Apakah Penelitian Kualitatif itu Ilmiah?
August 12, 2019 . by rudicahyo . in Catatan Bebas, Pendidikan . 0 Comments
Tidak jarang orang merasa skeptis dengan pendekatan kualitatif dalam penelitian. Salah satunya karena sering dibandingkan dengan pendekatan kuantitatif. Perbandingan ini mengarah kepada pertanyaan tentang keilmiahan pendekatan kualitatif. So, apakah penelitian kualitatif itu ilmiah?
Hari ini adalah pertemuan pertama di awal semester. Kebetulan di pertemuan pertama ini adalah jadwalnya kuliah Metode Penelitian Kualitatif. Sebagai pengantar, agendanya adalah sosialisasi tentang capaian dan kerangka perkuliahan. Karena itu, yang dijelaskan hari ini adalah rancangan perkuliahan semester dan pembentukan kelompok untuk penugasan. Agenda inti perkuliahannya adalah ‘Menjadi Peneliti Kualitatif’.
Sebagai pengantar, saya mengungkapkan kesan yang muncul terhadap penelitian kualitatif dengan analogi jurusan antara IPA dan IPS. Coba saya bertanya kepada yang jurusan IPA, apa yang membuat Kamu mengambil jurusan IPA? Dan pertanyaan yang sama juga berlaku untuk anak jurusan IPS. Jawaban anak IPA sangat bervariasi, ada yang dihubungkan dengan cita-cita, ada yang dihubungkan dengan kahlian dan sebagainya. Sementara jawaban anak IPS lebih khas, misalnya tidak bisa hitung-hitungan, tidak suka melihat angka-angka, sampai pada karena tidak bisa masuk IPA. Nah, begitulah yang sering terjadi ketika mahasiswa menghindari pendekatan kuantitatif dan lebih memilih kualitatif. Bisa dimengerti kan? Karena itu, hal ini mempengaruhi imej pendekatan kualitatif dibandingkan dengan kuantitatif.
Ketika berbicara untuk kali pertama tentang pendekatan kualitatif dalam penelitian, terdapat pertanyaan yang sangat familiar, yang tidak bisa dipungkiri dibandingkan dengan pendekatan kuantitatif.Pertanyaan tersebut adalah: Apakah penelitian kualitatif itu ilmiah? Aapakah penelitian kualitatif objektif? Mari kita bahas pertanyaan tersebut.
Ilmu pengetahuan telah melalui sejarah yang panjang. Pertama kali orang mempelajari sesuatu secara ketat, objeknya adalah tentang alam dan bagaimana cara alam bekerja. Berbagai cara dilakukan hingga lahirlah istilah ilmiah yang mengacu kepada beberapa syarat, yaitu empiris, logis, objektif, dan sistematis. Dengan demikian, pertanyaan tentang keilmiahan pendekatan kualitatif setara dengan menanyakan, apakah penelitian kualitatif itu empiris, logis, objektif, dan sistematis?
Syarat ilmiah ini tentunya disandarkan pada objek ilmu yang mendominasi di awal perkembangannya, yaitu alam beserta isinya dan bagaimana ia bekerja. Karena itu, objek kajian ilmu bersifat empiris. Untuk objek kajian yang tidak tampak sebagaimana alam, maka ia dianggap tidak empiris alias tidak ilmiah. Hal ini kemudian diperdebatkan oleh berbagai ahli anti reduksionistik yang pada akhirnya membahas eksistensi manusia sebagai penentu perkembangan ilmu pengetahuan. Eksistensi manusia ini tidak lepas dari penginderaan, berpikir, dan merasa. Jika eksistensi tidak hanya ditentukan oleh aktivitas penginderaan (sensory), tetapi juga melibatkan pikiran dan perasaan, bagaimana objek yang disebut pikiran dan perasaan eksis sebagai kajian ilmu pengetahuan?
Pertanyaan selanjutnya, apakah penelitian kualitatif logis? Sudah kita ketahui bahwa penelitian kualitaif sangat identik dengna data yang berupa kalimat atau kata-kata, baik yang tertuang melalui wawancara, observasi, diskusi, maupun dokumen. Agar data-data tersebut menjadi bermakna, maka data tersebut harus diorganisir dan ditata, sehingga orang mendapatkan ilmu dari isinya, sekaligus enak untuk dibaca. Dengan demikian, apakah masih perlu dijawab pertanyaan tentang, apakah penelitian kualitatif sistematis?
Pertanyaan yang lain, apakah penelitian kualitatif itu objektif? Menyoal objektivitas, mari kita berbicara tentang data kualitatif. Data di kualitatif tidak dapat dipisahkan dengan sumber datanya, yang dalam hal ini adalah manusia. Ketika data dari sampel populasi di penelitian kuantitatif dapat dipisahkan dari orangnya, di pendekatan kualitatif tidak bisa demikian. Data di penelitian kualitatif adalah kebenaran tersendiri bagi subjek atau partisipan. Karena itu, justifikasinya dilekatkan pada orang yang bersangkutan. Misalnya, ketika orang mengatakan bahwa rindu itu seperti rembulan atau cinta bagaikan tahi kucing, pada saat itu justifikasi kebenaran berada pada orang yang mengatakan. Karena itu, jika ada partisipan penelitian kualitatif mengatakan demikian, maka kita tidak bisa mengatakan bahwa pernyataan mereka salah. Itu adalah kebenaran bagi mereka. Karena itu, objektivitas dan subjektivitas sudah menmui paradoksnya. Pernyataan yang paling subjektif adalah objektif bagi subjek yang bersangkutan.
