Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
Maret 16, 2012 . by rudicahyo . in Inspirasi (Insert), Psikologi Populer . 8 Comments
Kalau kita kemarin membahas tentang kesadaran, sekarang kita akan membahas tentang gerak kesadaran. Salah satu yang menentukan gerak tersebut adalah fokus. Ingin tahu apa kunci keberhasilan? Fokuslah kepada kebahagiaan.
Hari ini Jumat. Karena itu, aku menunaikan ibadah sholat Jumat. Sudah menjadi kebiasaan untuk tidak segera beranjak menjuku ke masjid. Kalau ada yang sedang dikerjakan, selalu dipaksakan sampai menjelang penghujung acara Jumatan. Yang seperti ini jangan ditiru 🙂
Begitu juga hari ini, aku berangkat menjelang pukul 12 siang. Sebenernya sudah khawatir tidak kebagian sholat. Tapi karena melihat orang yang juga baru berangkat, maka ku kebut motor untuk membuntutinya. Dalam hati berdoa, mudah-mudahan itu bukan orang yang sudah pulang dari Sholat Jumat hehe.
Karena mengikuti orang yang juga terlambat tersebut, maka aku berpindah ke masjid yang sama sekali belum pernah aku jelajah. Lagi-lagi berharap, yang aku ikuti bukan orang yang sedang menuju ke rumahnya, pulang dari masjid.
Begitu melihat kubah masjid, aku merasa legah.
Aku parkir motor di depan rumah warga. Beberapa motor juga aku lihat di situ, maka aku ngikut saja tempat parkirnya. Segera menyerbu masjid.
Setelah mencuci kaki, aku langsung menerobos ke barisan terdepan, tapi tetap di luar haha. Sambil beribadah, aku mendengarkan khutbah. Kalimat yang paling mudah aku ingat adalah “Senengo kanggo dunyomu, senengo kanggo akhiratmu!”. Rupanya khutbah jadi roaming untuk beberapa orang. Syukurlah aku Jawa tulen. Jadi masih bisa menangkap dengan jelas apa maksud khatib.
Setelah beribadah dua rakaat, aku mulai khusu’ menyimak khutbah. Tidak seperti biasanya, kali ini seperti ada gravitasi yang menarik telingaku untuk konsentrasi mendengarnya. Biasanya sih kalau tidak melamun ya twitteran. #ups, ketahuan. Yang ini juga jangan ditiru, karena aku juga berusaha mengubanya. Kali ini bahkan aku juga tidak membaha handphone.
Khutbah tersebut menitikberatikan pada fokus dan kebahagiaan. Kalimat yang membuat aku terpikat, kalau dalam  Bahasa Indonesia, “Fokuslah pada kebahagiaan, maka Kamu akan berhasil!”. Keren bukan?
Khatib menghimbau kita untuk jadi orang berhasil dengan tidak banyak menoleh kepada banyak hal yang bukan kesenangan kita. Bahkan menurut beliau, doa kita sulit didengar Tuhan karena pada waktu berdoa, kita tidak fokus pada kesenangan. Doa orang yang khawatir atau tidak percaya doanya akan dikabulkan, itu doa yang lemah, energinya kecil. Kata khatib, itu sama saja berpaling dari orang yang kita mintai tolong. Coba bayangkan jika Kamu minta tolong, tetapi wajahmu tidak menghadap kepadanya. Apakah orang yang kita mintai tolong akan yakin dengan permintaan kita?
Begitu juga dalam aktivitas sehari-hari, masih kata khatib, jika orang selalu melihat yang dimiliki orang lain, maka ia sedang banyak menoleh, tidak fokus dengan apa yang ia miliki. Ketika tidak foksu inilah, orang tersebut mengabaikan kekuatannya, keunggulannya. “Sudah, fokus saja pada kekuatanmu, keunggulanmu, lakukan, lakukan saja!”, begitu kurang lebih katanya.
Makna yang disampaikan dari khutbah tersebut begitu dalam, meskipun sangat sederhana dan cenderung diulang-ulang, terutama untuk himbauannya fokus kepada kebahagiaan.
