Pornografi tidak hanya menjadi konsumsi, tetapi juga bisa menjadi adiksi. Jika konsumsi substansi pornografi intens, maka akan menjelma menjadi pornoaksi yang juga bersifat intens. Karena itulah pornografi bersifat candu. Dan kecanduan pornografi perlu detoksifikasi.
Beberapa hari ini sedang mengoreksi modul-modul mahasiswa yang dibuat sebagai tugas Psikologi Perkembangan. Modulnya bertemakan pendidikan seks bagi remaja. Rata-rata modulnya berupa seminar dan penyuluhan pendidikan seks, yang sengat bersifat prefentif atau pencegahan. Bahkan ada sebuah modul yang berisi seminar tentang makanan bergizi untuk menyehatkan organ seksual remaja.
Teringat pada keluhan para orangtua di sebuah sekolah ternama. Beberapa orangtua menemukan media pornografi di gadget anak-anak mereka. Ada juga yang mengeluhkan kamar mandinya bau sperma. Mereka khawatir anaknya telah melakukan tindakan-tindakan seksual yang menyimpang. Keluhan ini terjadi pada dua sekolah setingkat SMP dan SMA. Karena itulah aku pernah diundang untuk mengisi sebuah sesi workshop tentang pendidikan seks remaja. Artinya, persoalan real di lapangan malah mengharapkan tindakan-tindakan kuratif atau pengobatan. Bahkan pengakses situs porno terbesar adalah Indonesia dengan sebagian besar konsumennya adalah anak-anak di bawah umur (merdeka.com).
Persoalan remaja yang berkenaan dengan pornografi dan pornoaksi, seperti yang dikeluhkan para guru dan orangtua, menunjukkan bahwa pornografi sudah bisa dikatakan sebagai penyakit yang mewabah. Berbicara pada konteks individual, pornografi seperti toksin yang masuk ke dalam diri, mengendap dan punya residu atau flek yang kemduan menjadi bagian dari diri konsumennya.
Seperti yang sudah pernah aku tulis di artikel tentang dampak televisi dan artikel tentang menyikapi penggunaan gadget oleh anak, dalam bidang medis, kita mengenal ada 3 substansi yang membuat kecanduan, yaitu obat atau drug, alkohol dan rokok atau nikotin. Sementara itu, riset dalam bidang psikologi menunjukkan ada 3 substansi yang lain, yaitu keluarga, televisi dan gadget. Kenapa 3 substansi tersebut dapat menimulkan adiksi? dapat dibaca di sini. Ternyata secara psikis, substansi yang bisa menimbulkan kecanduan tidak hanya itu, menganggur juga bisa menimbulkan kecanduan, seperti yang sudah pernah aku tulis di artikel ini. Nah, yang sedang kita bahas sekarang adalah kecanduan pornografi.
Jika substansi yang menimbulkan kecanduan dari sudut pandang medis (drug, alkohol, rokok) adalah toksin yang dapat menimbulkan residu, maka begitu juga dengan substansi yang menimbulkan ketagihan secara psikis (keluarga, televisi, gadget, menganggur, dan pornografi). Toksin ini mengendap dan menimbulkan residu. Jika di dunia medis residunya akan menjadi flek, adiksi psikologis juga sama. Karena itu, perlu detoksifikasi.
Sebagai substansi yang bisa menimbulkan adiksi, pornografi juga perlu didetoksifikasi. Seperti keluhan guru dan para orangtua yang sudah aku singgung sebelumnya, konsumsi pornografi yang intens akan menimbulkan residu. Jika terus-terusan melihat film porno, maka pikiran akan kuat tertuju ke situ. Akibatnya, cara pandang terhadap lingkungan, terutama yang berbau pornografi, akan mengarah kepada tindakan seksual (pornoaksi). Tindakan yang paling kecil adalah memikirkan seks. Jika selalu memikirkan tentang seks, maka kecanduan pornografi akan semakin diperkuat. Belum lagi penguatan dengan tindakan, seperti tindakan seksual yang mengiringi aktivitas pacaran, sampai pada onani atau masturbasi. Ini akan menjadi siklus yang semakin memperkuat kecanduan pornografi.
Karena itu, perlu ada upaya detoksifikasi dari kecanduan pornografi. Detoksifikasi akan semakin kuat jika ada kesadaran dari individu yang bersangkutan, ditambah dukungan dari orangtua dan keluarga. Detoksifikasi juga harus bersifat intens, karena pornografi yang sudah menjadi candu lebih sulit dihilangkan dan lebih mudah kambuh. Orang bilang seperti tobat lombok. Kalau kepedesan tobat, tapi besoknya makan lombok lagi. Apalagi jika seseorang masih punya akses terhadap lingkungna dan media yang mengarah kepada pornografi. Detoksifikasi harus semakin intens. Bagaimana melakukan detoksifikasi akibat kecanduan pornografi? Bisa dibaca di sini.
Apakah Kamu atau orang dekatmu mengalami kecanduan pornografi? Sudahkan dilakukan detoksifikasi?