Dari Galau Hingga Oportunistik, Diawali dari Problem Pengasuhan
November 4, 2016 . by rudicahyo . in Parenting . 0 Comments
Sebuah perlakuan orangtua kepada anak, akan diingat oleh anak. Ketika perlakuan orangtua berubah, anak akan mulai galau. Ketika perubahan itu mendapatkan pembenaran pada diri anak, maka saat itulah mulai tumbuh subur benih-benih oportunistik. Ini semua berawal dari problem pengasuhan.
Saat anak-anak masih kecil, banyak pengarahan dan aturan yang diberikan kepada mereka. Hal ini sudah pasti akan membentuk perilaku anak. Perilaku yang dijaga keberlangsungannya, akan membentuk pribadi si anak. Namun sampai berapa lama perilaku tersebut akan bertahan? Percayalah, perilaku itu akan lebih bersikeras bercokol pada diri anak. Perilaku yang bertahan ini akan menjadi label ciri khas anak. Kekhasan inilah yang menjadi identitas diri atau pribadi anak. Sampai sini bisa dibilang, orangtua berhasil dalam membentuk perilaku pada diri anak dan membangun pribadi anak.
Pada perjalanannya, justru yang memaksa mengubah perilaku anak yang sudah terbentuk adalah orangtua sendiri. Lebih mudahnya, mari kita perhatikan contoh berikut. Anggap aja ini sebuah contoh.
Aku punya tetangga yang sangat keras mendidik anaknya. Tak jarang si anak mendapatkan hentakan, bentakan, sampai pukulan. Terlepas dari motif didikan keras ini, yang jelas si ortu memberikan cara mendidik yang keras. Jika dianalogikan dengan menggiring anak ke sebuah koridor yang diinginkan orangtua, mulai dari mengarahkan masuk ke jalur dan menjaga agar anak tidak keluar dari jalur, dilakukan dengan cara yang keras. Ambil saja satu contoh perilaku yang terbentuk, yaitu sholat.
Didikan yang keras ini membuat si anak jadi pribadi yang taat beribadah. Dari sini orangtua berhasil membentuk perilaku positif dalam membiasakan anak untuk beribadah, sholat tidak pernah bolong. Beranjak besar, si anak sudah bisa menghidupi dirinya, bahkan juga tak pernah absen untuk menyisihkan rejeki untuk orangtuanya.
Apa yang terjadi ketika anak lalai dalam sholatnya karena sibuk bekerja? Sangat beda dengan waktu masih kecil, kali ini orangtua lebih menolerir kelalaian anaknya dalam beribadah. Si anak yang sudah mendapatkan didikan yang keras, sudah pasti tahu bahwa meninggalkan sholat adalah perbuatan yang tercela. Namun kali ini orangtuanya membiarkan karena alasan pekerjaan. Selama si anak meninggalkan ibadah karena usahanya dalam menghidupi orangtua, si orangtua merestuinya. Pada saat itulah dilema mulai terjadi.
Anak tahu bahwa perilakunya salah, tapi orantuanya sudah berubah, mulai membiarkannya. Alasan dari pembiaran karena pekerjaan yang juga turut menghidupi orangtuanya. Dari sini anak bisa mengidentifikasi bahwa selama menguntungkan bagi orangtua, berarti arahan keras dari orangtuanya waktu kecil dulu, sudah tidak berlaku lagi. Terbentuklah perilaku baru yang awalnya tidak punya ruh.
Kenapa perilaku baru tersebut dikatakan tidak punya ruh? Pada awlnya demikianlah keadaanya, perilaku tersebut disadari sebagai sebuah kesalahan tapi tetap dilakukan. Anak masih terbayang betapa orangtua keras soal aturan ibadah. Pada saat meninggalkan sholat, wajah kemarahan orangtua masih bercokol, tapi kenyataan di depan mata, orangtuanya tetap tersenyum membiarkannya. Masa transisi ini bisa memicu kebencian, mungkin kepada orangtuanya atau bahkan kepada dirinya sendiri. Tapi karena dilakukan terus-menerus, wajah orangtua yang melotot di waktu kecil dulu, kini mulai berganti dengan senyuman yang menyertai kewajiban ibadah ditinggalkan.
Tahap berikutnya, anak mengidentifikasi, penyebab yang membuat orangtua membiarkan. Jika identifikasi mengarah kepada restu orangtua dalam meninggalkan ibadah gegara uang yang dihasilkan dan diberikan kepada mereka, maka jiwa oportunistik mulai muncul ke permukaan. Toleransi pada aturan yang keras mulai terjadi, asalkan ada uang belanja sebagai kompensasi. Demikianlah perjalanan perasaan atas keyakinan anak terhadap sesuatu yang dianjurkan sampai adanya toleransi untuk ditinggalkan, asalkan ada kompensasi keuntungan.
Tahu tidak, bahwa perilaku orangtua seperti ini akan membentuk diri anak ketika hidup bersosial kelak. Ketika si anak punya teman, mungkin awalnya dia memiliki berbagai aturan, misalnya temannya harus ini dan ndak boleh itu, harus dalam hal ini dan bukan dalam hal yang begitu. Tapi karena teman tersebut memberikan sesuatu, menjadi atasan yang menggaji kita, atau apapun yang memberikan keuntungan, maka kita mulai menoleransi meskipun ia melakukan kesalahan. Bahkan ada yang membela mati-matian meskipun batinnya sangat sadar bahwa itu adalah kesalahan.
Dari sini, lahirlah generasi-generasi yang lemah karakter. Sikap seperti ini awalnya memang menyenangkan buat orang lain yang menjadi sasaran. Tapi sebenarnya, kita melakukan pembiaran yang justru menjerumuskan. Jika teman melakukan kesalahan dan kita kembali meluruskan, justru pada saat itulah kita melakukan upaya penyelamatan.
Selanjutnya kembali kepada para orangtua, apakah akan menoleransi kesalahan anak karena prinsip yang sudah mulai melemah?
Artikel tentang Parenting Lainnya:
- Harga Sebuah Kesempatan bagi Anak
- Mengasuh Anak itu Membaca Pola
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Modal Dasar Pengasuhan
- Pengembangan Bakat Anak dan Dilema Pilihan
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Cara Mengendalikan Kemarahan Kita kepada Anak
- Cara Tepat Mengatur Penggunaan Gadget pada Anak
- Bagaimana Menemukan dan Mengenali Potensi Anak?
- 5 Dampak Ketidakpercayaan kepada Anak
- Mengapa Kata JANGAN Boleh Digunakan?
- Bagaimana Prinsip Memilih PAUD untuk Anak?
- Bagaimana Terjadinya Penularan Sifat Orangtua kepada Anak?
- Hubungan Ayah Bunda dan Pengaruhnya Buat Perkembangan Anak
- Tentang Pengasuhan, Mau Ketat atau Longgar?
- Menggunakan Sudut Pandang Anak untuk Lebih Memahami Anak
- Seperti Orang Dewasa, Anak Juga Mengenal Kesepakatan
- Kesesatan Orangtua dalam Memandang Perkembangan Anak
- Apa yang Harus Kita Lakukan Jika Anak Nonton Film?
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Menghilangkan Keunikan Anak dengan Diksi 'Lebih Unik'
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Wreck It Ralph: Apakah Ilmu Pengasuhan Itu Omong Kosong?
- Bagaimana Menjadi Orangtua yang Mengelola Larangan dan Perintah?
- Rahasia Parenting: Mengelola Perilaku Super Aktif Anak
- Antara Anak dan Karir, Sebuah Surat dari Seorang Ibu
- Pentingnya Anak Menyadari Potensi Diri
- Kenapa Anak Kita Mogok Sekolah?
- Kendala Membangun Atmosfir Egaliter dalam Keluarga
- Mengungkit Kelemahan, Menghilangkan Kekuatan
- Cara Tepat Memberi Bantuan untuk Anak
- Untuk Masa Depan Anak, Berkorbanlah!
- Pengembangan Diri yang Paling Murni
- Membanggakan Anak Secara Berlebihan Itu Berbahaya
- Benarkah Anak Kita Mengalami Bullying?
- Memahami Alat Permainan Anak dan Pola Pikir Anak
- Kesulitan Orangtua Mengajak Anak Kembali ke Sekolah Pasca Libur
- Meluruskan Makna Egaliter dalam Keluarga
- Kenapa Kita Tidak Boleh Memotong Aktivitas Anak?
