Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu….
May 24, 2020 . by rudicahyo . in Inspirasi (Insert), Psikologi Populer . 0 Comments
Apa yang terlintas di benak kita ketika ada istilah ‘the real life’ atau ‘kehidupan nyata’. Kadang kata-kata ini kita ucapkan lebih dari sekadar hidup dalam kenyataan, tapi lebih kepada menggambarkan penderitaan. Lho maksudnya seperti apa?
Saat salam di sholat witir terakhir di Ramadhan ini, tiba-tiba rasanya sedih karena ada yang mau berpisah. Ya, berpisah dengan Ramadhan tentunya. Rasanya tidak rela ia berlalu, karena aku merasa kurang dan kurang dalam kebaikan. Meskipun memang benar, bahwa kebaikan itu bisa dilakukan kapan saja. Tapi nuansa kebaikan di bulan Ramadhan itu benar-benar terasa. Lalu tersentil pikiran bahwa, sepertinya suasana pandemic karena corona adalah salah satu penunjangnya. Ya, sekian lama bekerja dari rumah, meskipun kepadatannya juga sangat luar biasa, namun pengaturan waktu ibadah begitu leluasa. Membasa Al Qur’an hingga larut, tidur hanya beberapa jam, dan mungkin diselingi mengantuk di pagi atau siang hari, tak ada kekhawatiran. Dulu kalau puasa, yang jadi kekhawatiranku adalah ketika harus menyetir, terutam saat pulang kerja. Itu sudah pasti ngantuknya luar biasa. Nah, di situasi work from home (WFH) ini, sepertinya aku bisa fokus beribadah. Alhamdulillah…
Selesai sholat tarawih di hari ketigapuluh, terlemparlah ingatan ini kepada beberapa tahun yang lalu saat sering berlebaran di kampung halaman. Biasanya pulang kampung di H-2 atau H-3 sebelum lebaran. Ada kesempatan untuk tarawih di masjid kenangan masa kecil. Saat sholat witir untuk terakhir kali di Ramadhan kala itu, ada seorang anak, ehm sepertinya remaja seusia SMP mungkin, sedang terisak di tengah witirnya. Aku tahu, karena ia berada di sebelahku. “Luar biasa anak ini”, di benakku. Aku berpikir, pasti dia sangat merasa keberatan dengan beralalunya Ramadhan.
Aku bertanya kepada anak tersebut, “Kenapa menangis, Dek?”. “Ramadhan akan berakhir”, jawabnya. Wah benar juga, anak itu menangis karena Β akan berakhirnya Ramadhan. “Berdoa saja, kita selalu diberi kesempatan bertemu Ramadhan berikutnya”, demikian ucapku kalem. “Tapi masih lama, Om”, katanya. “Setahun itu tidak terasa”, sanggahku. “Tapi setahun itu waktu yang lama untuk sekolah”, katanya. Mulai ada yang menarik dalam percakapan kami. “Maskudmu?”, tanyaku singkat. “Berakhirnya Ramadhan berarti habis ini lebaran”, katanya. “Terus?” tanyaku penasaran. Β “Habis lebaran kembali ke dunia nyata”, katanya lagi. “Maksudnya?”, masih mencoba meraba arah pembicaraan. “Itu artinya kembali ke sekolah, Om”, dengan suara agak keras sambil mengusap air mata di pipinya. “Oh…”, ternyata..
Dari ilustrasi singkat si anak yang takut kehilangan Ramadhan, karena berlalunya Ramadhan berarti sudah mendekati akhir liburan, ada kata menarik yang ku garis bawahi, ‘dunia nyata’. Aku teringat bahwa kata ini sering juga diucapkan oleh para mahasiswa jelang akhir masa ospek. Bukan diucapkan oleh mahasiswa baru yang diospek, tapi diucapkan oleh mahasiswa lama yang jadi panitianya. Mereka akan kehilangan masa-masa menikmati mengospek adek-adeknya, dimana kekuasaan senior untuk mendidik sekaligus menggaet mahasiswa baru yang cakep-cakep, usai sudah. Sebagian yang lain mengucapkan kata-kata ini karena berarti perkuliahan akan dimulai kembali. Liburan semester berakhir, digantikan oleh jam berkutat dengan ceramah dan tugas-tugas kuliah.
Ternyata di benak kita, atau mungkin sebagian besar orang, kata-kata ‘kembali ke kehidupan nyata’ atau back to the real life’ itu berarti harus kembali kepada kejenuhan-kejenuhan yang tidak menyenangkan. Dalam sebuah pendekatan perubahan yang disebut Appreciative Inquiry, ada sebuah prinsip yang disebut dengan constructionist yang dengan cara mudah dapat diartikan dengan menggunakan ungkapan, “Kata menciptakan dunia”. Kata-kata yang kita gunakan akan menjadi kenyataan. Kata-kata membentuk keyakinan. Keyakinan akan menjadi mindframe dalam berpikir, bersikap dan bertindak. Ini seperti kita mengatakan bodoh pada seorang anak, maka anak tersebut akan menganggap dirinya bodoh. Ia akan ragu melakukan sesuatu, karena pasti tindakannya akan melahirkan kebodohan-kebodohan. Karena ia tidak melakukan tindakan, maka orang-orang dapat menganggap bahwa ia memang bodoh. Ini akan terjadi terus-menerus seperti sebuah spriral menurun.
Kita telah menggunakan kata-kata ‘kehidupan nyata’ atau ‘the real life’ memiliki makna yang berbeda, ya cenderung negatif. Selain hal ini memang menggambarkan kehidupan nyata bagi si pengucapnya, kata-kata ini juga akan menjadi kenyataan bagi yang biasa menggunakannya. Dengan demikian, sebagian besar durasi dalam kehidupan kita (atau si pengucapnya) dapat diartikan sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan. Akibatnya, hal ini benar-benar akan terjadi. Segala proses dalam kehidupan, seperti bekerja, sekolah, kuliah dan semacamnya, adalah sesuatu yang tidak menyenangkan. Lalu apakah sebenarnya bekerja, kuliah, atau sekolah itu menyenangkan? Jika jawaban kita adalah sebaliknya, maka bisa terjadi dua kemungkinan, pembenahan yang harus dilakukan dalam sistem kerja dan pendidikan, atau diri kitalah yang harus diubah dalam menjalani kehidupan. Apapun jawabannya, yang perlu kita yakini adalah bahwa segala kondisi dan perubahannya berpusat pada kita sebaai aktor utama untuk menjalani. Kita bisa bahagia atau menciptakan kebahagiaan. Sebaliknya kita juga bisa bersedih dan membangun kesedihan. Kamu ingin yang mana?
Yuk sering pengalamanmu berkenaan dengan penggunakan kata ‘dunia nyata’, ‘the real life’ atau semacamnya. Tuliskan di kolom komentar ya..
Artikel tentang Inspirasi (Insert), Psikologi Populer Lainnya:
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Hijrah Membutuhkan Konsistensi
- 3K, Bahan Bakar untuk Lokomotif Kehidupan Kita
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- Sholat Tarawih, Perjuangan Membentuk Karakter
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Keluhan Dapat Menurunkan Kekebalan
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Pekerjaan atau Anak?
- Cara Mengatasi Tekanan Fight Flight atau Flow Mana yang Efektif?
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Cerita: Kaus Kaki Bolong
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Menjadi yang BAIK, Tanpa Syarat
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Menyatunya Hablum Minallah dan Hablum Minannas
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Penularan Kebaikan dan Keburukan untuk Diri Sendiri
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- CARA MUDAH Manajemen Waktu dalam Menghadapi Deadline
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- Menyikapi Hidup seperti Anak-anak
- Melalui Cobaan, Kita Lebih Mudah Mengenali Diri Sendiri
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- Air Mata sebagai Emotional Release
- Cerita: Menolong Nubi
- Menyiasati Ruang dan Waktu untuk Produktivitas
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Work-Life Balance Apakah Sebuah Fatamorgana?
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- 3 Hal yang Menguatkan Nafsu dan Menumpulkan Akal
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Neng Neng Nong Nang Neng Nong dari Mata Apresiatif Seorang Akhmad Dhani
- Pemilu Usai, Saatnya Berbuat untuk Negeri Ini
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Jadilah Optimis seperti Anak-Anak
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Krisis Jati Diri, Pangkal dari Semua Krisis
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- Bagaimana Menjadi Produktif? Begini Prinsipnya
- Cerita: Harta Karun Mr. Crack
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Belajar dari Moana, Berani Melampaui Ketidakpastian
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- Now and Here, Cita-Cita Tak Sampai
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Corona, Perpecahan Keyakinan yang Melelahkan dan Melemahkan
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu