Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
October 16, 2017 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 0 Comments
Kesehatan mental menjadi kebutuhan yang tak kalah pentingnya, disamping kesehatan fisik, dimanapun kita berada, termasuk di tempat kerja. Sudah cukup sehatkah mental kita di tempat kerja?
Sehubungan dengan Hari Kesehatan Mental Dunia yang jatuh pada 10 Oktober, tulisan ini tergolong telat. Tapi itu cuma soal momentum. Mengaji dan membangun kesehatan mental masyarakat adalah upaya yang tak terikat waktu dan tempat, baik dengan adanya peringatan atau tanpa peringatan, baik di rumah maupun di tempat kerja.
Sehubungan dengan kesehatan mental di tempat kerja, berarti kita berbicara tentang keterkaitan pekerjaan dengan kondisi mental kita sebagia pekerjanya, apapun pekejaan kita. Masih ingat dengan Chester Bennington, vokalis Lilnkin Park yang meninggal pada 20 Juil 2017 lalu? Beberapa bulan belakangan juga terjadi kasus bunuh diri yang direkam di media sosial, dan yang paling menggemperkan adalah yang terjadi di negera kita, yaitu PI yang kematiannya direkam di facebook. Konten ini segera diblokir oleh facebook atas permintaan Kemenkominfo.
Belajar dari kasus bunuh diri tersebut, maka kondisi mental bangsa ini sudah sedemikan mengkhawatirkan. Ketidaksehatan mental yang bersifat individual tersebut sekarang sudah merambah ranah publik. Artinya, aksi serupa telah ditawarkan menjadi cara alternatif untuk menyerah terhadap hidup.
Berawal dari banyak anteseden dan bertepatan dengan Hari Kesehatan Mental Dunia, berbagai pihak beruapaya untuk mewujudkan atmosfir yang sehat untuk membangun mental yang sehat, termasuk di lingkungan kerja. Ada yang berupaya mengajinya, dan ada pula yang berusaha mencari solusinya. Perhatikan tulisan di social media berikut ini:
Tulisan yang saya tangkap tersebut menunjukkan bahwa mengaji atau mengupayakan kesehatan mental, perlu mencermati dua hal, yaitu isi dan cara atau media. Begitupun ketika berbicara tentang kesehatan mental di tempat kerja, kita seharusnya mencermati kedua hal tersebut. Isi berkenaan dengan beban kerja atau isi pekerjaan, sedangkan cara atau media berkenaan dengan bagaimana pekerjaan tersebut dijalankan. Dengan bertolak pada dua hal tersebut, kita bisa mengenali pemicu sakit mental di dunia kerja, apakah karena beban kerja, karena cara/media kerja yang tidak sesuai, atau karena keduanya.
Namun fenomena yang lebih unik dari pemilahan kedua sumber sakit tersebut, yaitu bergesernya dari substansi kepada hal yang nonsubstansial. Misalnya saja di pekerjaan kita, yang substansial adalah tentang tugas atau pencapaian target. Di tengah jalan, tanpa disadari kita terjebak pada caranya. Jika memang luaran akhirnya pada pencapaian tujuan, maka cara adalah jalan, bukan substansi. Namun sebaliknya, jika titik tekannya pada proses pembelajaran, maka cara menjadi hal yang penting.
Mari kita cermati pertanyaan tanggapan atas dua tulisan pada gambar di atas. Seseorang bertanya, “Bagaimana dengan pelaksanaan Tri Dharma di perguruan tinggi?”. Ok, mari kita cermati dengan kacamata substansi dan bukan substansi, antara tujuan dan cara.
Secara etimologi, Tri Dharma Perguruan Tinggi dapat diartikan tiga kewajiban di perguruan tinggi. Artinya, ada tiga hal yang harus dikembangkan atau dilaksanakan di perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian masyarakat. Pertanyaannya, apkah ketiga hal tersebut adalah tujuan atau cara, apakah tiga hal tersebut adalah substansi atau wadah? Jika terjebak kepada yang bukan substansi, maka bisa jadi hal itu membebani. Jika tiga kewajiban tersebut diartikan ‘harus telaksana’, maka beban akan beralih kepada pelaksanaan. Artinya, tiga hal tersebut wajib dilaksanakan oleh setiap person yang ada di dalamnya, dalam hal ini dosen. Hal ini lah yang membuat kita terjebak pada keriuhan pelaksanaannya, bukan isi yang dilaksanakan. Dosen berusaha memenuhi tiga hal tersebut sebagai kewajiban. Ditambah lagi dengan tujuan yang bergeser, dari isi publikasi kepada angka kredit dari terlaksanakannya kewajiban. Begitu pula dengan standar scopus dari publikasi. Ini semakin menggeser jaduh dari Tri Dharma. Bahkan Tri Dharma bisa tersandera oleh penjajah baru yang berlabel scopus. Hasil karya bukan lagi dilihat dari nilai guna atau aplikasinya, tetapi dipatok oleh popularitas di dunia yang semakin tak nyata. Ini juga analog dengan konflik yang dipicu oleh ditemukannya teknologi yang disebut uang, yang menggeser kebutuhan dari barang yang substansial kepada simbol alat pembelian/pertukaran.
Bergesernya dari substansi ini membuat kita semakin mengejar sesuatu yang tak nyata, yang sayangnya hal tersebut berbalik mengontrol kehidupan kita. Bagaimana bisa sejahtera secara mental, sementara kita hidup di standar kesehatan yang tak kita butuhkan. Kita hidup di standar kesejahteraan yang tak substansial bagi hidup kita. Kapan kita berani menggali kekuatan diri, hidup untuk kebutuhan yang paling substansial, serta melakukannya dengan cara kita yang paling sesuai. Ini (bisa dibilang salah satu) pemicu kerentanan mental adalah mulai dikendalikannya kita sebagai pencipta oleh sesuatu yang kita ciptakan, lebih parah lagi jika diciptakan oleh orang lailn.
Sudah cukup sehatkah mental kita di tempat kerja?
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Political Framing: Ketika Kalimat "Apa susahnya membawa anak Palestina ke sini?" Menjadi Populer
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Selalu Ada Jalan untuk Segala Keruwetan Hidup Asalkan Lakukan Hal Ini
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Pekerjaan atau Anak?
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Air Mata sebagai Emotional Release
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Cara Mengatasi Tekanan Fight Flight atau Flow Mana yang Efektif?
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?
- Teori Perkembangan Moral Kohlberg
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Makna Resolusi Bersifat Tipikal bagi Setiap Orang
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak