Seni Pengawasan terhadap Anak
December 4, 2013 . by rudicahyo . in Featured, Parenting . 4 Comments
Anak perlu diawasi. Berbicara pengawasan, kadang orangtua bingung, apakah dilonggari atau diketati. Karena itulah pengawasan terhadap anak adalah sebuah seni. Bagaimana seni pengawasan untuk anak?
Seorang ibu yang pernah ikut talkshow creative parenting menceritakan pengalamannya tentang pengawasan anak. Anaknya usia 3 tahun. Si ibu ini mengajak anaknya ke mall. Berdasarkan ilmu yang sudah dia dapat dari talkshow, dia punya pendirian bahwa anak tidak perlu diawasi. Ketika orangtua terlalu ketat mengawasi anak, maka anak juga akan mempersepsi hal itu tersebut sebagai suasana pengawasan yang mengekang atau justru bisa dimanfaatkan. Dia lebih banyak melepas anaknya.
Suatu ketika, si anak naik ke depan trolley belanja. Dia memanjat di depan dan menaiki trolley dengan berdiri. Sementara itu, ibu mendorongnya. Tetap dengan wajah yang santai, si ibu mendorong trolley sambil melihat-lihat etalase di kanan dan kirinya. Sampai dia tidak menyadari, kaki anaknya menggantung. Dia hanya berpegangan dengan tangan, sementara kakinya tidak berpijak di besi trolley. Karena kelelahan, anak melepaskan pegangannya, sementara ibunya tetap mendorong trolley. Akibatnya, pipi anak terbentur besi trolley. Dia mengeluh giginya sakit. Pengalaman ini menjadi keluhan yang diceritakan si ibu kepadaku.
Satu sisi, ibu tersebut begitu mengingat isi talkshow saya tentang membentuk atmosfir yang aman dan nyaman bagi anak. Ketika anak dalam kondisi apapun, misalnya menjelang jatuh atau sudah jatuh, wajah dan respon orangtua lebih baik tetap tenang, tetapi tetap sigap juga memberikan tindakan. Ketenangan si ibu ini membuatnya begitu santai, tidak mengawasi anaknya yang sedang memanjat dan bergelantungan di trolley. Berarti, di sisi lain, si ibu ini tidak menerapkan pengawasan sebagai sebuah seni. Bagaimana seni pengawasan terhadap anak?
Sebelum membahas seni pengawasan terhadap anak, kita singgung dulu pentingnya membentuk atmosfir yang nyaman dan aman bagi anak. Memang benar, anak sangat peka mengamati ekspresi dan gestur kita. Kecemasan, ketakutan atau bahkan perhatian yang kita berikan, dapat ditangkap dengan baik oleh anak.
Karena anak mengamati dengan baik reaksi kita terhadap situasi yang melibatkannya, ada dua kecenderungan tindakan anak atas situasi ini. Pertama, anak akan tertular merasa takut atau cemas. Misalnya saja ketika anak jatuh, orangtua langsung menjerit, “Aduh…!”, apalagi ditambah mengomeli. Maka anak akan cenderung trauma dan takut mengulanginya lagi. Padahal, bisa jadi peristiwa tersebut justru menjadi kesempatan belajar bagi anak. Tindakan kedua yang mungkin dilakukan oleh anak adalah memanfaatkan. Jika anak tahu, dengan tindakan yang dilakukan membuatnya lebih diperhatikan, maka ia akan menggulanginya. Misalnya saja ketika anak berlari menjauh ke keramaian. Jika kita mengikuti, maka anak akan merasa bahwa ia diikuti, jadi tidak mengapa bermain lari-lari menjauh. Namun jika kita tetap tenang seolah tidak cemas dan tidak terlalu peduli, maka anak dengan sendirinya akan kembali. Nah, hal inilah yang membutuhkan seni pengawasan, karena ada kemungkinan anak tidak peduli dan terus berlari, misalnya ketika ada yang sangat menarik perhatiannya.
