Kita dihadapkan dengan pilihan-pilihan dalam hidup. Karena itu, kita memiliki aktivitas yang disebut ‘memilih’. Aktivitas ‘memilih’ itu sendiri adalah pilihan, termasuk pilihan untuk tidak memilih. Dengan demikian, ketika kita tidak memilih sesuatu ‘yang lailn’, maka pada saat itulah kita membuat pilihan.
Apa itu Pilihan, Memilih dan Yang Lain?
Setiap hari kita disuguhkan berbagai pilihan, mulai dari apakah hari ini sarapan atau tidak, jika sarapan apakah cukup dengan setangkup roti atau sepiring nasi, berangkat kerja/sekolah dengan motor atau kendaraan umum dan sebagainya. Pilihan ini membuat kita sadar akan keberadaan realita, baik internal maupun eksternal. Realitas eksternal berupa pilihan dan realitas internal berupa kebutuhan (untuk memilih).
Memilih adalah aktivitas untuk mengambil satu hal dan tidak mengambil hal lain. Ketika dihadapkan dengan pilihan, akan ada hal yang kita ambil dan yang tidak kita ambil. Objek sadar yang akan kita pilih inilah yang disebut dengan pilihan.
Setiap kita memilih, maka akan ada sajian yang kita pilih dan yang tidak kita pilih. Untuk hal yang tidak kita pilih, kita sebut dengan ‘yang lain’. Yang lain ini awalnya punya kedudukan yang sama dengan sesuatu yang kita pilih. Namun setelah sebuah pilihan dibut, kedudukan ‘yang lain’ menjadi berbeda. Perbedaan ini bukan tentang prioritas dan bukan prioritas, namun ‘yang lain’ juga bisa sama pentingnya dengan hal yang kita pilih, hanya saja berkebalikan. Dengan kata lain, sesuatu ‘yang lain’ sebenarnya adalah pilihan, ya sesuatu yang kita pilih untuk tidak dipilih.
Kebutuhan dan Kesadaran akan Pilihan
Kebutuhan adalah salah satu dorongan yang membuat kita memilih. Namun sebenarnya tidak hanya kebutuhan yang membuat kita memilih. Ketersediaan objek (yang kemudian kita sebut pilihan) juga memungkinkan kita untuk memilih. Tentunya dengan tetap didahului oleh kebutuhan untuk memilih. Karena itulah adanya objek membuat kita sadar akan adanya pilihan. Hal ini juga dapat mengaktivasi kebutuhan kita untuk memilih. Namun sebenarnya gerakan dari objek (calon pilihan) ini sebenarnya adalah gerakan semu.
Pilihan adalah objek yang disadari. Pilihan bisa seolah-olah bersifat aktif dan memberikan stimulasi kita untuk memilih. Namun sebenarnya yang aktif untuk memanipulasi objek adalah kita dengan berbagai kebutuhan dan kesadaran yang kita miliki. Calon pilihan itu memang ada. Namun keberartian calon pilihan untuk menjadi pilihan adalah tindakan aktif kita. Kita memiliki dorongan, kebutuhan dan kesadaran akan calon pilihan. Kita mendorong diri untuk membutuhkan tindakan memilih.
Ketika objek yang akan dipilih tersuguhkan di depan kita, seolah kesadaran kita bersifat pasif dan reaktif. Padahal objek pilihan itu kita hadirkan secara aktif atas dasar dorongan atau kebutuhan kita. Kita kemudian mengidentifikasi objek-objek tersebut sebagai pilihan-pilihan. Penampakan kebutuhan kita dalam area kesadaran kita sebenarnya dideterminasi oleh diri kita (bukan objek eksternal). Kitayang menyeret objek-objek tersebut dan memberikan identitas kepada mereka sebagai pilihan-pilihan.
