Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
November 30, 2020 . by rudicahyo . in Creative Learning, Pendidikan, Psikologi Populer . 0 Comments
Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi. Semakin berkembangnya teknologi membuat cara belajar anak tidak lagi menyesuaikan dengan media yang pilihannya terbatas. Dengan teknologi informasi, terutama internet, anak justru bisa mengelola media untuk menyesuaikan dengan gaya belajar nya. Lahirlah 5 pola perilaku baru dalam bealajar sebagai dampak teknologi informasi.
Setelah diumumkan bahwa pembelajaran resmi dilakukan dari rumah, reaksi anak-anak adalah merasa libur. Surga berikutnya adalah penggunaan gadget dengan waktu yang berlimpah ruah. Anak tidak hanya menggunakan gawai saat pembelajaran, tapi juga setelahnya dapat memanfaatkannya untuk beraneka hiburan. Bahkan jika dihitung-hitung, waktu yang dihabiskan untuk belajar dengan gawai jauh lebih pendek. Sebagian besar waktu digunakan untuk untuk hiburan, seperti game dan nonton youtube entertainment.
Selain persoalan penggunaan untuk hiburan, terjadi perbedaan porsi antara waktu belajar saat sekolah tatap muka langsung dengan pembelajaran daring. Waktu belajar diperpendek dan tuntutan akademik dikurangi. Penggunaan gawai yang relatif lebih panjang membuat anak semakin akrab dengan teknologi internet. Mereka memanfaatkan internet untuk belajar. Jika dulu kita harus membaca buku dan menulis di kertas, sekarang kita mengetik dan membaca secara digital. Kalau dulu sumber informasinya buku fisik, sekarang buku elektronik dan berbagai artikel yang tersebar di berbagai portal, blog dan website. Belum lagi content audio visual yang disediakan lewat youtube, vimeo dan lain-lain. Dengan teknologi informasi, gaya belajar anak tidak lagi menyesuaikan dengan ketersediaan media, tapi media itu sendiri bisa dikelola untuk menyesuaikan dengan selera anak.
Saya melihat beberapa fenomena tentang pemanfaatan teknologi informasi untuk belajar berdasarkan selera anak. Bintang, anak saya, mengetik menggunakan dictation, sehingga dia tinggal ngomong dan muncullah tulisan. Fitur yang sama juga tersedia di media sosial, seperti whatsapp. Begitu juga dengan google document yang dapat mengakomodir kebutuhan yang sama.
Selain menulis, kebutuhan membaca juga terakomodir dengan cara yang tidak kalah canggih. Ini bukan fitur atau fasilitasnya yang canggih, tapi kreativitas anak dalam memanfaatkan fasilitas yang ada. Untuk urusan membaca, selain mereka dapat menggunakan berbagai fasilitas voice reader yang disediakan oleh adobe atau sejenisnya, anak saya juga mengcopy materi pelajarannya ke google translate, kemudian mengklik icon voice di platform tersebut. Hasilnya, dia tinggal rebahan atau disambi melakukan kegiatan lain untuk mendengarkan materi dibacakan oleh mesin.
Fenomena yang sekilas saya ceritakan di atas, tidak dapat dihindari akan berdampak dengan cara berpikir dan gaya belajar anak. Berikut ini adalah beberapa pola perilaku baru yang diterapkan anak dalam belajar.
Artikel Terkait:
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Internet Turut Membentuk Makna Eksistensi di Tempat Kerja
1.Β Berpikir Praktis
Anak ingin segera menggunakan waktu sesingkat-singkatnya untuk mengerjakan tugas dan segera kembali ke platform hiburan. Apalagi jika orangtua sudah menjanjikan bahwa ia bebas menggunakan gawai setelah tugas diselesaikan. Maka ia akan seirit mungkin menggunakan tenaga dan sesingkat mungkin menggunakan waktu dalam mengerjakan tugas.
2. Berpikir Elementaristik
Ketika anak menemukan kesulitan untuk memahmai konsep, misalnya ingin tahu definisi dari sebuah istilah, maka ia akan mencarinya di google. Cara yang pasti diterapkan adalah menggunakan keywords yang dimasukkan di search engine. Setelah artikel yang berkaitan ditemukan, maka ia akan membacanya? Tidak, mereka hanya akan mencari kata yang diinginkan. Anak akan memasukkan kata kunci tersebut dalam fitur finding (biasanya dengen memencet control-F atau command-F). Hasilnya, highlight kuning akan menyorot kata tersebut. Hanya bagian itulah yang mereka baca.
3. Berkurangnya Budaya Membaca dan Menulis
Jika menulis diartikan dengan menggoreskan pena ke kertas, jelas budaya tersebut akan tergantikan oleh aktivitas mengetik. Namun untuk membaca, sehubungan dengan poin 2 di atas, maka anak akan lebih memilih membaca bagian-bagian kecilnya saja. Informasi yang lebih luas dan detil tidak menarik bagi mereka.
4. Berpikir Asosiatif
Tidak hanya sisi negatif, dampak positif juga bisa diperoleh oleh anak, yaitu berkembangnya cara berpikir lateral. Anak akan terbiasa mengaitkan antar informasi yang hadir secara visual di depannya. Kehadiran informasi tersebut terjadi secara simultan. Karena bersamaan, maka anak akan menangkap bagian-bagian menarik dan merangkainya menjadi informasi atau pengetahuan baru.
5. Kreativitas Berkembang
Sebagai dampak kemampuan berpikir asosiatif yang berkembang, maka pikiran anak akan lebih membuka diri untuk berbagai informasi dan gagasan. Hal ini membuat cara berpikir divergen akan berkembang, yang selanjutnya akan berdampak positif bagi kreativitas anak.