Dengan penjelasan ini, silahkan disimpulkan, bagaimana jawaban atas pertanyaan: apakah penelitian kualitatif itu ilmiah?
Artikel tentang Catatan Bebas, Pendidikan Lainnya:
- Memilih Sekolah untuk Anak: Antara Kualitas, Gengsi, dan Kemampuan Keuangan
- Captain Phillips, Hanya Sekadar Kapten Kapal yang Pernah Dibajak
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Tantangan dalam Membudayakan Membaca Pada Anak
- Dwi Krisdianto, Kenangan yang Mengenang Dirinya
- Sebagai Guru, Sudahkah Kita Berdiri Di Atas Sepatu Siswa?
- Pro Kontra Penghapusan Status RSBI
- Menjadi Tukang Bersyukur dengan Level Tinggi
- Kenapa Dosen Perlu Membangun Kesetaraan dengan Mahasiswa?
- Prinsip Memilih Alat Permainan Edukatif untuk Anak
- Bagaimana Memberikan Pendidikan Seks yang Sesuai untuk Anak?
- Agenda Seminar PTPP: Appreciative & Innovative Parenting. Jangan lewatkan!
- Pendidikan Kita Menciptakan Jarak dengan Kehidupan?
- Cerita Lebaran: Polisi Balik Kucing
- Pendidikan Indonesia di Nomor S(ep)atu
- Ingin Belajar Efektif? Jangan Menggunakan Cara Kerja Foto Kopi!
- Rejeki Ramadhan di Kala Puasa
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Pay It Forward: Dengan Inspirasi, Guru Membuat Perubahan
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Pengembangan Diri yang Paling Murni
- Pergantian Tahun bukan Pergantian Tuhan
- Tak Baik Berprasangka Buruk, Tak Buruk Berprasangka Baik
- Bagaimana Prinsip Memilih PAUD untuk Anak?
- Bukan Stratifikasi, tapi Diferensiasi Pendidikan
- Pelajaran Berharga dari Film Soekarno
- Tips Tetap Produktif di Bulan Puasa
- Berhala Sistemik Dunia Pendidikan
- Menghilangkan Keunikan Anak dengan Diksi 'Lebih Unik'
- Kenapa Anak Kita Mogok Sekolah?
- 5 Alasan Fundamental Kenapa Membudayakan Membaca pada Anak Sangat Penting?
- Bagaimana Membuat Resolusi Tahun 2013 Menjadi Powerful?
- Mengembalikan Keseleo Pendidikan
- Pemimpin itu Pendidik
- Cara Beli Buku Daily Parenting
- Surat Balasan untuk Takita: Berbagi Kisah Dahsyatnya Bercerita
- Ingin Skripsimu Bergairah? Perhatikan 3 Komponen Penggalian Ide!
- Film Rekomendasi untuk Hari Guru
- Jilatannya Medan Banget
- Ayo Kita Jadikan Ramadhan Produktif
- Cara Tepat Mengatur Penggunaan Gadget pada Anak
- Apakah Kamu Mendidik atau Mendikte?
- Apakah Membacakan Buku Sejak Dalam Kandungan Akan Membuat Anak Gemar Membaca?
- Setelah Ramadhan Pertarungan Belum Berakhir
- Bolehkah Guru TK Mengajari Membaca?
- Mitos Keluar dari Zona Nyaman untuk Kesehatan Mental
- Nge-host Acara Anak-Anak, Sebuah Jalan Setapak Baru
- Pahlawan Di Hari Ibu
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Apa Catatan yang Harus Diperhatikan Jika Guru Menghukum Murid?
- Makna Belajar, Mana yang Lebih Utama, Kualitas atau Jumlah?
- Parenting Psikologi: Bagaimana Mengatasi Anak Susah Makan?
- PENDIDIKAN Kita Melestarikan Budaya Verifikasi Benar dan Salah?
- Mari Bergabung dalam Seminar Pendidikan ini!
- Paradigma 'Rewel' dan 'Nakal' pada Anak. Apa Bedanya?
- Matematika, Persoalan Epistemologi atau Etika?
- Pendidikan dan Sikap terhadap Tantangan Kerja
- Seperti Apakah Perubahan Diri Kita setelah Belajar?
- Warisan Unas: Ketika Kejujuran Menyisakan Penyesalan
- Kompetisi Ego Mengaburkan Keselarasan Orangtua dan Anak
- Profesi Guru, Antara Idealisme dan Industri Pendidikan
- Pembubaran RSBI Wujud Kemerdekaan Pendidikan
- Ujian Nasional (Unas), Harga Mahal Sebuah Kejujuran
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Jati Diri Anak Terkubur oleh Determinasi Orang Dewasa
- Perlukah Anak Melakukan Les Privat Selain Belajar di Sekolah?
- Internet Turut Membentuk Makna Axistensi di Tempat Kerja
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Apakah Pendidikan Kita Membangun Karakter?
- "angka" dan "tuhan", Analisis Post Strukturalisme
- Belajar Hafalan, Membentuk Generasi 'Foto Kopi'
- Menjadi Guru adalah Jalan Pedang
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- Apakah Pendidikan Kita Sudah Kontekstual?
- Selamat Jalan Sahabat
- Tahun Baru, Apresiasi dan Evaluasi
- Kenali Pengujimu, Persiapkan Ujian Skripsimu!
- Makna Pergantian Tahun yang Kepo
- Anak Anda Mogok Sekolah? Mari Kita Coba Mengatasinya!
- Bagaimana Membangun Budaya Membaca pada Anak?
- Pendidikan Karakter dan Kebahagiaan Murid