5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
March 16, 2014 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 0 Comments
Pondasi untuk pengembangan diri adalah mengenali diri sendiri. Mengenali diri sendiri itu tidak mudah. Namun ada beberapa situasi atau moment yang memudahkan kita mengenali diri sendiri.
Sebelumnya, sudah dibahas tentang “Melalui Cobaan, Kita Lebih Mudah Mengenali Diri Sendiri”. Sebenarnya tidak hanya cobaan, ada beberapa moment atau situasi yang memudahkan kita dalam mengenali diri sendiri.
Yang dimaksud dengan mengenali diri sendiri di sini adalah mengenali diri yang paling mendasar, yaitu mengenali pola diri kita dalam merespon sebuah keadaan. Respon yang kita berikan ketika terjadi atau mengalami sesuatu, dapat berupa pikiran yang muncul, perasaan yang hadir, perkataan, sikap, atau perbuatan. Melalui beberapa bentuk respon tersebut, kita mengenali, seperti apa diri kita yang sesungguhnya. Jika pada situasi-situsi tersebut respon kita konsisten, maka itulah gambaran diri kita yang sesungguhnya.
Apa saja situasi yang memudahkan mengenali diri sendiri?
1. Mendapatkan tekanan atau cobaan
Pada tulisan yang berjudul “Melalui Cobaan, Kita Lebih Mudah Mengenali Diri Sendiri”, sudah dibahas tentang peran cobaan dalam menyediakan kesempatan bagi kita untuk mengenali diri sendiri. Dalam situasi tersebut, kita cenderung merespon dengan cara kita yang asli. Lihat saja polanya. Jika konsisten, maka itulah diri kita yang sesungguhnya.
2. Kejadian yang tak terduga atau tiba-tiba
Tidak perlu membayangkan sebuah kejadian besar. Perhatikan lagi diri kita saat kejadian-kejadian kecil yang terjadi secara mendadak, misalnya jatuhnya gelas atau piring, kesalahan mengetik, kehabisan tinta saat akan ngeprint dan sebagainya. Perhatikan pada saat situasi tersebut, apa yang kita katakan, perasaan kita, sikap dan perbuatan kita. Misalnya saja kita menjatuhkan gelas secara tidak sengaja. Mungkin saja kita langsung berseru, “Sialan!”, “Innalillah..” dan sejenisnya. Tentu kita mengenal mana kata-kata baik dan mana yang buruk. Kita punya pola yang mana. Begitu juga dengan perasaan kita. Apakah saat gelas jatuh, kita merasa marah, sedih, atau tenang-tenang saja. Perhatikan polanya pada kejadian-kejadian yang serupa.
3. Saat kehilangan
Saat kehilangan juga dapat digunakan untuk mengenali diri sendiri. Dengan kata lain, saat kehilangan, kita lebih mudah mengenali diri sendiri. Kehilangan yang dimaksud, bisa kehilangan hal-hal kecil, seperti lupa meletakkan benda, kehilangan uang atau barang, sampai meninggalnya orang tersayang. Seperti halnya saat mengalami kejadian tak terduga, saat kehilangan, kita juga bisa mengamati apa perkataan dan perasaan kita. Mungkin saja kita mengatakan, “Duh, apes dah!”, “Ya sudahlah..”, “Saatnya membuat/mencari lagi..” dan sebagainya. Begitu juga dengan perasaan kita, bisa mangkel, marah, atau tenang-tenang saja. Perhatikan polanya, jika konsisten, maka seperti itulah kita yang sesungguhnya.
4. Saat mendapatkan
Tidak hanya saat kehilangan, saat mendapatkan juga menjadi waktu yang tepat untuk mengenali diri sendiri. Secara lebih mudah, boleh jadi situasi ini dapat membedakan antara orang yang bersyukur dan tidak, antara yang tahu terimakasih atau tidak. Memang, saat mendapatkan bukan situasi yang sangat akurat dalam mengenali diri sendiri, seperti hanya ketika mendapatkan musibah atau kehilangan. Tapi tetap saja bisa menolong kita dalam membuat pola diri kita. Misalnya saat mendapatkan posisi baru di sebuah pekerjaan. Mungkin saja kita berkata, “Wah hebat. Berarti aku dipercaya”, “Jabatan itu amanat”, atau “Ah, ini pasti berat”. Coba cermati kembali, jika konsisten, maka itulah diri kita yang sesungguhnya.
5. Tidak terjadi apapun
Maksud dari tidak terjadi apapun adalah saat semuanya tetap sama dalam waktu yang lama, misalnya ketika menunggu. Memang, untuk situasi seperti ini, lebih mudah melihat diri kita, apakah kita orang yang telaten, sabar, atau tidak. Coba perhatikan, kata-kata atau perasaan apa yang muncul saat menunggu. Mungkin kita berkata, “Lama banget!”, “Membosankan!”, “Lebih baik aku membaca/meneruskan menulis cerita”, dan sebagainya. Jika kata-kata dan perasaan kita konsisten, maka itulah diri kita yang sesungguhnya.
Kelima situasi ini punya keakuratan yang berbeda pada setiap orang. Mungkin saja ada orang yang lebih mudah mengenali diri sendiri ketika mendapatkan cobaan, sementara orang lain lebih mudah ketika kehilangan. Namun demikian, kelimanya bisa saling mendukung dan bisa jadi referensi ketika kita ingin lebih mengenali diri sendiri.
Adakah situasi lain yang memudahkan kita mengenali diri sendiri?
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Air Mata sebagai Emotional Release
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Teori Perkembangan Moral Kohlberg
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?