5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
June 18, 2012 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 0 Comments
Tiap orang punya ruang aktualnya sendiri. Tempat dengan berbagai elemen yang ada di dalamnya turut membuat kita berfungsi lebih optimal. Tempat turut mendukung pemberdayaan diri kita.
Tadi malam (17/6), aku sedang berboncengan dengan @cantiknyacantik untuk berbelanja kebutuhan bulanan. Beberapa weekend dihabiskan untuk bekerja atau bepergian ke luar kota, sehingga pada hari itulah kesempatannya.
Pada saat berboncengan, kita ngobrol tentang kakaknya @cantiknyacantik beserta suami. Lho kok ngobrolin orang? Ya gara-garanya, dua hari sebelumnya, mertua datang dan membicarakan sepasang suami istri itu dengan begitu bangganya.
Si suami, sebut saja Anggoro, adalah pekerja keras. Ia bekerja di dua perusahaan dengan jam kerja mulai pagi sampai berakhir di pukul 10 malam. Itupun lebih sering melewati batas kebiasaan. Karena itulah, ia tergolong sejahtera secara ekonomi.
Kesejahteraan yang dibuktikan dengan membangun rumah sampai ratusan juta dan bisa memenuhi kebutuhan mertuanya, membuat keluarga Anggoro jadi aset unggulan bagi mertua (bapaknya @cantiknyacantik).
@cantiknyacantik berpendapat bahwa Anggoro sejahtera secara ekonomi, tetapi belum tentu secara psikis. Ia jarang sekali bertemu dengan anaknya, karena pada hari Sabtu pun lebih sering dihabiskan untuk bekerja. Meskipun ada sedikit nada iri dengan kesejahteraan keluarga kakaknya, tetapi aku masih menangkap ada rasa bersyukur @cantiknyacantik atas kondisi keluargaku yang bisa lebih banyak bertemu.
Kalau aku sih melihatnya dengan berbagai kemungkinan. Seorang suami, memang bertugas mencari penghasilan buat keluarga, yang jika hal itu bisa membuat keluarga bahagia, maka ada kebanggaan tersendiri. Namun demikian, selain hal tersebut, bisa jadi seorang suami memang menjadi lebih optimal sebagai diri dan sebagai suami ketika berada di tempat kerja.
Dari kasus ini, aku tidak bermaksud fokus membahas tentang keluarga Anggoro. Aku hanya mengambilnya jadi bahan refleksi bahwa setiap orang punya ruang-ruang aktual bagi dirinya. Artinya, kemampuan atau keunggulan seseorang baru bisa efektif ketika berada di ruang-ruang yang mampu memunculkan potensi tersebut.
Aku sendiri membuat tulisan ini dari sebuah kotak seukuran kurang lebih 2×2 meter persegi. Kotak ini adalah ruang kerjaku yang disebut sebagai kantor. Apa hubungannya dengan kotak tempat aku bekerja?
Di beberapa tulisan yang aku buat di Mosaic Learning maupun kompasiana, aku membahas tentang bekerja di mana saja. Ini adalah bentuk cara untuk mencari ruang-ruang aktual bagi kemampuanku, bagi potensiku.
Orang secara alamiah akan melakukan penyesuaian dengan lingkungan, sehingga potensinya bisa teraktualkan. Hanya saja, lingkungan sekitar kita tidak secara otomatis sesuai dengan kebutuhan kita. Untuk itulah orang bisa mengubah diri atau mengelola lingkungan, memanajemeni diri dan lingkungan atau beralih mencari tempat yang kondusif buat dirinya.
Seperti halnya diri kita, lingkungan juga punya kekuatan, punya daya resistensi untuk berubah. Akibatnya, juga punya ketahanan untuk diubah. Jika kita atasan atau orang yang punya wewenang lebih, mungkin akan lebih mudah melakukan perubahan. Tapi jika kita bawahan biasa, maka kitalah yang harus memilih, apakah akan mengubah diri atau beralih ke tempat yang kita mudah melakukan aktualisasi.
Seperti apakah lingkungan yang membuat orang mudah melakukan aktualisasi?
