Jadilah Optimis seperti Anak-Anak
April 29, 2014 . by rudicahyo . in Inspirasi (Insert) . 0 Comments
Anak-anak memandang realita dengan matanya yang tanpa salah. Mereka memilih, memutuskan dan melakukan niatnya dengan suka cita. Jadilah optimis seperti mereka!
Beberapa hari yang lalu, pasca Bintang ‘mondok’ di rumah sakit, rasanya ingin menghabiskan banyak waktu bersamanya. Ingin banyak bermain, bercanda, dan bergembira sepuasnya bersama dia. Selain karena memang ingin menyenangkan dia (berarti juga menyenangkan diri sendiri), juga ada banyak interaksi yang perlu dibenahi, termasuk memaafkan diri sendiri atas kesalahan yang selama ini terjadi, perhatian terhadap Bintang.
Bintang melihat di lapangan depan rumah, banyak anak yang sedang asik main layangan. Beberapa diantaranya berlarian mengejar layang-layang yang putus karena ‘pertarungan’. “Aku ingin main layang-layang”, demikian kata Bintang.
Ibunya langsung menangkap dan ingin segera memenuhi keinginan Si Bintang. Ini adalah isyarat yang luar biasa bahwa Bintang semakin menuju sehat. Selain itu, ini bentuk pembelajaran berikutnya, setelah sekian lama hanya nonton saja ketika ada cucu dari pengasuhnya memainkan layang-layang.
Sayangnya, ketika si ibu ingin membelikan layang-layang di toko seberang rumah, toko tersebut sedang tutup. Memang biasanya, di jam-jam tengah terik, toko itu mulai berderik, menutup dirinya bagi para pembeli yang datang silih berganti (lebay). Maka ibu menunda keinginan Bintang untuk sementara.
Sementara bagi ibu, tidak demikian bagi Bintang. Hatinya meronta, tak sabar ingin segera memainkan layangannya. Maka ibu memintaku membuat layang-layang untuk Bintang. Bingunglah diriku bukan kepalang.
Dengan rasa tidak yakin, si ibu mencari cara bikin layang-layang di youtube. Ada sih, banyak. Tapi aku enggan menontonnya. Di pikiranku, seniat apapun aku melototi tayangan pembuatan layang-layang, pasti tak akan pernah terwujud layang-layang dari tanganku yang berpuluh tahun tak pernah memainkannya. Si ibu juga terbawa, ia memberikan tablet yang sedang mempertontonkan cara bikin layang-layang dengan wajah tak yakin.
Aku tutup youtube. Dengan energi yang tak ada separoh biasanya, aku mencari kertas yang mungkin aku pakai untuk bahan layang-layang. Aku patahkan dua buah lidi dari tebah yang menggantung di dapur. Aku raut dua batang lidi tersebut. Aku kaitkan keduanya dengan benang hingga membentuk persilangan seperti palang merah atau salib lebih tepatnya. Aku pancangkan benang yang menghubungkan keempat titik ujung lidinya. Jadilah kerangka layang-layang. Aku taruh kertas di bawahnya, ku gunting segaris dengan kerangka layang-layangnya. Aku rekatkan dengan isolasi. Jadilah layang-layang yang bentuknya mendekati jajaran genjang.
Tetap dengan hati yang tak yakin, aku ikatkan tali untuk membuat handelnya. Aku sambungkan benang jahit yang tetap digulung di penggulung kecilnya.
Bintang mengajak keluar halaman. Aku enggan mengikutinya, tapi Bintang terus memaksa. Dengan riang gembira, Bintang menerbangkan layangannya. Apa yang terjadi? Diluar dugaan, layangan itu sama sekali tak ingin melambungkan diri. Ya, layang-layang itu terbang setinggi tanah.
Aku tertawa geli, meski ada rasa canggung dan malu, karena waktu itu ada tamu dari ibunya Bintang yang sedang menyaksikan. Beberapa tetangga juga tak kalah perhatian atas kejadian di sore yang mencengangkan (lebay lagi).
Ada hal yang menarik. Di tengah keenggananku untuk ikut bermain bersama bintang, di tengah hatiku yang tak yakin bahwa layang-layang buatanku akan bisa terbang, Bintang tetap berjaya di udara. Tak sedikitpun kebahagiaannya berkurang. Ia tetap berlarian menggeret layangannya ke utara dan ke selatan. Aku turut bahagia, namun juga ada rasa malu.
Bintang sama sekali tak membandingkan layang-layangnya dengan milik temannya yang sedang mengudara. Ia tak sedikitpun iri atas bentuk dan kedigdayaan layang-layang dari anak-anak yang santai menerbangkannya. Bintang juga tak sedikitpun merasa malu dengan tetangga yang menyaksikannya. Bagi Bintang, itu adalah layang-layang yang diinginkannya. Ia tetap bisa bermain, tetap menerbangkan layang-layangnya tanpa harus mengudara. Ia tetap bahagia, karena tak sedikitpun memikirkan hasilnya, namun menikmati apa yang sedang dijalaninya.
Aku, dan mungkin juga para orangtua atau orang dewasa pada umumnya, sering berpikir dengan cara mereka. Orang dewasa memiliki gambaran ideal atas kehidupan. Karena itu, jika kejadian di kenyataan tak sesuai dengan bayangannya, maka lahirlah perasaan malu dan kecewa. Ini sangat berbeda dengan anak-anak yang lebih menikmati prosesnya. Ia tak terbebani oleh target, tak dipusingkan oleh perbandingan.