Orang yang fokus kepada kelebihan diri, berarti menghargai dirinya. Jika orang tersebut lebih peduli dengan keunggulannya, maka itu akan membuatnya bahagia. Jika ia senang dengan apa yang ia miliki, maka ia akan memberdayakannya secara efektif. Sudah pasti yang seperti ini akan berhasil.
Jika orang sibuk melihat milik orang lain, mendengarkan apa apa yang dikatakan orang, terutama yang suaranya sumbang, maka energinya akan terbagi. Bahkan, jika terlalu memperhatikan, maka energinya juga akan tersedot. Ini parah, karena energi yang sedianya digunakan untuk fokus kepada kekuatan diri, kepada apa yang kita lakukan, malah digunakan untuk melihat milik orang lain.
Melihat milik orang lain, tidak hanya soal kelebihan. Memandang kekurangannya juga membuat kita banyak menoleh, sehingga energi juga terpakai sia-sia. Khatib mengisahkan Nabi Sulaiman AS yang menghina seekor anjing yang matanya juling sebelah. Turun ayat dari Tuhan yang kurang lebih memperingakan Nabi Sulaiman AS untuk tidak meremehkan ciptaaannya. Bahkan Tuhan mengatakan bahwa perut Sulaiman juga penuh kotoran yang tidak ada bedanya dengan najis dari anjing itu. Meskipun najis, itu tetap ciptaan Tuhan. Demikian kira-kira penjelasan sang khatib.
Dari kisah Nabi Sulaiman AS, secara tidak langsung dikatakan bahwa diri adalah pusat. Jikapun kita tidak sedang melihat kelebihan, melihat kekuranganpun tetap kepada diri. Tuhan menjadikan isi perut Sulaiman sebagai bahan refleksi.
Lalu apa kaitannya dengan pembahasan tentang kesadaran? Diri sebagai pusat mempunyai sifat mempengaruhi dan dipengaruhi. Hal ini berkaitan dengan manusia sebagai yang berkehendak. Manusia punya dua kecenderungan, mempunyai kehendak bebas (free will) atau dideterminasi (determined). Kesadaran menjadikan diri sebagai pusat, free will memegang peranan. Termasuk kehendak bebas untuk dideterminasi.
Orang yang dikatakan berkesadaran adalah yang menggunakan kehendak bebasnya. Lalu, apakah orang yang terdeterminasi dikatakan tidak sadar? Bukan sepenuhnya begitu. Jika kita terdeterminasi tanpa kehendak bebas, maka kita bolehlah disebut tidak memiliki kesadaran. Namun demikian, orang yang secara sadar bahwa dirinya dideterminasi, bisa dikatakan ia tetap memiliki kesadaran. Karena itu, menurutku, bukan berarti orang kehilangan kesadaran, tetapi kesadarannya sedang beralih.
Nah, sehubungan dengan fokus, ini bagian dari mulai aktifnya kesadaran. Jika kemarin dikatakan bahwa kesadaran adalah kondisi perhatian deskriptif atas realita, maka kali ini kesadaran itu mulai menampakkan geraknya, yaitu dengan menentukan fokus. Fokus ini bisa menjadi daya tarik untuk melahirkan potensialitas perilaku, atau yang biasa disebut dengan sikap.
Karena itu, jika kita sudah terbiasa memiliki kesadaran penuh, atau orang mungkin sebut dengan kesadaran tinggi, maka kita akan bergerak menuju energi penarik, yaitu fokus kepada keinginan, kepada tujuan.
Jika kesadaran yang tinggi berfokus pada kini dan di sini, maka fokus yang dimaksud sebagai energi gerak ini adalah fokus akan tujuan di masa depan. Khatib mengajari kita untuk mengunci cita-cita, konsisten mengarah kepada tujuan.
Nah dari pembahasan ini, kita sudah menemukan dua penggerak yang membawa kita kepada keberhasilan, yaitu membiasakan memiliki kesadaran tinggi dan fokus kepada tujuan.
Mudah-mudahan tulisan ini dapat diambil manfaatnya. Bagaimana pendapatmu tentang fokus?
Tag: Creative Learning, Fokus
8 Comments