Banyak hal yang memperlancar proses pembelajaran. namun juga tidak sedikit faktor yang menghambat. Bahkan kadang tidak disadari oleh pengajar, karena sepertinya proses belajar itu berjalan dengan lancar dan peserta mengikuti setiap instruksi yang kita berikan. Karena itu, pengajar atau guru wajib untuk tahu problem fatal yang umum terjadi ketika memandu proses belajar.
Sebelum masuk kepada pembahasan tentang problem fatal yang biasanya dihadapi oleh pengajar, baik itu guru, dosen, trainer, atau profesi yang sejenis, mari kita sejenak berefleksi dengan menjawab pertanyaan berikut ini:
- Apakah kita pernah menyaksikan proses belajar yang lancar, tapi ketika peserta diberikan penugasan, mereka tidak paham apa yang harus mereka lakukan?
- Apakah kita pernah melihat bahwa peserta melakukan setiap langkah/step yang kita instruksikan, tetapi tidak dapat melakukan apapun ketika kita lepaskan?
- Apakah kita pernah mengalami bahwa peserta merasa senang mengikuti semua proses, tetapi ketika ditanya, tidak paham maksud dari setiap tindakan yang mereka lakukan?
Atau mungkin kita pernah mengalami kondisi yang berbeda, seperti berikut ini:
- Apakah kita pernah memberikan ceramah, dan peserta merasa paham setiap detil yang kita sampaikan, tetapi tidak tahu, selanjutnya akan diapakah pengetahuan yang telah mereka dapatkan?
- Apakah kita pernah bersusah payah memandu proses yang (menurut kita) menyenangkan, tetapi justru peserta ingin menggunakan metode yang paling konvensional?
- Apakah kita pernah menyampaikan materi berjam-jam, tapi peserta sulit untuk mencerna, dan hal itu sudah bisa dilunasi hanya dengan tigapuluh menit praktek atau penugasan?
Meskipun pertanyaan tersebut hanya mewakili sebagian kejadian yang bisa kita refleksikan, tetapi pertanyaan tersebut juga cukup mewakili beberapa problem fital yang kadang tidak disadari oleh pengajar.
Lalu apa sebenarnya problem fital yang mungkin sering kita lakukan tetapi tidak kita sadari?
- Orientasi penyampaian materi
Peninggalan yang membekas pada default setting kita adalah pengajaran berbasiskan isi. Pola ini sudah bertahun-tahun kita lakukan, sehingga meninggalkan pola pikir kejar setoran dalam memandu pembelajaran. Orientasi dalam mengajar adalah ketersampaian materi, bukan ketercapaian tujuan.
2. Tuntutan, bukan tuntunan
Ketika pengajar tahu tujuan yang harus dicapai, kadang hal ini tidak sesuai dengan kondisi kemampuan dasar dan preferensi atau gaya belajar peserta. Ketika kita menuntut untuk ketercapaian tujuan yang diharapkan, tetapi tidak memahami kondisi nyata di lapangan, maka yang sering terjadi adalah frustrasi. Kita tidak melakukan penyesuaian untuk menyesuaikan dengan ritme belajar peserta. Ketika kondisi (misalnya kemampuan) siswa tidak seperti yang kita bayangkan, pada saat itu kita harus melakukan penyesuaian. Kita memang tetap memegang tujuan akhir, namun kita bisa memilahnya dalam beberapa tahap pencapaian.
3. Prosedur yang tidak kontekstual
Ketika sebuah rancangan pembelajaran sudah dirumuskan, pengajar seharusnya tahu, (sebenarnya) untuk apa sebuah desain pembelajaran dibuat. Seharusnya pengajar peduli dengan luaran yang seharusnya dihasilkan, sehingga pengajar bukan hanya berperan sebagai implementator atau pelaksana dari rancangan yang sudah dibuat. Hal ini yang menjadikan proses belajar yang menyenangkan sekalipun, mendadak menjadi kaku dan terlampau instruksional. Kita hanya mendikte peserta untuk melakukan ini dan itu, step satu, step dua, dan seterusnya. Namun mereka sendiri tidak menjiwai atas tindakan yang mereka lakukan.
4. Terjebak pada keluhan
Tidak jarang ketika kita memandu proses belajar, ada hambatan yang muncul, misalnya satu atau dua anak yang tidak dapat mengikuti proses pembejaran dengan baik. Kita bisa saja menemukan problem kemampuan yang kurang atau kemauan yang tidak kuat dari peserta pembelajaran. Ketika ini terjadi, tak jarang kita beralih fokus dan terganggu dengan kondisi tersebut. Akibatnya, energi kita diarahkan untuk memperhatikan beberapa gelintir siswa tersebut. Kita tidak lagi fokus kepada keseluruhan siswa atau kemungkinan kolaborasi yang bisa dilakukan antar mereka. Padahal siswa yang tidak dapat mengikuti proses belajar dengan baik, dapat ditingkatkan keterlibatannya dengan kolaborasi bersama siswa lain yang lebih mampu dan mau melakukannya.
5. Kurang mengenali peserta
Sebenarnya ada dua kesalahan yang terkandung dalam poin kelima ini, yaitu tidak mengidentifikasi kondisi siswa, baik berkenaan dengan kebutuhan, kemampuan, hingga preferensi atau gaya belajar. Yang kedua adalah pendekatan atau rapport yang kurang baik, sehingga siswa tidak merasa dekat dengan kita.
Demikian lima problem fatal yang biasanya kurang disadari dalam memandu proses belajar peserta atau siswa. Apakah Kamu juga mengalami problem yang sama? Atau Kamu punya problem lain yang dapat dibagikan di sini?