Untuk itu, orangtua tetap perlu mengawasi anak, meskipun tetap mempertahankan ekspresi dan gestur tetap tenang. Hati boleh resah, tetapi sedapat mungkin mampu mengontrol agar tidak nampak dari luarannya. Seperti contoh anak yang naik trolley. Boleh lah kalau si ibu tetap santai dan melihat-lihat etalase samping kanan kiri, tetapi matanya tetap terbagi, tetap mengawasi anak yang sedang bermain di depan trolley. Sehingga jika anak melepaskan pegangannya dan melorot ke bawah, anak tidak sampai terjatuh karena tertabrak trolley. Dengan melakukan pengawasan diam-diam, si ibu akan lebih mudah untuk mengerem trolleynya ketika anak melepas pegangannya.
Begitulah yang disebut seni pengawasan terhadap anak. Tetap cool untuk membentuk suasana yang aman dan nyaman bagi anak, tetapi secara diam-diam tetap melakukan perhatian penuh tanpa anak tahu apa yang sedang kita rasakan. Karena itu, seni pengawasan memang membutuhkan kontrol diri yang cukup baik.
Demikian pembahasan tentang seni pengawasan terhadap anak. Mudah-mudahan bermanfaat.
Jika ingin share pengalaman tentang seni pengawasan, silahkan tuliskan di bagian komentar, di bawah artikel ini. Terimakasih
Artikel tentang Featured, Parenting Lainnya:
- Kenapa Orangtua Kesulitan Melakukan Pendidikan Seks Usia Dini?
- Mengajari Anak Berpuasa dengan Lebih Bermakna
- Kendala Membangun Atmosfir Egaliter dalam Keluarga
- Menjatuhkan Mental Anak, Sering Tidak Disadari
- Berikan Alasan Realistis untuk Anak
- 4 Langkah Sederhana Belajar Menulis Cerita
- Tentang Pengasuhan, Mau Ketat atau Longgar?
- Bagaimana Sikap yang Tepat terhadap Cara Bermain Anak?
- Hubungan Ayah Bunda dan Pengaruhnya Buat Perkembangan Anak
- WAJIB TERUS DITUMBUHKAN Kesadaran Parenting sebagai Bentuk Pendidikan Pertama
- Dari Galau Hingga Oportunistik, Diawali dari Problem Pengasuhan
- 3 Modal Utama Anak Aktif
- Haruskah Dongeng Sebelum Tidur?
- Bagaimana Orangtua yang Bekerja Menjaga Perkembangan Emosi Anak Tetap Sehat?
- Anak Anda Mogok Sekolah? Mari Kita Coba Mengatasinya!
- Menggunakan Sudut Pandang Anak untuk Lebih Memahami Anak
- Bagaimana Menggunakan Kata JANGAN untuk Anak?
- Tips Mengendalikan Kekhawatiran terhadap Anak
- 10 Contoh bahwa Menulis Itu Mudah
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Dampak Atmosfir Egaliter bagi Rasa Percaya Diri Anak
- Tips Mengubah Perilaku Anak dengan Memperbanyak Variasi Pilihan
- 5 Dampak Ketidakpercayaan kepada Anak
- 5 Alasan Fundamental Kenapa Membudayakan Membaca pada Anak Sangat Penting?
- Jati Diri Anak Terkubur oleh Determinasi Orang Dewasa
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Bagaimana Prinsip Memilih PAUD untuk Anak?
- Modal Dasar Pengasuhan
- Apakah Membacakan Buku Sejak Dalam Kandungan Akan Membuat Anak Gemar Membaca?
- Bagaimana Mencegah Terjadinya Temper Tantrum pada Anak?
- Apa Dampak Ketidakkompakan Orangtua Bagi Anak?
- 5 Kesalahan Orangtua yang Melukai Kepercayaan Diri Anak
- Bahaya Film Action yang Harus Diwaspadai Orangtua
- Bahaya Ancaman Bagi Anak
- Bagaimana Mengatasi Temper Tantrum Anak?
- Kompetisi Ego Mengaburkan Keselarasan Orangtua dan Anak
- Apa Kesalahan dalam Memberikan Bantuan untuk Anak?