1. Mengapresiasi tiap kemampuan
Tiap orang tidak memiliki kemampuan yang sama. Kalau kapasitas mungkin saja sama, tapi jenis kemampuan berbeda-beda. Apalagi kemampuan itu juga dibarengi dengan minat atau kesenangan terhadap bidang tertentu.
Mengubah orang agar dibuat seragam itu tidak mungkin. Jika dipaksa untuk disamakan, maka akan terjadi friksi-friksi, karena hal itu melukai identitas diri, menerobos masuk ke wilayah otoritas personal.
Karena itulah, yang paling memungkinkan adalah lingkungan yang saling berbubah. Artinya, satu sama lain saling terbuka dan menghargai kemampuan masing-masing. Dengan adanya penghargaan terhadap kemampuan maka kemampuan itu sendiri akan aktual secara berulang. Bukankah penghargaan itu menyenangkan? Apa yang akan terjadi jika sebuah perilaku berdampak menyenangkan? Perilaku itu akan diulang.
2. Melihat bagian positifnya daripada mencari-cari kesalahan
Bagian positif diekspose akan menimbulkan perasaan senang. Jika kita senang, maka pekerjaan juga lebih beres. Selain itu, jika sekecil apapun kebaikan lebih ditonjolkan, maka kesenangan yang mengikutinya juga kebih mudah terulang. Siapa yang tidak suka jika lingkungan selalu melihat sisi baik dirinya.
Sebaliknya jika lingkungan kita selalu melihat keburukan kita, maka sudah pasti itu tidak berenergi, malah menguras energi. Tempat yang seperti ini jelas tidak memberikan udara segar bagi kemampuan untuk beraktualisasi.
3. Memberikan dukungan ketika ada kesalahan atau kegagalan
Kemampuan kadang bisa muncul dengan bantuan. Apalagi buat orang baru yang masih harus bertanya banyak hal untuk fitting diri dengan lingkungan kerja. Jika ia berbuat kesalahan malah diserang oleh banyak orang, maka ia akan bekerja dengan persaan yang serba takut, serba khawatir. Sudah pasti potensi tidak akan bisa beraktualisasi jika berpikir dan berbuat saja terlalu hati-hati. Kalau ada yang bertanya diartikan mempertanyakan atau dianggap protes. Ia menganggap dirinya biang kesalahan.
4. Memandang setara
Tidak bisa dihindari bahwa dalam tempat kerja ada atasan dan bawahan, ada yang senior dan junior. Hanya saja, jika posisi itu menghalangi mereka untuk bercengkerama, maka gap akan terjadi. Jika ada jarak, maka aliran informasi pun juga tidak lancar.
Bawahan yang tidak disetarakan dalam pergaulan akan menganggap bahwa atasan yang paling tahu. Jika demikian, maka ia lebih mudah menganggap salah atas dirinya dan selalu benar apapun yang dilakukan atasan. Atasanpun juga demikian. Di benaknya tidak pernah terbersit mencari saran atau bahkan nasihat dari bawahan. Jika ini terjadi berlarut-larut, maka akan terjadi stagnasi, termasuk tidak terjadi aktualisasi kemampuan kita di dalamnya.
5. Memberikan peluang untuk berbicara apa saja
Aku teringat ketika mengatakan pada seorang teman yang sekarang sudah menjadi seorang wartawan, “Berbicara atau melukan yang tidak penting itu penting”. Kalimat ini yang membuat ia selalu kangen denganku hahaha.
Apa artinya? Ya jika dibahasakan seperti dalam konteks demokrasi, ini bisa dibilang aspirasi. Apapun omongan didengarkan.
Bersesuaian dengan kalimat yang aku ucapkan ke teman wartawan tadi, ini lebih dari sekedar aspirasi, tetapi juga menghidupan pembicaraan atau perilaku yang dianggap tidak penting. Siapapun berhak berbicara atau melakukan hal yang sepertinya remeh. Kebebasan yang diberikan dalam berbicara dan bertindak juga akan menghidupkan dan mengoptimalkan kemampuan.
Demikian kira-kira sharing tentang aktualisasi kemampuan dalam lingkungan yang memberdayakan. Bagaimana dengan lingkungan kerjamu?
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Air Mata sebagai Emotional Release
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- Pekerjaan atau Anak?
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja