Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
May 2, 2019 . by rudicahyo . in Inspirasi (Insert), Psikologi Populer . 0 Comments
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya? Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah? Tidak, tidak cukup hanya dengan itu. Bangsa yang besar adalah bangsa yang merasa memiliki negeri ini. Bangsa yang besar selalu memikirkan solusi atas segala persoalan yang terjadi. Masalahnya, apakah kita terbiasa berkubang dengan masalah atau membudayakan membuat solusi?
Beberapa bulan ini saya diminta untuk memberikan program bimbingan teknis untuk para siswa di berbagai sekolah menengah kejuruan di Surabaya. Bimbingan teknis (bintek) ini adalah rangkaian dari program bimbingan karier yang diadakah oleh Pusat Terapan Psikologi Pendidikan bekerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja Kota Surabaya. Aktivitasnya terdiri dari tes bakat minat, konseling karier, dan diakhiri dengan bimbingan teknis.
Program bintek selalu diawali dengan ceramah dua narasumber, dari dinas tenaga kerja dan dan dari PTPP Fakultas Psikologi Unair, yang kebetulan saya sendiri yang membawakan. Pertanyaan popular pasca ceramah adalah bagaimana sukses dalam wawancara kerja.
Berbicara tentang wawancara kerja, ada pembahasan yang menarik tentang satu pertanyaan wawancara yang berbasiskan pengalaman atau biasa disebut Behavioral Event Interview. Ada satu pertanyaan yang sering ditanyakan, yaitu pengalaman terberat yang pernah dihadapi oleh kandidat. Poin dari pertanyaan ini sebenarnya tentang bagaimana cara kandidat menghadapi situasi sulit tersebut, meskipun stimulusnya adalah meminta untuk menceritakan pengalaman pahitnya.
Ada dua poin dalam satu pertanyaan tersebut, yang satunya eksplisit dan yang lainnya implisit. Pertanyaan eksplisitnya adalah tentang pengalaman terberat, pengalaman pahit, pengalaman gagal atau semacamnya. Sedangkan bagian implisit yang menjadi titik tekan adalah tentang perilaku kandidat saat peristiwa tersebut, yang kemudian mengarah kepada solusi.
Banyak kandidat yang gagal karena disumbang oleh pertanyaan tentang kegagalan. Seperti sebuah linearitas yang kebetulan, kegagalan dikarenakan bercerita tentang kegagalan. Kenapa pasalnya?
Bolehlah dibilang pertanyaan tentang kegagalan terasa menjebak, karena yang ditanya kegagalan pastilah otomatis otak kandidat akan berusaha melacak pengalaman gagalnya. Dalam pendekatan Appreciative Inquiry, hal ini disebut dengan prinsip simultan. Setiap pertanyaan akan menciptakan jawabannya sendiri. Ketika seorang tukang becak yang sedang bersantai ditanya, “Apa pengalaman terberat sebagai tukang becak?” atau “Apa pengalaman berkesan sebagai tukang becak?” akan menciptakan jawabannya sendiri. Meskipun kondisi mereka berdua sama, akan ada perubahan (perbedaan) psikologis baru yang disebabkan oleh pertanyaan tersebut. Pada saat yang sama, pertanyaan membuat perubahan.
Karena pertanyaan yang diberikan kepada kandidat adalah tentang pengalaman buruk, pengalaman pahit, pengalaman gagal dan semacamnya, maka dengan sendirinya kandidat akan mengakses seluruh data pengalaman di otaknya yang diberikan indeks kegagalan, kepahitan, keburukan dan semacamnya. Padahal yang ditunggu dari wawancara tersebut adalah sikap dan perilaku yang dimunclkan oleh kandidat ketika menghadapi situasi tersebut. Dengan kata lain, pewawancara menunggu solusi yang menjadi konsekuensi dari masalah yang dihadapi kandidat.
