Tahun 2015 telah berlalu, dan tahun baru 2016 sudah menjelang. Ada keinginan yang belum terlaksana. Ada juga harapan yang masih tertunda. Semua perlu disikapi. Bagaimana menyikapi tahun yang telah berganti?
Halo! Biasanya beberapa hari jelang pergantian tahun, sebuah artikel telah ku tuliskan. Kali ini agak terlambat. Tak papaplah, karena keterlambatan selalu lebih baik daripada tidak sama sekali.
Kali ini menulis apa ya? Pertanyaan itu pula yang membuat tulisan terlambat dibuat, karena pertanyaan tersebut punya makna, sebuah ekspektasi atas jawaban. Ya, harapan untuk membuat tulisan bermakna, sebagaimana kita memaknai apa yang kita lalui (di 2015), dan apa yang akan kita jalani (tahun 2016).
Berbicara tentang memaknai masa lalu dan merencanakan masa depan, berarti berbicara tentang tindakan yang akan kita tempuh atas dua hal tersebut. Bagaimana kita menyikapi tahun 2015 yang telah berlalu dan 2016 yang akan kita jelang?
Berbicara tentag tahun yang akan datang, pasti kita tak asing dengan istilah resolusi. Ya, tiap orang berhak membuat resolusi atas tahun yang akan dijalani. Sebuah resolusi mengandung konsekuensi, yaitu tindakan yang harus dilakukan, rencana yang harus dieksekusi. Dengan kata lain, resolusi menghendaki adanya rencana dan aksi nyata. Untuk dapat melakukan aksi nyata, maka kita butuh amunisi.
Langkah nyata adalah sebuah jembatan. Langkah nyata adalah sebuah jalan. Jembatan atau jalan seperti apa? Ya jalan yang menghubungkan antara tahun lalu dengan tahun yang akan datang. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, jika kita berbicara tentang tahun yang akan datang, berarti kita berbicara tentang harapan atau resolusi. Namun untuk mencapainya, kita tetap harus menoleh kepada tahun yang sebelumnya.
Apa yang kita tengok dari tahun 2015? Tentu saja kita perlu mengenali apa yang telah dicapai dan apa yang masih belum terpenuhi. Kita memilahnya dengan dua cara yang biasa kita lakukan, yaitu apresiasi dan evaluasi.
Pasti kita familiar dengan istilah evaluasi. Dalam evaluasi, ada kata value atau nilai. Secara sederhana, mengevaluasi berarti menilai. Namun yang perlu kita pahami, penialaian selalu dihadapkan pada kenyataan benar salah, hitam putih, minus dan plus. Sebagaima ketika guru memberikan penilaian, maka lembar jawaban siswa akan dikoreksi. Awalnya, guru menandai kesalahan. Selanjutnya, guru menghitung jumlah benar dari jawaban. Berdasarkan jumlah benar itulah guru memberikan nilai.
Jika kita paham dengan logika pemberian nilai dari guru kepada siswa, tentunya kita paham dengan evaluasi dan apresiasi. Bolehlah kita menengok pada nilai minusnya untuk awalnya, hanya untuk sementara. Namun jangan berlama-lama berkutat di sana. Kita harus beranjak kepada jawaban betulnya, atau dalam hal ini adalah capaian di tahun sebelumnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, kadang kita lupa, selalu banyak menghujat ketidakberhasilan, tetapi begitu minim memberikan perhatian kepada keberhasilan. Akibatnya, hidup kita semakin tidak berenergi, karena selalu menghitung-hitung kegagalan. Itulah mengapa evaluasi perlu diimbangi dengan apresiasi. Sebagaimana guru memberikan nilai dari jumlah jawaban yang benar, apresiasi juga berfokus pada capaian yang telah diraih. Nilai hanya muncul dari jawaban benar (bukan jawaban salah), demikian juga dengan energi yang hanya timbul dari apresiasi. Mengevaluasi yang belum tercapai memang penting dan juga mendatangkan energi. Namun jika bertolah dari apreasiasi atas capaian, maka langkah akan menjadi jauh lebih berenergi. Karena itulah seorang guru kadang memberikan hadiah untuk muridnya.
Dengan demikian, selain kita melakukan evaluasi atas ketidaktercapaian, kita juga perlu mengapresiasi apa yang sudah diraih. Karena dari capaian lah langkah kita akan dimulai lagi.
Nah, mau nanya nih, apa yang sudah Kamu capai di tahun 2015 dan apa yang akan Kamu raih di tahun 2016?