Tidak masalah kita punya masalah, karena begitulah lumrah adanya. Tapi bagaimana yang seharusnya? Bagusnya kita tak hanya berkutat di zona masalah, tetapi bergerak menuju zona solusi.
Beberapa waktu yang lalu, saya diminta untuk memeberikan pelatihan tentang penanaman nilai di sebuah akademi milik dinas perhubungan. Saya terlibat obrolan santai dengan peserta. Mereka adalah mahasiswa yang akan lulus dan memasuki dunia kerja. Di sela mengerjakan tugas pelatihan, para peserta bertanya tentang strategi menghadapi wawancara.
Salah satu obrolan menarik adalah tentang pertanyaan pewawancara mengenali masalah yang pernah dihadapi oleh mereka. Jadi kurang lebih pertanyaan mereka begini, “Bagaimana jawaban kita jika pewawancara tanya tentang persoalan yang pernah kita hadapi?”.
Sebelum dijawab, mari kita saksikan video berikut ini:
Apa yang Kamu rasakan setelah melihat video tersebut? Apa yang ada di benakmu?
Setiap orang pasti pernah memiliki masalah. Karena itu, setiap orang pasti punya cerita yang bisa dibagikan tentang masalah yang ia hadapi. Tapi bagaimana dengan pertayaan wawancara yang bertanya tentang persoalan yang pernah dihadapi?
Sebenarnya, orang selalu suka bercerita tentang persoalan yang ia hadapi atau pernah dialami. Apalagi jika berjumpa dengan orang dekat atau orang yang pernah/sedang mengalami persoalan yang sama. Meskipun masalah itu menyakitkan, tapi banyak orang yang suka menceritakan. Satu sisi memang membantu membebaskan emosi yang tertahan (emotional release). Di sisi lain, yang cerita merasa punya teman senasib sepenanggungan.
Tapi yang sebenarnya terjadi, ketika emosi tersebut terus-menerus diceritakan, maka sisi negatifnya akan tertularkan. Sisi defisit, yang membuat orang turut serta berkubang dalam keluhan. Maka tak jarang juga si pendengar merasakan ketidaknyamanan jika temannya terus-terusan melancarkan keluhan.
Lalu bagaimana dengan pertanyaan peserta pelatihan mengenai jawaban akan pertanyaan pewawancara tentang persoalan?
Begitulah reaksi teman ngobrol, termasuk si pewawancara, ketika terlalu panjang diperdengarkan keluhan. Memang, si pewawancara ingin mengetahui persosalan yang kita hadapi. Tapi apa yang sebenarnya ia tunggu? Tentu saja cara kita melakukan solusi. Kita harus bergerak dari zona masalah ke zona solusi.
Pewawancara akan merasakan sensasi berbeda ketika orang yang diwawancarai mengalihkan obrolan dari masalah kepada solusi yang ia lakukan. Selain mendapatkan spirit, karena beralih dari keluhan kepada pencerahan, si pewawancara akan mendeteksi, apakah kita berpotensi menjadi pemberi/pembuat solusi atau justru orang yang berkutat dengan keluhan dan berkubang berlama-lama dalam permasalahan.
Secara alamiah, hal ini memang terjadi, orang tahu bahwa masalah tidak menyenangkan, tapi lebih suka berkutat di dalamnya. Termasuk di video yang kamu saksikan tadi, semua orang tetap bertahan di zona masalah dan hanya ada satu anak yang bergerak keluar menuju zona solusi. Coba bayangkan apa yang terjadi ketika setiap orang seperti anak dalam video, bergerak dari zona masalah ke zona solusi.
Bagaimana dengan Kamu dan orang-orang di sekitar Kamu? Lihatlah sekali lagi!