Berdasarkan pengalaman ini, berarti gagasan dapat diciptakan dari pertanyaan yang digunakan untuk mengeluarkan gagasan tersebut. Dala hal ini, pertanyaan membuat kandidat mengeluarkan gagasan tentang kegagalan. Coba bayangkan ketika obrolan di sekitar kita banyak membicarakan kegagagalan, kepahitan, kepedihan, keburukan, maka yang hidup di atmosfir kita juga tentang hal-hal tersebut. Jika pertanyaan kita berputar di kegagalan, kepahitan, kepedihan, dan keburukan, pada saat itu juga otak-otak yang terlibat akan melacak hal-hal tersebut untuk dibicarakan, dibagikan, akhirnya menjadi atmosfir yang mempengaruhi semua orang di dalamnya. Pada ujungnya, jika hal ini menjadi budaya, maka pada saat itu kita terbiasa berkubang dalam masalah, bukan membudayakan untuk berpikir solusinya.
Sekarang, coba kita lihat kembali, bagaiman pembicaraan kita sehari-hari, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Apakah kita membicarakan tentang solusi atau malah justru sebaliknya, berisi keluhan, protes, caci-maki tanpa henti?
Saya saja secara pribadi tidak suka jika orang di sekitar saya banyak mengeluh. Namun ketidaksukaan ini tidak lantas selalu mujarab dengan cara melawannya. Sebagaimana hukum aksi-reaksi, ketika kita meminta, mencegah, atau melawan orang yang mengelluh, pada saat itu juga keluhannya menjadi semakin popular, sikapnya menjadi diekspose. Karena itu, yang akan lebih baik jika kita membentuk budaya. Kita awali dari kita, dari pembicaraan kita, dari pertanyaan kita. Ketika obrolan kita di kehidupan sehari-hari, termasuk di dunia maya, mengarah kepada keluhan, maka kita akan membangun kebiaisaan mengeluh dan akhirnya menjadi bangsa pengeluh. Yang perlu kita lakukan adalah membudayakan untuk memikirkan solusi, mengajak orang untuk menghadapi segala tantangan negeri ini dengan lebih positif.
Sudahkah kita terbiasa berbagi hal yang positif untuk membudayakan solusi di negeri ini?
Artikel tentang Inspirasi (Insert), Psikologi Populer Lainnya:
- Keluhan Dapat Menurunkan Kekebalan
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Krisis Jati Diri, Pangkal dari Semua Krisis
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Jadilah Optimis seperti Anak-Anak
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Neng Neng Nong Nang Neng Nong dari Mata Apresiatif Seorang Akhmad Dhani
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- Makna Resolusi Bersifat Tipikal bagi Setiap Orang
- Mengubah Keburukan Menjadi Kebaikan adalah Menciptakan Resonansi
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Mempertanyakan Kekuasaan Tuhan
- Dalam Penciptaan, Imajinasi Bukan Basa-Basi
- Air Mata sebagai Emotional Release
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- Bagaimana Menjadi Produktif? Begini Prinsipnya
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Dumbo Disney, Ketidaksempurnaan yang Luar Biasa
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Political Framing: Ketika Kalimat "Apa susahnya membawa anak Palestina ke sini?" Menjadi Populer
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Corona, Perpecahan Keyakinan yang Melelahkan dan Melemahkan
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Pergantian Tahun bukan Pergantian Tuhan
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Wreck It Ralph: Apakah Ilmu Pengasuhan Itu Omong Kosong?
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Tak Ada yang Sulit Jika Ada Kemauan Belajar
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Ingin Memiliki Daya Saing? Jadilah Diri yang Original
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Persepsi Tanpa Komunikasi Bisa Menjadi Prasangka
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- Cerita: Harta Karun Mr. Crack
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- Inspirasi dan Menjadi Diri Sendiri
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Cerita: Kaus Kaki Bolong
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Menghancurkan Tembok Penghalang dengan Tune In pada Aktivitas Pertama
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Menyiasati Ruang dan Waktu untuk Produktivitas
- Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Bahaya Tagar Indonesia Terserah
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Menjadi yang BAIK, Tanpa Syarat
- Menyikapi Hidup seperti Anak-anak
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- CARA MUDAH Manajemen Waktu dalam Menghadapi Deadline
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Manusia Dikendalikan Sistem Ciptaannya?
- Belajar dari Moana, Berani Melampaui Ketidakpastian
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Bergerak dari Zona Masalah ke Zona Solusi
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- Penularan Kebaikan dan Keburukan untuk Diri Sendiri
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?