Menciptakan Atmosfir yang Berenergi


Linkungan kita membentuk diri. Atmosfir sekitar dapat mempengaruhi pendirian, sikap dan tindakan. Karena itu kita dapat menciptakan atmosfir yang berenergi.

Kemarin, beberapa waktu yang lalu, aku mengunjungi rumah saudara. Aku kangen dengan salah seorang keponakan yang lama tak berjumpa. Waktu bapak, ibu dan adiknya datang ke rumah beberapa waktu sebelumnya, dia juga tidak ikut. Dia memilih untuk ikut ke tempat hiburan bersama saudara sepupunya. Bapak dan ibunya sengaja menyuruhnya untuk memilih ikut ke tempat hiburan, karena keponakan satu ini jarang tidak pernah berlibur. Kegiatan sekolahnya, baik intra maupun ekstra, begitu padat.

Saat aku tiba di rumah saudara, keponakanku itu juga tidak tampak. Kata bapaknya, dia pergi ekstrakurikuler pramuka. Sampai menjelang malam barulah ia datang. Saat melepas kerinduan, obrolan hangat yang terjadi adalah tentang kesibukannya. Malah ia bilang, Hari Minggu besok mau ke sekolah lagi, mau bikin mading. Dia bersemangat sekali bercerita. Namun tiba-tiba semangat ini jadi berubah 180 derajat, menjadi mengeluhkan kegiatannya. Apa pasalnya?

Saat dia memberitahukan bahwa Hari Minggu akan ke sekolah untuk membuat mading untuk lomba, bapaknya bilang, “Kok kegiatan sekolah tidak ada habisnya sih. Besok kan Hari Minggu. Saudara juga pada datang. Masak mau ditinggal ke sekolah lagi. Apa tidak capek? Pokoknya besok bapak tidak mau mengantar”, begitu kurang lebih. Dengan sedikit sewot, keponakanku berkata, “Iya itu sekolahnya banyak banget kegiatannya. Aku sendiri juga capek, dan tidak mau seperti ini….” dan seterusnya. Hasilnya, dia tidak jadi datang dalam kegiatan pembuatan mading. Untungnya ketidakhadiran ini bisa disiasati dengan tetap berkontribusi untuk pembuatan madingnya. Dan aku pun senang, karena keponakanku ini ada di rumah saat kita berkumpul bersama.

Apa kondisi yang menarik dari cerita ini? Perubahan 180 derajat dari bersemangat menceritakan kesibukan menjadi berbagi keluhan, itulah hal yang menarik. Atmosfir cerita yang bergairah, yang lahir dari pertanyaan-pertanyaan yang aku ajukan tentang keseibukan keponakanku, berubah menjadi atmosfir lesu dan mengeluh. Komentar orangtuanya tentang kesibukannya membuat keponakanku ini dengan mudah melacak sisi lemahnya dari kesibukan-kesibukan yang selama ini ia jalani dengan bergairah.

Jika hal ini terjadi terus-menerus, maka sehubungan dengan reaksi terhadap atmosfir ini, ada dua kemungkinan yang terjadi. Jika keponakanku ini bisa menanggapi situasi yang berbeda antara di sekolah dan di rumah dengan matang, maka ia tetap dapat melaksanakan segudang kegiatannya dengan bergairah. Meskipun ketika di rumah tetap bisa meladeni komentar orangtuanya dengan berkeluh kesah. Dia akan lebih fleksibel menganggapi. Namun jika tidak bisa mengelola dengan matang, maka gairah menjalani kegiatan-kegiatan sekolah akan menurun. Atmosfir rumah dapat mempengaruhi atmosfir di sekolah.

Pada konteks yang berbeda, dengan persoalan yang serupa, atmosfir yang kita ciptakan dapat mempengaruhi gairah dari orang-orang di sekitarnya. Coba ingat kembali, pernahkah mengalami kejadian serupa dengan persoalan yang berbeda?

Keponakanku berperan sebagai subjek yang berekasi terhadap atmosfirnya. Sedangkan orangtuanya adalah pembentuk atmosfir di rumah. Di samping itu ada ‘aktor-aktor’ lain yang membentuk atmosfir di sekolah. Di sebuah konteks selalu ada atmosfir, dan atmosfir tersebut dibentuk oleh orang-orang yang ada di dalamnya. Setiap orang punya peran dan pengaruh yang berbeda-beda dalam sebuah lingkungan tertentu.

Orang-orang yang punya posisi strategis dalam sebuah konteks biasanya punya pengaruh dalam membentuk atmosfir, misalnya orangtua, ketua kelas, pemimpin perusahaan, kepala suku, aparat atau perangkat desa dan sebagainya. Namun demikian, setiap orang berhak membentuk atmosfir atas lingkungannya. Kita kembali kepada keponakanku tadi. Dia juga bisa mengambil peran menciptakan atmosfi di rumah atau di sekolahnya. Siapapun yang menyadari akan haknya dalam menciptakan atmosfir dalam sebuah konteks. Karena itu, jika kita sedang menyadarinya, maka mari kita buat atmosfir yang menggairahkan. Hal ini akan lebih mungkin lagi jika kita juga punya peran strategis, misalnya kita adalah seorang kepala keluarga, ketua kelas, perangkat pemerintahan dan sebagainya. Para nggota dewan, preseden dan aparatur negara, seharusnya menciptakan atmosfir yang positif bagi warganya.

Ayo menciptakan atmosfir yang menggairahkan untuk diri dan lingkungan (foto: missmoveabroad.com)

Demikian pembahasan tentang menciptakan atmosfir yang menggairahkan. Memang sepertinya hal yang sepele. Namun jika segera dilakukan dan ditularkan, maka atmosfir bersama yang lebih positif dapat tercipta. Seperti kata A’a Gym, mulai dari sekarang,  mulai dari yang kecil, dan mulai dari diri sendiri. Semoga bermanfaat.

Apakah Kamu bersedia menciptakan atau mengubah atmosfir yang menggairahkan? Atmosfir apa yang akan Kamu ciptakan/ubah?


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *