5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
October 6, 2019 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 0 Comments
Waktu istirahat sama pentingnya dengan waktu bekerja, bahkan untuk menghasilkan tindakan efektif atau kalau dalam dunia kerja disebut sebagai produktivitas. Berikut ini adalah 5 prinsip pengelolaan waktu untuk menghasilkan tindakan efktif.
Sebelumnya saya ingin mengucapkan selamat hari guru sedunia (5 Oktober). Bertepatan dengan hari istimewa ini, maka saya akan menuliskan tentang pengelolaan waktu istirahat yang juga penting diperhatikan oleh guru dalam pengelolaan waktu belajar.
Tulisan ini berawal dari buku berjudul “When” yang ditulis oleh Daniel H. Pink. Buku ini mengupas tentang karakteristik waktu beserta keselarasan dengan ritme waktu kerja, yang kemudian boleh dibilang sebagai karakteristik individu dalam penggunaan waktu. Namun kali ini kita tidak akan membahas tentang keseluruhan isi buku. Untuk ketuntasan dalam memahami seluruh isi buku, silahkan baca bukunya ya.
Kali ini hanya akan dibahas tentang pengelolaan waktu istirahat. Kenapa waktu istirahat perlu dikelola?
Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya bahwa istirahat sama pentingnya dengan bekerja (termasuk belajar). Produktivitas kerja atau belajar tidak hanya ditentukan oleh seberapa panjang waktu yang kita habiskan di depan laptop, duduk di meja kerja, membaca buku dan semacamnya. Produktivitas juga ditentukan oleh waktu saat kita memejamkan mata, bermain dengan anak, berbicara dengan rekan kerja, atau hanya sekadar jalan-jalan di lingkungan luar tempat kita belajar atau bekerja. Penelitian telah menunjukkan bahwa produktivitas kembali naik seperti saat kita menggunakan energi baru kita, setelah kita beristirahat. Seperti penelitian sekaligus praktik yang diterapkan di University of Michigan Medical Center. Kesalahan medis yang berdampak pada malapetaka dapat diturunkan setelah memberlakukan jeda kesiagaan. Begitu juga penelitian yang dilakukan di sekolah-sekolah Denmark yang menunjukkan bahwa nilai ujian lebih baik di pagi hari atau di siang hari setelah jeda waktu istirahat. Begitu juga dengan keputusan dewan judisial di Israel yang menghasilkan keputusan yang lebih manusiawi di pagi hari atau di jam setelah istirahat.
Sebenarnya pembahasan tentang waktu istirahat ini diawali dengan karakteristik waktu yang berkaitan dengan produktivitas belajar atau kerja. Produktivitas akan tinggi saat pagi hari, di awal kerja (meskipun tetap dibesakan antara karakteritik orang yang lebih produktif di siang hari seperti burung lark dan orang yang produktif di malam hari seperti burung hantu), kemudian menurun saat siang. Jika hal ini diteruskan tanpa jeda, maka produktivitas akan menjadi semakin memburuk, yang puncaknya ada di sekitar jam 14.55. Nah, untuk mengurangi dampak penurunan ini, maka pengelolaan waktu istirahat sangat penting.
Jika masa penurunana dalah racun dan waktu istirahat adalah penawarnya, seperti apa seharunsya pengelolaan waktu istirahat tersebut? Tidak ada jawaban pasti, tapi berdasarkan sains, Daniel Pink memberikan 5 prinsip pengelolaan waktu istirahat sebagai pedoman.
1.Β Lebih baik sedikit daripada tidak sama sekali
Beristirahat dalam jumlah yang sedikit lebih baik daripada tidak sama sekali. Bahkan produktivitas lebih tinggi ketika melakukan istirahat sedikit beberapa kali dibandingkan dengan sekali beristirahat lebih panjang.
2. Bergerak lebih baik daripada diam
Beristirahat dengan gerak lebih baik daripada sekadar duduk atau berdiam diri. Duduk atau diam tidak sepenuhnya melepaskan diri dari kepenatan. Namun gerakan lebih ekspresif untuk melepaskan kejenuhan. Perlu digarisbawahi bahwa diamnya saat tidur pasti lebih baik. Sedangkan yang dimaksud di sini adalah istirahat dengan berdiam diri, bukan tidur.
3. Bersama lebih baik daripada sendirian
Ada istilah istirahat sosial, yaitu mengisi waktu istirahat dengan bercengkerama bersama orang lain, membicarakan sesuatu yang santai di luar pekerjaan. Ketika sendirian, pengekspresian kepenatan tidak seekpresif saat perjumpaan. Memang akan sedikit berbeda dengan orang-orang introvert yang lebih memilih sendirian. Bagi orang introvert dapat melakukan kegiatan sebagai representasi aktivitas sosial, seperti berkomunikasi virtual, game online dan semacamnya yang tentunya dengan sadar dianggap sebagai aktivitas penyela dan dengan mudah lepas kembali darinya.
4. Di luar lebih baik daripada di dalam
Melepaskan penat dengan pergi ke luar atau sekadar melihat ke luar jendela lebih baik daripada istirahat di dalam ruangan. Menghirup udara segar dan melihat hijau pepohonan menjadi pelepas penat (emotional release) yang baik. Jika memang tidak memungkinkan, misalnya karena ketersediaan waktu atau cuaca yang kurang baik, dapat menggantinya dengan melihat akuarium atau sejenisnya.
5. Terlepas sepenuhnya lebih baik daripada setengah terlepas
Ada banyak orang yang istirahat namun di tangannya tetap terkoneksi dengan pekerjaan, misalnya membuka grup chat kantor, mengecek email, atau semacamnya. Pelepasan rasa lelah akan lebih maksimal jika kita terlepas secara total dengan kesibukan kita.
Demikian 5 prinsip pengelolaan wakut istirahat untuk menghasilkan tindakan efektif. Semoga bermanfaat, baik untuk diri kita dalam mengelola waktu belajar dan bekerja, maupun untuk para profesional seperti pekerja, manajer, atau para guru dan pendidik lainnya.
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Perkembangan Moral Kohlberg
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Air Mata sebagai Emotional Release
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Makna Resolusi Bersifat Tipikal bagi Setiap Orang
- Pekerjaan atau Anak?
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Work-Life Balance Apakah Sebuah Fatamorgana?
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?