Coba saja berpikir ala anak-anak, minimal saat bermain bersamanya, maka kita akan bisa menikmatinya. Dalam konteks yang lebih luas, kita bisa menikmati kehidupan. Bayangkan saja, jika di aktivitas bermain atau bersenda gurau bersama anak saja kita bisa menikmati, maka kita akan lebih mudah menransfer atmosfir yang sama pada kegiatan yang lainnya. Ketika kita berpikir ala anak-anak, maka saat itulah kita menikmati proses. Jika ini terus terjadi, maka kita akan jadi orang yang selalu bisa menikmati kehidupan.
Ketika aku menatap dengan pandangan yang pesimis atas layang-layang yang diterbangkan oleh Bintang, ia melihatnya dengan lebih optimis, positif dan tanpa prasangka. Jika ingin mengembalikan cara pandang kita dari pesimis ke optimis, maka pandanglah dunia dengan cara anak-anak melihatnya.
Semoga bermanfaat. Jika merasa terinspirasi dengan tulisan ini, silahkan membaginya dengan teman dan keluarga.
Epilog,
Esoknya, Bintang benar-benar mendapatkan layang-layang yang dibelikan oleh ibunya. Layang-layang yang pastinya lebih bagus dari buatanku tersebut, tak mempengaruhi cara Bintang untuk tetap bahagia. Malah dia tidak hanya berlarian menerbangkan layangannya. Dia mencoba untuk membawa benang layang-layangnya sambil mengayuh sepeda sekencang-kencangnya. Andai aku memaksakan rasa pemisimismeku, menularkan kepada Bintang, mungkin hari itu dia tidak akan menemukan cara kreatif untuk menerbangkan layang-layang. Pesimisme yang kita tularkan bisa membuatnya menjadi anak yang gampang patah arang. Untunglah tidak terjadi.
Artikel tentang Inspirasi (Insert) Lainnya:
- Inspirasi dan Menjadi Diri Sendiri
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- Keluhan Dapat Menurunkan Kekebalan
- Neng Neng Nong Nang Neng Nong dari Mata Apresiatif Seorang Akhmad Dhani
- Hijrah Membutuhkan Konsistensi
- Dalam Penciptaan, Imajinasi Bukan Basa-Basi
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Perbuatan Baik Dapat Kembali Memurnikan Hati
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Manusia Dikendalikan Sistem Ciptaannya?
- Menyiasati Ruang dan Waktu untuk Produktivitas
- Menyatunya Hablum Minallah dan Hablum Minannas
- Tak Ada yang Sulit Jika Ada Kemauan Belajar
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Menyikapi Hidup seperti Anak-anak
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Krisis Jati Diri, Pangkal dari Semua Krisis
- 3K, Bahan Bakar untuk Lokomotif Kehidupan Kita
- Sholat Tarawih, Perjuangan Membentuk Karakter
- Selalu Ada Jalan untuk Segala Keruwetan Hidup Asalkan Lakukan Hal Ini
- Corona, Perpecahan Keyakinan yang Melelahkan dan Melemahkan
- Penularan Kebaikan dan Keburukan untuk Diri Sendiri
- Pergantian Tahun bukan Pergantian Tuhan
- Mempertanyakan Kekuasaan Tuhan
- Cerita: Menolong Nubi
- Persepsi Tanpa Komunikasi Bisa Menjadi Prasangka
- Agar Nikmat Melimpah, Kita Membutuhkan Rasa Syukur yang Sesungguhnya
- Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Niat Baik Meningkatkan Nilai Perkataan dan Perbuatan
- CARA MUDAH Manajemen Waktu dalam Menghadapi Deadline
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Bagaimana Menjadi Produktif? Begini Prinsipnya
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- 3 Hal yang Menguatkan Nafsu dan Menumpulkan Akal
- Now and Here, Cita-Cita Tak Sampai
- Ingin Memiliki Daya Saing? Jadilah Diri yang Original
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Belajar dari Moana, Berani Melampaui Ketidakpastian
- Cerita: Kaus Kaki Bolong
- Mengubah Keburukan Menjadi Kebaikan adalah Menciptakan Resonansi
- Melalui Cobaan, Kita Lebih Mudah Mengenali Diri Sendiri
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Cerita: Harta Karun Mr. Crack
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Cara Mengatasi Tekanan Fight Flight atau Flow Mana yang Efektif?
- Pemilu Usai, Saatnya Berbuat untuk Negeri Ini
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- Dumbo Disney, Ketidaksempurnaan yang Luar Biasa
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Bergerak dari Zona Masalah ke Zona Solusi
- Wreck It Ralph: Apakah Ilmu Pengasuhan Itu Omong Kosong?
- Ketika Tidak Dipercaya, Bagaimana Cara Menciptakan Perubahan?
- Menjadi yang BAIK, Tanpa Syarat
- Bagaimana #senja Bisa Menjadi Sumber Kebahagiaan?
- Menghancurkan Tembok Penghalang dengan Tune In pada Aktivitas Pertama
- Bahaya Tagar Indonesia Terserah