Tips Mengendalikan Kekhawatiran terhadap Anak


Wajar kalau orangtua mengkhawatirkan anaknya, misalnya ketika melakukan permainan yang berbahaya. Namun kekhawatiran yang berlebihan dan ditampakkan, akan menjadi sumber ketakutan anak. Karena itu kita perlu tahu, bagaimana mengendalikan kekhawatiran terhadap anak.

Pernah berkunjung ke tempat bermain anak? Misalnya saja di taman atau di mall? Kita sering menyaksikan orangtua atau pengasuh yang terus membuntuti anaknya. Setiap langkah diiringi, setiap melakukan sesuatu dituntun dan dibantu. Ketika memanjat dan berjalan di papan titian, tangan orangtua atau pengasuh tak henti-henti memegang dari belakang punggung atau di bawah lengan. Akibatnya, anak yang sebelumnya berani merayap ke atas perosotan melalui tangga, jadi menyandarkan tubuhnya di tangan orangtua atau pengasuhnya.

Apakah pernah menyaksikan kejadian seperti ilustrasi di atas? Atau mungkin Kamu adalah orangtua atau pengasuh yang seperti itu? Dari cerita tersebut, kiranya kita dapat membayangkan, apa efeknya jika anak terus ditempel, dibuntuti dan dilayani secara berlebih. Pada tulisan sebelumnya, juga sudah dibahas tentang dampak kekhawatiran yang berlebihan bagi anak. Karena itu, kekhawatiran orangtua terhadap anak perlu dikendalikan.

Berikut ini adalah beberapa hal penting yang bisa diperhatikan untuk mengendalikan kekhawatiran terhadap anak.

1. Kenali kekuatan dan kelemahan anak

Mengenali kekuatan dan kelemahan anak ini penting sebagai modal, agar kita merasa yakin dan tidak terlalu khawatir akan kejadian atau sesuatu yang sedang dilakukan oleh anak. Misalnya saja kita tahu bahwa anak kita secara fisik kuat. Berarti untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan fisik, kita bisa sedikit lebih merasa tenang. Contoh yang lebih spesifik, anak punya keseimbangan tubuh yang baik. Maka kita tak perlu terlalu khawatir ketika anak bermain di ayunan dan papan titian.

2. Pastikan lingkungan sekitar anak tetap aman

Untuk menjamin kita merasa aman dan anak merasa nyaman, maka kita perlu pastikan, di sekitar anak tidak ada sesuatu yang membahayakan, misalnya menda tajam, lobang selokan yang dalam dan sebagainya. Namun yang perlu digarisbawahi, jangan sampai pengamatan dan tindakan kita untuk mengamankan lingkungan sekitar anak, terlihat oleh anak sebagai kekhawatiran atau kecemasan.

3. Utamakan mengamati daripada mengambil tindakan

Soal mengamati ini sudah disinggung di tulisan tentang memberikan bantuan yang mendidik dan artikel tentang mengajari anak menghadapi kondisi sulit. Mengamati di sini berarti luas. Kita bisa mengamati saat anak bermain atau ketika anak mengalami sesuatu, misalnya terjatuh. Ketika bermain, maka ketika semua sudah dipastikan aman, maka biarkan anak bermain. Kita cukup mengamati saja. Begitu juga ketika terjadi sesuatu pada anak, misalnya terjatuh. Kita amati dulu, bagaimana reaksi anak. Sedapat mungkin ekspresi kita tetap tenang. Ketenangan kita ini penting, agar anak tidak bereaksi negatif, misalnya ketakutan atau menangis cemas. Kalaupun anak mengeluh atau menangis, tetap amati satu atau dua menit. Barangkali saja anak sudah bisa bangkit sendiri.

4. Berikan pernyataan positif atas tindakan dan kejadian yang menimpa anak

Ketika anak melakukan sesuatu, tak jarang kita mendengar orangtua berkata, “Awas, nanti jatuh lho!”, “Hayo hayo!”, “Aduh, itu bahaya!”, dan sejenisnya. Tidak ada yang salah dengan pernyataan ini. Namun alangkah lebih baik jika ditahan dulu. Ketika kata-kata seperti ini diucapkan, anak akan mengurungkan niatnya untuk melakukan. Lebih parah lagi, anak mengurungkan niatnya disertai dengan ketakutan. Jika ini terbiasa dilakukan, maka akan membentuk perasaan aman ketika anak tidak melakukan, dan memperkuat kekhawatiran ketika anak melakukan. Ucapkan kata-kata positif, misalnya “Ayo Kamu bisa!”, “Asal hati-hati, pasti sampai”, “Ayo coba lagi!”, dan sebagainya.

5. Ikut beraktivitas atau bermain bersama anak

Untuk menetralisir rasa khawatir, kita bisa turut serta bermain bersama anak. Selain bisa menetralisir kekhawatiran, ikut bermain juga bisa jadi sarana bagi orangtua untuk memastikan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

6. Yakini bahwa ada aspek belajar dari kejadian

“Tak ada noda, ya tidak belajar”. Pernah tahu kata-kata seperti itu? Ya, itu adalah tagline dari sebuah iklan deterjen. Ada benarnya juga, bahwa anak juga bisa belajar dari kejadian. Jika kita berpikir untuk jangka panjang, maka kita tidak akan menghilangkan kesempatan anak untuk mengalami banyak hal.

Mengendalikan kekhawatiran kita, dapat membangun sikap positif terhadap kehidupan (foto: mizan.com)

Demikian cara mengendalikan kekhawatiran terhadap anak. Apakah ada tips atau trik yang lainnya? Silahkan tuliskan di bagian komentar.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *