Menjatuhkan Mental Anak, Sering Tidak Disadari
November 27, 2016 . by rudicahyo . in Parenting . 0 Comments
Pernyataan kita kadang tidak disadari berdampak pada jatuhnya mental anak. Anak menjadi berkecil hati dan tidak percaya diri. Bagaimana mental anak bisa menjadi jatuh?
Saya memiliki cukup banyak pengalaman dengan beberapa keluarga dengan berbagai pengalaman yang berbeda, termasuk pengalaman tentang keberanian dan kekuatan mental anak.
Salah satunya adalah kisah nyata ini. Agar lebih enak, tidak seluruhnya saya sajikan apa adanya, terutama tentang identitas orang dan keluarga.
Saya berada di sebuah rumah yang merupakan keluarga kecil, terdiri dari ayah, ibu dan dua anak. Suatu kali, keluarga tersebut didatangi oleh satu orang lagi, yaitu nenek. Si nenek memberikan hadiah bagi kakak (anak yang nomor 1, sebut saja Aji) sepasang sepatu roda.
Selang beberapa hari kemudian, datang lagi tamu, yaitu kakak dari desa dengan dua orang anaknya. Karena nenek sudah memberikan hadiah kepada Aji, maka nenek ingin bersikap adil dengan memberikan sepatu roda kepada si kakak sepupu yang baru datang (sebut saja namanya Ali).
Saat pertama kali sepatu roda diserahkan, si ibu berkata “Ah masak bisa itu. Bisa Kamu Le (baca: tole, panggilan anak dalam istilah Jawa)?”. Tidak hanya sampai di situ.
Aji yang sudah bisa memakai sepatur roda, mengajak Ali untuk bermain sepatu roda. Si Ali sangat antusias untuk menerima ajakan Aji. Tiba-tiba ibunya Ali menyela “Mase (baca: masnya atau kakaknya) belum bisa, Le”. Kontan Ali kehilangan semangat dan mengurungkan niat untuk ikut bermain. “Aku ndak iso Dek (Aku tidak bisa, Dik)”, katanya.
Meskipun tidak ikut bermain, diam-diam Ali memakai sepatu roda. Karena ternyata ibunya mengetahui, tiba-tiba dari arah belakang ada yang bertanya, “Iso, Le? (Bisa, Le?). Ya, pertanyaan ibunya Ali dengan nada tidak yakin bahwa Ali akan bisa memakai sepatu roda. “Aku ndak iso (Aku tidak bisa)”, jawab Ali sambil mencopot sepatu roda yang telah dikenakannya.
Keesokan harinya adalah Hari Minggu. Aji mengajak ayahnya pergi ke gelanggang olah raga untuk bermain sepatu roda. Aji mengajak Ali untuk turut serta. Ali antusias, “Ayo Om, aku juga ingin belajar”. Di gelanggang olah raga, Ali melihat banyak orang anak memakai sepatu roda. Tentu saja mereka sudah pada jago menggunakannya. Ali spontan bilang, “Aku ndak melu wes, Om. Jarno adik ae (Aku tidak ikut aja, Om. Biar adik aja yang main)”. Maksudnya, Ali cuma ingin nonton saja.
Si Om berusaha menyemangati Ali. Ketika akan naik ke aspal, dan Ali terpeleset, kembali ia berkata, “Aku ndak iso, Om (Aku tidak bisa, Om)”. Om tetap memberi semangat dan menuntun Ali untuk berjalan pelan memutari sirkuit. Setiap kali sedikit terpelest, Ali selau mengulang kata yang sama, “Aku tidak bisa”.
Bagaimana dengan si adik sepupu? Ia sudah melaju mengitari sirkuit. Kalau dibandingkan postur tubuh, si adik jauh lebih kecil.
Kisah sebelumnya, si adik sepupu ini juga belajar sepatu roda. Ia belum bisa bersepatu roda dengan roda sejajar. Oleh toko penjualnya, rodanya dipindah hingga seperti sepeda roda empat. Tapi karena sering lihat teman-temannya pakai sepatu roda dengan roda sejajar, si adik meminta ayahnya memindah lagi rodanya hingga menjadi sejajar (rodanya berjajar dalam satu baris).
