Kenapa Kita Tidak Boleh Memotong Aktivitas Anak?


Setiap tindakan selalu ada motif atau intensi. Demikian juga dengan anak yang melakukan aktivitasnya, pasti juga dilatarbelakangi oleh niat. Apa yang terjadi jika kita memotong aktivitas anak?

Pernah secara spontan tiba-tiba melarang ketika anak melakukan sesuatu? Dapat dimaklumi jika orangtua mencegah anaknya melakukan sesuatu yang (mungkin) membahayakan dirinya. Atau paling tidak orangtua merasa itu membahayakan anak atau memanggapnya tidak patut dilakukan, misalnya mendekati kompor yang sedang menyala, setrika yang masih panas dan semacamnya.

Sebelumnya, kita pernah membahas tentang kata ‘jangan’, diantaranya “Mengapa Kata ‘Jangan’ Dihindari Penggunaannya?“, “Mengapa Kata ‘Jangan’ Boleh Digunakan?” dan “Bagaimana Menggunakan Kata ‘Jangan’ untuk Anak?“, atau artikel yang semacam itu, “Melarang Anak dengan Pilihan Kata yang Tepat“. Kita tidak sedang akan membahas hal tersebut. Sekarang kita lebih perluas, karena memang tidak spesifik tentang penggunaan kata ‘jangan’ untuk melarang anak. Kita akan membahas tentang pemotongan aktivitas anak.

Sehubungan dengan memotong aktivitas anak, aku punya pengalaman menarik ketika berkunjung ke Waikato University di New Zealand. Saya berkunjung ke chrece, sebuah pusat pendidikan anak usia dini (tetapi bukan kindergarden). Di tempat tersebut, ada anak yang menyendok pasir dan memasukkannya ke dalam mulut. Apa yang dilakukan oleh pengasuhnya?

Pengasuh yang mendampingi tetap tersenyum dan mendekati anak tersebut, mengajak berbicara. Sama sekali aku tidak mendengar kata-kata larangan darinya. Setelah mengajak berbicara, barulah pengasuh tersebut membantu anak itu membersihkan mulutnya. Bahkan ketika ada anak yang tersedak karena tertelan sesuatu, seorang pengasuh hanya memanggil pengasuh lain yang lebih paham tentang hal tersbut untuk membantu si anak. Tidak sedikitpun di wajah pengasuh tersebut menampakkan kecemasan yang dapat ditangkap oleh anak.

Pengasuh di chrece tersebut begitu paham bagaimana sebuah emosi dengan intensitas tertentu yang membuat aktivitas anak terhenti, juga berpengaruh kepada diri anak. Apa sebenarnya pengaruhnya jika kita memotong aktivitas anak?

  1. Anak tertular cemas

Ketika kita menampakkan kecemasan kita atas tindakan anak, pada saat itu anak sudah terintervensi, apalagi jika kita melarang (dengan keras). Satu kecemasan yang ditangkap oleh anak dan menulari, akan membangun cara anak dalam menyikapi sesuatu. Jika hal ini terjadi terus-menerus, maka anak juga akan menjadi pribadi yang pencemas. Mudah khawatir atas tindakan yang dilakukan.

2. Anak merasa takut dan bersalah

Sikap kita yang tidak sesuai dengan keinginan anak, juga dapat ditangkap oleh anak sebagai ketidaksetujuan atas aktivitas anak, lebih-lebih jika secara terang-terangan kita melarangnya. Hal ini membuat anak merasa bersalah dan takut atas tindakan (serta konsekuensi) tindakan yang ia lakukan. Jika ini terbiasa dialami oleh anak, maka ia akan jadi pribadi yang penakut. Jika ia merasa takut salah atas apa yang ia lakukan, maka ia akan menjadi pribadi yang mudah merasa bersalah. Akibatnya akan sering salah tingkah. Secara lebih luas, ia dapat menjadi anak yang tidak percaya diri dan enggan mengambil inisiatif.

3. Anak tidak ingin melakukan lagi

Ketika sebuah pencegahan terjadi, maka sebenarnya akan-anak tidak hanya menghentikan tindakannya, tetapi juga disertai dengan emosi yang tidak nyaman. Sesuatu yang tidak nyaman, pasti dihindari oleh anak. Karena itu, di lain waktu, anak-anak dapat takut melakukannya lagi. Kalaupun ia melakukan, maka akan diliputi perasaan was-was. Untuk beberapa anak was-was itu hanya muncul ketika ada orang lain, terutama orang (pernah) yang mencegahnya. Namun untuk anak-anak yang lebih sensitif, maka perasaan was-was itu bisa muncul meskipun tanpa ada siapapun. Jika anak tidak melakukan lagi, maka pada saat itu kesempatan anak untuk belajar sudah dihilangkan.

Hati-hati memotong aktivitas anak! (foto: tipsanakbayi.com)
Hati-hati memotong aktivitas anak! (foto: tipsanakbayi.com)

Sepertinya mencegah, meskipun hanya dengan penampakan ekspresi, dapat berpengaruh besar bagi anak. Apakah Ayah/Bunda/Kakak pernah mengalami atau melakukannya?


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *