Kesalahan dalam Memandang Gadget untuk Anak
Februari 11, 2019 . by rudicahyo . in Parenting . 0 Comments
Teknologi menjadi bagian dari perkembangan jaman yang turut memudahkan menjalani kehidupan. Namun berbagai dampak yang tak diinginkan menjadikan kita menempatkannya sebagai musuh. bersama. Di sinilah letak kesalahan dalam memandang gadget. Lalu bagaimana seharusnya?
Beberapa waktu yang lalu, saya diminta untuk mengisi acara talkshow di sebuah sekolah SMP di Daerah Gresik. Temanya tentang penggunaan gadget, yang bunyi judulnya adalah “Aku, Anakku, dan Gadget”.
Tentunya setiap hal baru memiliki sisi positif dan negatifnya, begitu juga dengan gadget yang disertai dengan internet di dalamnya. Disamping karena butuh penyesuaian untuk menghadapi perubahan, penggunaan gadget oleh anak memang sering menimbulkan kecemasan, terutama bagi orangtua. Karena hal ini, menjadi lumrah kemudian jika orangtua berusaha menjauhkan anak dari gadget, Â memeranginya, membuat gerakan (semisal gerakan 1821 yang mewajibkan orangtua menjauhkan anak dari gadget dan televisi dari jam 6 sampai jam 9 malam), bahkan ada yang ‘mengharamkannya’.
Tindakan orangtua ini dilatarbelakangi oleh kecemasan mereka akan penggunaan gadget yang membawa dampak buruk. Artinya, jika kita mau memilah, ketakutan itu menjadi wajar jika dilatarbelakangi oleh penggunaan yang mengarah kepada dampak negatif bagi anak. Content kekerasan, bullying, pornografi, kejahatan cyber dan semacamnya, patut menjadi bahan pertimbangan bagi kewaspadaan orangtua.
Hanya saja, tindakan ini kadang membuat orangtua over generalisir, yaitu menafikan dampak positif dengan penemuan teknologi gadget dan internet. Diawali dengan cara berpikir yang seperti ini, tindakan orangtua kadang menjadi tidak tepat. Hal ini diperparah oleh kebiasaan sebagian orangtua yang kurang intens dalam berinteraksi dengan anaknya. Kenapa perang gadget bisa semakin diperparah oleh minimnya interaksi orangtua anak?
Dari diskusi saya dengan para orangtua di forum talkshow, ada orangtua yang bilang bahwa dengan gadget, anak akan menjadi lebih mudah dikendalikan, misalnya dari rewel dan menangis. Pernyataan ini tentunya membawa kepada cara berpikir yang salah. Jika pemberian gadget kepada anak dilatarbelakangi oleh motif seperti demikian, maka tunggulah saat orangtua tergantikan oleh gadget. Nah, yang awalnya gadget tidak berbahaya, sekarang menjadi berbahaya karena menggantikan fungsi orangtua dalam membuat anak merasa senang, tenang, dan bahagia secara emosional.
Bertolak dari memberikan gadget kepada anak, kita padukan dengan kurangnya intensitas orangtua anak. Apa kaitan keduanya? Ya, sebagian orangtua memposisikan diri sebagai mandor dan memperlakukan anaknya seperti pekerja. Ketika anak datang dari sekolah misalnya, anak akan ditanya, bagaimana belajarmu, bagaimana nilaimu, tadi bisa tidak mengerjakan tugas dan sebagainya. Pertanyaan ini tetap positif. Namun jika orangtua menjadikan diri sebagia mandor, tetapi tidak terbangun interaksi yang egaliter, maka tunggulah saat dimana anak akan tertutup dan menjawab berbagai pertanyaan orangtua tentang sekolah dengan jawaban singkat, semisal “Biasa saja”, “Baik”, Ya begitu itu” dan semacamnya.
Model interaksi yang tidak intens dan berjarak seperti ini, akan membuat orangtua gampang terpisahkan oleh gadget. Misalnya saja orangtua yang membuat aturan kuantitas dalam penggunaan gadget, hanya boleh selama 1-2 jam saja. Tapi apa yang terjadi? Gadget itu punya efek nyaman pada diri anak. Selanjutnya, 1-2 jam tidak akan cukup lagi. Berawal dari 1-2 jam itu, anak akan mencari cara dan memanfaatkan peluang untuk menggunakan gadget dengan durasi yang lebih panjang. Bayangkan jika ia sudah mulai menemukan games, nonton youtube dengan channel kesukaan dan sebagainya. Dengan kondisi ini, posisi orangtua akan lebih mudah tergantikan oleh gadget. Sedangkan larangan orangtua dalam menggunakan gadget akan semakin berasa seperti pengekangan. Kenapa hal ini terjadi? Karena orangtua memberikan gadget. Kata ‘memberikan’ di sini lebih berarti melepaskan anak sendirian atau hanya berdua dengan gadget. Maka hubungan antar keduanya akan semakin intens dan mesra.
Karena itu, penggunaan gadget pada anak lebih dari soal mengontrol secara kuantitas, tetapi juga perlu memperhatikan penggunaan yang berkualitas. Inilah awal mulai problem penggunaan gadget pada anak. Bagaimana cara untuk mengelo hubungan anak dengan gadget? Kita akan bahas di tulisan berikutnya ya..
Nah, sekarang bagaimana Ayah/Bunda/Kakak dalam memperlakukan anak sehubungan dengan penggunaan gadget?
Tag: anak, gadget, parenting, pengasuhan, psikologi