main. Dari sini, kata yang populer dilabelkan kepada anak adalah ‘rewel’ atau sebagian ada yang bilang ‘nakal’.
‘Rewel’ adalah kata yang lebih moderat yang diberlakukan untuk anak, dibanding kata ‘nakal’. Sebelum membedakannya, mari kita luruskan lebih dulu, kenapa kata ini menggunakan tanda kutip. Pertama, karena kami membahasnya dalam konteks kata. Ketika sesuatu tersebut adalah kata atau istilah yang dibahas, maka kami akan memberikan tanda kutip. Kedua, karena rewel bersifat sangat perseptual, tergantung mata dan kepala dari orang yang melihatnya. Ada orangtua yang menganggap bahwa ulah anaknya adalah sesuatu yang biasa sebagai anak kecil. Sementara orangtua yang lain sudah merasa menyerah, sehingga mengatakan bahwa anaknya rewel.
Sekarang, mari kita bedakan ‘rewel’ dan ‘nakal’. Pembeda keduanya didasarkan pada intensi atau niat untuk melakukannya. ‘Rewel’ merupakan bentuk manifestasi dorongan dari dalam diri anak. ‘Rewel’ sangat bersifat instinktif dan intuitif. Jika kita menemukan anak dengan permintaan beraneka macam, atau anak beralih dengan cepat dari satu keinginan ke keinginan yang lain, maka kita dapat mengenalinya sebagai bentuk dorongan dari dalam. Tidak ada anak yang memiliki intensi untuk menyusahkan orangtua dengan keinginan-keinginannya tersebut. Itu adalah hasrat dari dalam dirinya dan tentu saja berorientasi pada dirinya sendiri (ego sentris).
‘Nakal’ bergeser kepada intensi sadar atas perbuatannya tersebut. Anak sengaja melakukannya untuk mendatangkan efek langsung dari perilakunya tersebut. Misalnya anak yang memukul atau menjegal temannya, bisa jadi memiliki intensi bermacam-macam. Karena itu, label ‘nakal’ seharusnya tidak mudah untuk diberikan kepada anak, karena intensi tidak dapat dilihat. Ada anak yang bertindak secara impulsif. Jika hal ini dilakukan, maka tidak tepat jika kita mengatakan bahwa anak tersebut adalah nakal, karena ia melakukannya lebih didorong oleh faktor kesadaran. Ada anak yang melakukannya dengan tujuan bergurau namun tidak memperhitungkan konsekuensinya. Ini juga tidak bisa dengan mudahnya kita bilang ‘nakal’. Nah halau yang bisa dikatakan ‘nakal’ yang seperti apa hayo? Ya tentu saja di luar yang dua tadi. Anak sengaja melakukannya untuk mencelakai orang lain.
Kembali kepada term ‘rewel’. Karena dorongan rewel lebih bersifat instinktif dan dari dalam, maka rewel biasanya terjadi pada anak dengan orientasi ego sentrisme yang tinggi. Biasanya hal ini terjadi pada anak dengan usia sangat muda atau masih kecil. Untuk itu, mari kita bikin patokan.
Lebih amannya, kita dapat menggunakan usia sebagai patokan. Usia dengan ego sentrisme tinggi dan bersifat instinktif terjadi pada bayi dan anak-anak. Karena itu, patokannya dapat menggunakan usia anak, yaitu maksimal 7 atau 8 tahun. Di bawah usia tersebut, atau semakin muda dan ke arah usia bayi, maka kata ‘rewel’ lebih sesuai.
Namun demikian, seperti yang kami sebutkan sebelumnya, ‘rewel’ maupun ‘nakal’ adalah label. Hati-hati dalam menggunakan label, karena pernyataan kita akan memperkuat pikiran kita. Karena itu, label ‘rewel’ atau ‘nakal’ akan memperkuat persepsi kita bahwa anak adalah rewel atau nakal. Akan lebih baik jika kita meletakkan pada konteks karakteristik usia anak. Artinya, perilaku anak adalah sebagai wujud alamiah dari usia perkembangannya. Mereka melakukannya atas dorongan instinktif dan lebih bersifat ego sentris. Maka proporsionallah dalam memandang perilaku mereka.
Demikian, perbedaan paradigma ‘rewel’ dan ‘nakal’. Pemehaman terhadap setiap term yang kita berlakukan untuk anak, akan menentukan bagaimana kita berpikir dan berperilaku terhadap mereka. Semoga kita bisa lebih bijaksana dalam menggunakan istilah untuk anak kita.
Di tulisan selanjutnya, kita akan beranjak kepada metode atau cara untuk menghandle anak yang kita katakan ‘rewel’. Terus ikuti artikel dari kami ya Ayah, Bunda, Kakak semua…