Si adik sepupu ini berlatih sendiri, mulai di dalam rumah, di teras, hingga di jalanan depan rumah. Berkali-kali si adik ini terjatuh, tapi ibunya selalu bilang, “Ayo semangat. Namanya juga belajar. Bangun lagi!”. Praktis si adik sepupu ini sangat cepat bisa melakukannya.
Ternyata hal ini tidak hanya dalam memakai sepatu roda. Si adik juga lebih cepat bisa bersepeda, membaca, berhitung dan sebagainya.
Apa pasalnya? Karena mental si kakak sepupu sudah jatuh sebelum ia mempelajari sesuatu. Siapa yang membuat mentalnya jatuh? Orangtuanya. Dalam hal ini ibunya.
* * *
Cerita ini mengingatkanku pada tulisan lama tentang asumsi negatif yang dapat melemahkan mental anak. Bedanya, tulisan tersebut lebih berkaitan dengan sikap orangtua terhadap kesalahan yang dilakukan anak. Biar lebih komprehensif, silahkan dibaca saja.
Kita mungkin salah satu pelaku yang berbuat sama dengan ibunya si kakak sepupu. Baik karena alasan gengsi, malu, atau kebiasaan, mengatakan sesuatu yang membuat anak merasa tidak mampu, mentalnya jatuh. Lebih sering hal ini tidak disadari.
Coba ingat kembali, apakah kita orangtua yang membuat mental anak jatuh?
Artikel tentang Parenting Lainnya:
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Apakah Pribadi yang Suka Mengeluh itu Dibentuk?
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Pengembangan Diri yang Paling Murni
- Bagaimana Membangun Budaya Membaca pada Anak?
- Kesalahan dalam Memandang Gadget untuk Anak
- 6 Alasan Menghindari Intimidasi kepada Anak
- Antara Anak dan Karir, Sebuah Surat dari Seorang Ibu
- Bagaimana Mengatasi Temper Tantrum Anak?
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Kenapa Imajinasi Anak Itu Penting?
- Dari Galau Hingga Oportunistik, Diawali dari Problem Pengasuhan
- Membandingkan Anak Lebih Sering Tak Disadari
- Memahami Alat Permainan Anak dan Pola Pikir Anak
- Pendidikan Anak: Apa Tindakan Awal yang Tepat Ketika Anak Melakukan Kesalahan?
- Bolehkah Memarahi Anak?
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- 5 Alasan Fundamental Kenapa Membudayakan Membaca pada Anak Sangat Penting?
- Bagaimana Bertanggung Jawab atas Keseriusan Anak?
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Kenapa Anak Kita Mogok Sekolah?
- Kenapa Anak mengalami Kelekatan yang Tidak Aman?
- Manfaat Apresiasi untuk Anak
- Mengelola Emosi dalam Pengasuhan: Pencocokan Prediksi
- 3 Modal Utama Anak Aktif
- Bagaimana Anak Belajar Memiliki Kelekatan yang Sehat?
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Kompetisi Ego Mengaburkan Keselarasan Orangtua dan Anak
- Bagaimana Memberikan Bantuan yang Mendidik untuk Anak?
- Bagaimana Mencegah Terjadinya Temper Tantrum pada Anak?
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Mengajari Anak Menghadapi Kondisi Sulit yang Menimpanya
- Kendala Membangun Atmosfir Egaliter dalam Keluarga
- Untuk Masa Depan Anak, Berkorbanlah!
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Cara Mengendalikan Kemarahan Kita kepada Anak
- Bagaimana Memberikan Pendidikan Seks yang Sesuai untuk Anak?
- Penyebab Bawah Sadar Kekerasan pada Anak
- Tentang Pengasuhan, Mau Ketat atau Longgar?
- Bagaimana Orangtua yang Bekerja Menjaga Perkembangan Emosi Anak Tetap Sehat?
- Menggunakan Sudut Pandang Anak untuk Lebih Memahami Anak
- Porsi Kasih Sayang untuk Proses Adaptasi Anak
- Apa Kesalahan dalam Memberikan Bantuan untuk Anak?
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Kesulitan Orangtua Mengajak Anak Kembali ke Sekolah Pasca Libur
- Konsultasi Parenting: Orangtua Bosan, Hati-Hati Anak Jadi Korban
- Reaksi yang Harus Dihindari Orangtua Saat Anak Mengalami Bullying
- Memilih Sekolah untuk Anak: Antara Kualitas, Gengsi, dan Kemampuan Keuangan
- Melarang Anak dengan Pilihan Kata yang Tepat
- Bagaimana Prinsip Memilih PAUD untuk Anak?
- Bagaimana Menjadi Orangtua yang Mengelola Larangan dan Perintah?
- Dampak Atmosfir Egaliter bagi Rasa Percaya Diri Anak
- Membanggakan Anak Secara Berlebihan Itu Berbahaya
- Cara Beli Buku Daily Parenting
- Haruskah Dongeng Sebelum Tidur?
- Bagaimana Anak Menjadi Temper Tantrum?
- Mengapa Kata JANGAN Boleh Digunakan?
- Wreck It Ralph: Apakah Ilmu Pengasuhan Itu Omong Kosong?
- Meluruskan Makna Egaliter dalam Keluarga
- Bagaimana Menggunakan Kata JANGAN untuk Anak?
- Apa Dampaknya Jika Salah Memberikan Bantuan untuk Anak?
- Bagaimana Sikap yang Tepat terhadap Cara Bermain Anak?
- Apa Dampak Ketidakkompakan Orangtua Bagi Anak?
- Seni Pengawasan terhadap Anak
- Anak Anda Mogok Sekolah? Mari Kita Coba Mengatasinya!
- Apa yang Tidak Boleh Dilakukan Saat Anak Marah?
- Cara Tepat Memberi Bantuan untuk Anak
- Tips Mengubah Perilaku Anak dengan Memperbanyak Variasi Pilihan
- Benarkah Anak Kita Mengalami Bullying?
- Bagaimana Mengelola Keinginan Anak untuk Berbelanja?
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Menghilangkan Keunikan Anak dengan Diksi 'Lebih Unik'
- Syarat untuk Dapat Membaca Pola Perilaku Anak dalam Pengasuhan
- Harga Sebuah Kesempatan bagi Anak
- Dampak Reaksi Kekhawatiran yang Berlebihan terhadap Anak
- Hubungan Ayah Bunda dan Pengaruhnya Buat Perkembangan Anak
- Mengapa Kata JANGAN Dihindari Penggunaannya?
- Bahaya Mendikte Anak bagi Keberanian dan Kreativitas
- Bahasa Positif Menciptakan Perubahan Positif pada Perilaku Anak
- Apa Dampak Pelayanan Berlebihan untuk Anak?
- Stimulasi untuk Optimalisasi Belajar Anak
- Apa yang Harus Kita Lakukan Jika Anak Nonton Film?
- Bahaya Film Action yang Harus Diwaspadai Orangtua
- 5 Langkah Mengetahui, Apakah Anak Kita Mengalami Bullying
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- WAJIB TERUS DITUMBUHKAN Kesadaran Parenting sebagai Bentuk Pendidikan Pertama
- 5 Kesalahan Orangtua yang Melukai Kepercayaan Diri Anak
- Modal Dasar Pengasuhan
- Pentingnya Menepati Janji kepada Anak
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Semua Orangtua Punya Anak Kreatif
- Mengungkit Kelemahan, Menghilangkan Kekuatan
- Mengasuh Anak itu Membaca Pola
- Jati Diri Anak Terkubur oleh Determinasi Orang Dewasa
- 5 Dampak Ketidakpercayaan kepada Anak
- Bahaya Ancaman Bagi Anak
- Kesesatan Orangtua dalam Memandang Perkembangan Anak
- Belajar Bilingual Sejak Dini
- Pengembangan Bakat Anak dan Dilema Pilihan
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?