Ketika Tidak Dipercaya, Bagaimana Cara Menciptakan Perubahan?
January 30, 2015 . by rudicahyo . in Inspirasi (Insert) . 0 Comments
Kalau banyak orang lebih suka kulit daripada isinya, maka berikanlah kulitnya. Begitulah perubahan, dapat terjadi melalui bungkusnya. Ketika orang lebih percaya gelar dan nama besar, maka jadilah besar dan bergelar untuk membuat perubahan. Bagaimana jika kondisinya sedang kecil? Tidakkah terlalu lama menunggu besar? Begini caranya.
Ceritanya, aku bersua dengan kawan lama yang suka menulis kisah-kisah unik. Dalam sebuah karyanya, ia menuliskan pengalamannya untuk membuat perubahan.
Sebut saja teman saya ini Si Nilam. Selain menjadi penulis, ia juga bekerja di sebuah lembaga pendidikan. Meski hanya berijasah SMA, menurutku dia adalah seorang pendidik dan pekerja yang kreatif. Banyak ide-idenya yang unik untuk proses pembelajaran dan membuat perubahan dalam sistem kerja. Hanya saja, semua ide itu hanya mampu ia abadikan dalam tulisan, karena atasan yang punya wewenang tak mengijinkan untuk direalisasikan. Selalu tak mengijinkan.
Hingga sampai waktunya ia bosan dengan situasi tersebut. Dia tak lagi menciptakan gagasan. Dia hanya rutin membawakan tulisan, potongan kata-kata mutiara atau quotes, modul dan semacamnya, untuk dibaca oleh atasannya.
Suatu ketika, dia pernah membawa tulisan Prof. Cheng Gond Oek tentang “Kreativitas dan Motivasi Internal”. Tulisan itu berisi kuliah si profesor yang menunjukkan bahwa kebebasan yang diberikan kepada bawahan berpengaruh besar kepada kreativitas penciptaan. Profesor juga menjelaskan bahwa kreativitas dan motivasi internal sama sekali tak dipengaruhi oleh besarnya insentif.
Pernah juga Si Nilam membawa sebuah artikel dan modul tentang “Creative Learning” yang ditulis oleh Dr. Hash Syem Teen Anh. Doktor tersebut menunjukkan penelitian tentang efektivitas belajar kreatif. Si doktor juga mengajak pembaca untuk meninggalkan cara belajar lama yang hanya berbasiskan kepada isi. Si doktor menjelaskan bahwa isi memang penting. Tetapi jika terlalu didekati dengan cara top-down, maka guru tidak akan peka dengan kebutuhan siswa.
Banyak sekali tulisan yang ia setorkan kepada atasannya untuk dibaca. Sebenarnya dia hanya menaruh tulisan-tulisan tersebut di meja bosnya, terlepas dibaca atau tidak oleh bosnya.
Yang terakhir, dia mengeprint sebuah quotes dengan huruf besar untuk ditaruh di meja bosnya. “Memelihara hak bawahan untuk bahagia adalah bagian dari produktivitas” -Google Five-.
Akibat dari semua ulah Nilam ini, ia dipanggil oleh bosnya. Jika sebelumnya ia tanpa beban meletakkan artikel-artikel tersebut di meja bosnya, kali ini dia merasa ada berton-ton besi di punggungnya. Tapi dia pasrah, apapun yang akan dilakukan oleh si bos kepada dirinya.
“Bapak memanggil saya?”, tanya Nilam dengan wajah nyaris seputih tulang
“Benar Kamu yang meletakkan tulisan-tulisan ini?”. Si bos bertanya balik sambil menunjukkan setumpuk kertas
Sejenak tidak ada suara
“Nilam…”. Si bos mengusik keterpakuan Nilam
“Ya… ya benar, Bos”
“Tulisannya bagus-bagus. Tahu tidak, bahwa aku telah melakukan banyak perubahan. Sejak Kamu meletakkan tulisan-tulisan di meja ini, aku perlahan-lahan melakukan gagasan-gagasan dalam tulisan ini. Terimakasih Nilam”
Wajah Nilam sontak berubah cerah, merasa tak percaya.
Begitulah kisah perubahan yang terjadi di tempat kerja Nilam. Ia akan menuliskan kisah ini dalam bukunya.
Tapi otakku yang biasanya meradar, bagaimana sebuah gagasan diteruskan sampai pada tindakan, bagaimana logika dapat diterima oleh pikiran, merasa ada yang aneh. Sepertinya tulisan itu hanya biasa saja jika hanya menceritakan perubahan yang terjadi di sebuah institusi karena bosnya membaca tulisan-tulisan dari berbagai penulis. Karena itu, aku tanya kembali kepada Nilam, sebelum ia beranjak dari hadapanku.
“Bukankah gagasan-gagasan dalam tulisan yang Kamu berikan kepada bosmu sama seperti gagasan-gagasanmu yang pernah Kamu ajukan kepadanya dan ia menolaknya mentah-mentah?”, tanyaku
“Benar”, jawab Nilam singkat
Melihat wajahnya yang tenang dan ada sedikit sungging senyum di bibirnya, aku curiga ini adalah bagian dari sisi kreativitasnya bocah tengil ini.
“Apakah ini ditulis oleh orang yang sama?”, tanyaku lagi.
Perlahan dia cekikikan, dan meledaklah tawanya.
Sudah ku duga. Para penulis dengan berbagai gelar akademis pada tulisan-tulisan yang diberikan Nilam kepada bosnya adalah fiktif belaka. Coba liaht saja namanya, pada aneh begitu.
“Kamu memang selalu tajam. Betul, itu semua tulisanku yang ku buat dengan nama berbagai orang dengan gelar akademis yang tinggi. Namanyapun aku buat nama orang asing. Biar keren. Kamu lihat hasilnya kan? Ideku yang dulu ditolak, sekarang berhasil mengubah institusi tempatku bekerja”.
Entah apa yang ada dalam pikiran dan perasaanku. Rasanya ingin menjambak, meninju, memeluk, mencubit Si Nilam ini. Sungguh bocah yang luar biasa. Ingin rasanya malam ini ku habiskan bersamanya sambil ngopi, makan pisang goreng dan bercengkerama bersamanya. Gagasan-gagasan gilanya seperti tak bisa dihentikan.
Cerita Si Nilam ini mengingatkanku pada tulisanku “Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?”
Menurutmu, bagaimana tulisan-tulisan yang dibuat oleh Nilam bisa membuat bosnya mau berubah?
Artikel tentang Inspirasi (Insert) Lainnya:
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Cerita: Harta Karun Mr. Crack
- Menyatunya Hablum Minallah dan Hablum Minannas
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Menghancurkan Tembok Penghalang dengan Tune In pada Aktivitas Pertama
- Krisis Jati Diri, Pangkal dari Semua Krisis
- Bagaimana #senja Bisa Menjadi Sumber Kebahagiaan?
- Wreck It Ralph: Apakah Ilmu Pengasuhan Itu Omong Kosong?
- Cara Mengatasi Tekanan Fight Flight atau Flow Mana yang Efektif?
- Bagaimana Menjadi Produktif? Begini Prinsipnya
- Dalam Penciptaan, Imajinasi Bukan Basa-Basi
- Bergerak dari Zona Masalah ke Zona Solusi
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Mengubah Keburukan Menjadi Kebaikan adalah Menciptakan Resonansi
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Corona, Perpecahan Keyakinan yang Melelahkan dan Melemahkan
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- Bahaya Tagar Indonesia Terserah
- Ingin Memiliki Daya Saing? Jadilah Diri yang Original
- Pergantian Tahun bukan Pergantian Tuhan
- Keluhan Dapat Menurunkan Kekebalan
- Inspirasi dan Menjadi Diri Sendiri
- 3 Hal yang Menguatkan Nafsu dan Menumpulkan Akal
- Penularan Kebaikan dan Keburukan untuk Diri Sendiri
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Mempertanyakan Kekuasaan Tuhan
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Neng Neng Nong Nang Neng Nong dari Mata Apresiatif Seorang Akhmad Dhani
- Manusia Dikendalikan Sistem Ciptaannya?
- Menyiasati Ruang dan Waktu untuk Produktivitas
- Cerita: Menolong Nubi
- Niat Baik Meningkatkan Nilai Perkataan dan Perbuatan
- Melalui Cobaan, Kita Lebih Mudah Mengenali Diri Sendiri
- Pemilu Usai, Saatnya Berbuat untuk Negeri Ini
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- Jadilah Optimis seperti Anak-Anak
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- 3K, Bahan Bakar untuk Lokomotif Kehidupan Kita
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Now and Here, Cita-Cita Tak Sampai
- CARA MUDAH Manajemen Waktu dalam Menghadapi Deadline
- Tak Ada yang Sulit Jika Ada Kemauan Belajar
- Menjadi yang BAIK, Tanpa Syarat
- Hijrah Membutuhkan Konsistensi
- Dumbo Disney, Ketidaksempurnaan yang Luar Biasa
- Belajar dari Moana, Berani Melampaui Ketidakpastian
- Perbuatan Baik Dapat Kembali Memurnikan Hati
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- Menyikapi Hidup seperti Anak-anak
- Agar Nikmat Melimpah, Kita Membutuhkan Rasa Syukur yang Sesungguhnya
- Cerita: Kaus Kaki Bolong
- Selalu Ada Jalan untuk Segala Keruwetan Hidup Asalkan Lakukan Hal Ini
- Sholat Tarawih, Perjuangan Membentuk Karakter
- Persepsi Tanpa Komunikasi Bisa Menjadi Prasangka