- Apa Dampaknya Jika Salah Memberikan Bantuan untuk Anak?
- Bahasa Positif Menciptakan Perubahan Positif pada Perilaku Anak
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Selalu Ada Cara untuk Menghubungkan Anak dan Orangtua
- Trans Membantu Induksi Nilai pada Diri Anak
- Melarang Anak dengan Pilihan Kata yang Tepat
- Penyebab Bawah Sadar Kekerasan pada Anak
- Mengajari Anak Menghadapi Kondisi Sulit yang Menimpanya
- Meluruskan Makna Egaliter dalam Keluarga
- Bolehkah Memarahi Anak?
- Stimulasi untuk Optimalisasi Belajar Anak
- Mengapa Kata JANGAN Boleh Digunakan?
- Mengapa Kata JANGAN Dihindari Penggunaannya?
- Bagaimana Menjadi Orangtua yang Mengelola Larangan dan Perintah?
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Memahami Alat Permainan Anak dan Pola Pikir Anak
- Kenapa Anak mengalami Kelekatan yang Tidak Aman?
- Antara Anak dan Karir, Sebuah Surat dari Seorang Ibu
- Rahasia Parenting: Mengelola Perilaku Super Aktif Anak
- Bagaimana Memberikan Bantuan yang Mendidik untuk Anak?
- Cara Mengendalikan Kemarahan Kita kepada Anak
- Mengelola Emosi dalam Pengasuhan: Pencocokan Prediksi
- Bagaimana Terjadinya Penularan Sifat Orangtua kepada Anak?
- Bahaya Mendikte Anak bagi Keberanian dan Kreativitas
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Pentingnya Anak Menyadari Potensi Diri
- Apa yang Harus Kita Lakukan Jika Anak Nonton Film?
- Kesulitan Orangtua Mengajak Anak Kembali ke Sekolah Pasca Libur
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Kenapa Imajinasi Anak Itu Penting?
- Untuk Masa Depan Anak, Berkorbanlah!
- Membandingkan Anak Lebih Sering Tak Disadari
- Bagaimana Membangun Budaya Membaca pada Anak?
- Bagaimana Anak Menjadi Temper Tantrum?
- Syarat untuk Dapat Membaca Pola Perilaku Anak dalam Pengasuhan
- Harga Sebuah Kesempatan bagi Anak
- Menghilangkan Keunikan Anak dengan Diksi 'Lebih Unik'
- Kenapa Kita Tidak Boleh Memotong Aktivitas Anak?
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Manfaat Apresiasi untuk Anak
- Pujian yang Salah dapat Menjerumuskan Anak
- Kenapa Anak Kita Mogok Sekolah?
- Apa Dampak Pelayanan Berlebihan untuk Anak?
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Pengembangan Bakat Anak dan Dilema Pilihan
- Mengasuh Anak itu Membaca Pola
- Reaksi yang Harus Dihindari Orangtua Saat Anak Mengalami Bullying
- Bagaimana Anak Belajar Memiliki Kelekatan yang Sehat?
- Fasilitasi Proses Belajar dengan Hierarchy of Questions
- Bagaimana Mengelola Keinginan Anak untuk Berbelanja?
- Bagaimana Bertanggung Jawab atas Keseriusan Anak?
- Bagaimana Memberikan Pendidikan Seks yang Sesuai untuk Anak?
- Mengungkit Kelemahan, Menghilangkan Kekuatan
- Konsultasi Parenting: Orangtua Bosan, Hati-Hati Anak Jadi Korban
- Pengembangan Diri yang Paling Murni
- Cara Tepat Memberi Bantuan untuk Anak
- Semua Orangtua Punya Anak Kreatif
- Rumus Belajar Sederhana Namun Bermakna
- Seperti Orang Dewasa, Anak Juga Mengenal Kesepakatan
- Belajar Bilingual Sejak Dini
- Pendidikan Anak: Apa Tindakan Awal yang Tepat Ketika Anak Melakukan Kesalahan?
4 Comments