- Kenapa Orangtua Kesulitan Melakukan Pendidikan Seks Usia Dini?
- Apakah Membacakan Buku Sejak Dalam Kandungan Akan Membuat Anak Gemar Membaca?
- 5 Alasan Fundamental Kenapa Membudayakan Membaca pada Anak Sangat Penting?
- Bagaimana Anak Menjadi Temper Tantrum?
- Tips Mengendalikan Kekhawatiran terhadap Anak
- Apa Dampak Ketidakkompakan Orangtua Bagi Anak?
- Mengelola Emosi dalam Pengasuhan: Pencocokan Prediksi
- Bahaya Film Action yang Harus Diwaspadai Orangtua
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Mengapa Kata JANGAN Dihindari Penggunaannya?
- Syarat untuk Dapat Membaca Pola Perilaku Anak dalam Pengasuhan
- Pujian yang Salah dapat Menjerumuskan Anak
- Bagaimana Memberikan Bantuan yang Mendidik untuk Anak?
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Konsultasi Parenting: Orangtua Bosan, Hati-Hati Anak Jadi Korban
- Dampak Atmosfir Egaliter bagi Rasa Percaya Diri Anak
- Tips Mengubah Perilaku Anak dengan Memperbanyak Variasi Pilihan
- Porsi Kasih Sayang untuk Proses Adaptasi Anak
- Bagaimana Menyikapi Penggunaan Gadget oleh Anak?
- 5 Langkah Mengetahui, Apakah Anak Kita Mengalami Bullying
- Bagaimana Membangun Budaya Membaca pada Anak?
- Stimulasi untuk Optimalisasi Belajar Anak
- Selalu Ada Cara untuk Menghubungkan Anak dan Orangtua
- Apa yang Tidak Boleh Dilakukan Saat Anak Marah?
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Asumsi Negatif Dapat Melemahkan Mental Anak
- Bahasa Positif Menciptakan Perubahan Positif pada Perilaku Anak
- Bahaya Ancaman Bagi Anak
- Bagaimana Orangtua yang Bekerja Menjaga Perkembangan Emosi Anak Tetap Sehat?
- Apa Kesalahan dalam Memberikan Bantuan untuk Anak?
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- 3 Modal Utama Anak Aktif
- Memilih Sekolah untuk Anak: Antara Kualitas, Gengsi, dan Kemampuan Keuangan
- Jati Diri Anak Terkubur oleh Determinasi Orang Dewasa
- Haruskah Dongeng Sebelum Tidur?
- Menjatuhkan Mental Anak, Sering Tidak Disadari
- Penyebab Bawah Sadar Kekerasan pada Anak
- Bahaya Mendikte Anak bagi Keberanian dan Kreativitas
- Apa Dampak Pelayanan Berlebihan untuk Anak?
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Bagaimana Menggunakan Kata JANGAN untuk Anak?
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Reaksi yang Harus Dihindari Orangtua Saat Anak Mengalami Bullying
- Bagaimana Mencegah Terjadinya Temper Tantrum pada Anak?
- Kesalahan dalam Memandang Gadget untuk Anak
- Kenapa Anak mengalami Kelekatan yang Tidak Aman?
- Pendidikan Anak: Apa Tindakan Awal yang Tepat Ketika Anak Melakukan Kesalahan?
- Bagaimana Anak Belajar Memiliki Kelekatan yang Sehat?
- Bagaimana Mengelola Keinginan Anak untuk Berbelanja?
- Mengajari Anak Menghadapi Kondisi Sulit yang Menimpanya
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Bagaimana Sikap yang Tepat terhadap Cara Bermain Anak?
- Seni Pengawasan terhadap Anak
- Bagaimana Bertanggung Jawab atas Keseriusan Anak?
- Trans Membantu Induksi Nilai pada Diri Anak
- Bagaimana Mengatasi Temper Tantrum Anak?
- WAJIB TERUS DITUMBUHKAN Kesadaran Parenting sebagai Bentuk Pendidikan Pertama
- Bolehkah Memarahi Anak?
- Melarang Anak dengan Pilihan Kata yang Tepat