Baca juga tulisan terkait:
Ikigami, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
Menjadi yang Baik Tanpa Syarat
Kesadaran dan Medan Pilihan Sadar
Gagasan tentang kesadaran yang non-deterministik dan mengaktivasi objek menjadi pilihan, seolah-oleh terlampau idealis. Namun memang demikianlah interaksi (kalau tidak mau disebut pertarungan) subjek-objek, antara yang menyadari dan yang disadari. Sangat bisa diterima jika manusia adalah subjek yang aktif dan mampu memanipulasi objek, termasuk juga manusia (subjek) lain yang masuk dalam area pilihan.
Sekarang ceritanya mulai berbeda ketika yang menjadi objek pilihan kita adalah subjek seperti kita. Kita akan berhadapan dengan subjek yang juga membuat pilihan-pilihan. Medan pilihan kita akan bersinggungan dengan medan pilihan orang lain. Kita punya energi untuk memilih, demikian juga dengan orang lain. Hanya saja, arah pilihannya bisa sama atau berbeda.
Arah pilihan ini dapat digambarkan seperti istilah tangan yang saling menepuk atau bertepuk sebelah tangan. Hal inilah yang menimbulkan situasi dari aktivitas memilih. Situasi Pertama, ketika arah dari pilihan kita dan orang lain sama, maka kita bisa berkolaborasi atau bekerjasama. Besar kecilnya energi akan menentukan jenis dan kontribusi dari subjek-subjek yang terlibat. Situasi kedua, bisa juga arahnya berlawanan. Jika arah berlawanan, maka energi dari masing-masing subjek akan bertarung. Setuasi ketiga adalah arah yang tidak sinkron. Ini seperti bertepuk sebelah tangan. Si A mengarahkan energinya ke B, namun si B tidak mengarahkan energinya kepada si A (melainkan mengarahkan kepada yang lain). Situasi ketiga ini menyebabkan terjadinya pengurangan energi karena tidak ada saling menguatkan (situasi pertama) atau pengautan yang ditimbulkan oleh aksi-reaksi (situasi kedua).
Tonton juga video berikut ini:
Keberadaan ‘Yang Lain’ sebagai Background bagi Figur Pilihan
Sesuatu yang tidak kita pilih bukan berarti mereka menghilang. Sesuatu yang tidak kita pilih menempati posisi yang berubah dalam kesadaran kita. Mereka tetap hadir mengiringi objek yang kita pilih. Justru keberadaan ‘yang lain’ membuat pilihan kita menjadi menguat dalam kesadaran.
‘Yang lain’ masih memiliki kekuatan yang sama, namun tidak secara aktual. Posisi ‘yang lain’ mundur menjadi background yang tetap punya energi potensial. Suatu waktu ‘yang lain’ tetap bisa menawarkan diri sebagai pilihan. ‘Yang lain’ ini terus membayang-bayangi kesadaran kita dan terus menawarkan diri. Jika posisi figur pilihan menjadi goyah, maka kesadaran kita akan terpengaruh oleh ‘yang lain’. Pada saat itulah ‘yang lain’ menguat menjadi alternatif pilihan-pilihan.
Namun ketika objek yang kita pilih semakin menguat, maka ‘yang lain’ akan tetap menempati posisinya sebagai background. Ketika pilihan kita dan background-nya bersifat harmonis, maka posisi tersebut bisa menjadi menetap atau kokoh. Dengan kata lain, ‘yang lain’ tidak menjadi pesaing bagi pilihan. ‘Yang lain’ justru semakin menguatkan pilihan.
Misalnya ketika Andi memilih kuliah jurusan Psikologi (pilihan pertama) dibandingkan manajemen (pilihan kedua), maka Andi membuat pilihan untuk kuliah di jurusan Psikologi. Namun ketika Andi merasa bahwa Psikologi kurang berarti, maka manajemen langsung mengambil alih sebagai objek pilihan. Ini berbeda jika Andi merasa bahwa ilmu psikologi yang nantinya ia pelajari dapat menjadi pondasi untuk ia belajar manajemen sumber daya manusia atau personalia. Maka keduanya akan tetap menempati posisinya dalam figur pilihan (psikologi) dan background (manajemen).
Demikian kajian Filsafar Eksistensialisme rudicahyo kali ini. Jika ada pendapat atau pandangan yang berbeda, silahkan tuliskan di kolom komentar ya..