Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
November 14, 2018 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 0 Comments
Setiap orang punya kebutuhan untuk dipuaskan. Meskipun perilaku pemenuhan kebutuhannya sama, belum tentu need yang melatarbelakangi juga sama. Dengan demikian, kita sedang membahas tentang motif dari perilaku pemuasan kebutuhan. Kali ini mari kita fokuskan kepada Hierarchy of Needs dari Abraham Maslow.
Setiap hari, kita dilibatkan dengan berbagai kebutuhan yang menuntut untuk dipuaskan. Makan, berpakaian, memiliki tempat tinggal, berhubungan seks dan sebagainya, adalah berbagai kebutuhan yang menjadi bagian dari kehidupan kita. Kali ini, mungkin Kamu sedang memiliki kebutuhan untuk menambah pengetahuan, atau memenuhi rasa ingin tahu atas pengetahuan atau ilmu tertentu. Karena itu, Kamu sekarang sedang membaca tulisan ini. Begitu juga dengan saya yang kali ini ingin mengekspresikan pengetahuan yang saya miliki. Semoga kebutuhan kita masing-masing mempertemukan kita dalam perjumpaan yang mutual ya. Aamiin…
Kembali kepada kebutuhan kita. Ketika kita berbicara tuntutan dari kebutuhan, seolah kita dikendalikan oleh kebutuhan tersebut. Kita dituntut, sedangkan kebutuhan menjadi aktor penuntut. Padahal, yang menentukan kita akan memenuhi atau tidak sebuah kebutuhan, ada di tangan kita. Termasuk juga kebutuhan mana yang kita pilih untuk diladeni, dan kebutuhan mana yang tidak diprioritaskan, juga adalah hak kita. Begitu juga tentang atas dasar apa kita memenuhi kebutuhan tersebut, juga dalah hak kita. Bahkan kita juga dapat memutuskan apakah butuh sesuatu atau tidak, seperti ketika sebuah iklan melayang di depan mata kita, kita bisa saja memunculkan hasrat untuk memilikinya atau malah mengabaikannya. Dengan demikian, kita dalah subjek sentral dalam pemenuhan kebutuhan kita sendiri.

Abraham Maslow (foto: positivepsychologyprogram.com
Ketika kita menjadi pusat atas pemenuhan kebutuhan kita, berarti kita juga yang mempunyai wewenang, atas dasar atau alasan apa kebutuhan tersebut dipenuhi. Berbicara tentang alasan, berarti kita sedang membicarakan faktor pendorongnya. Orang biasanya mengatakan ini needs atau kebutuhan. Di sisi lain, faktor pendorong juga mendapatkan sebutan motivasi. Dengan demikian, sebenarnya alasan yang menjadi faktor pendorong untuk pemenuhan kebutuhan (needs) adalah motif. Karena itulah, ada pertanyaan seperti ini, “Apa motif seseorang melakukan kejahatan” dan sebagainya. Dengan kata lain, membahas tentang needs berarti juga membahas tentang motif.
Motif bisa beraneka rupa, walaupun perilaku pemenuhan kebutuhannya sama. Misalnya kebutuhan makan. Kebutuhan ini bisa dipenuhi dengan motif yang berbeda-beda. Ada orang yang makan untuk mempertahankan hidup. Ada juga orang yang makan untuk mendapatkan gizi yang baik. Sementara orang yang lain, makan karena faktor gengsi dan harga diri. Bahkan ada orang-orang yang makan dengan tujuan untuk ibadah. Perilaku makan mempunyai banyak motif yang berbeda-beda. Maslow menggambarkan motif ini dalam hierarchy of needs.
Seperti hari ini, saya sedang menjelaskan konsep hierarchy of needs ini. Saya menggunakan contoh melakukan hubungan seks. Pada sebuah kultuit, saya pernah menuliskannya di rudicahyo.com dengan contoh kebutuhan makan. Kali ini saya akan menggunakan contoh berhubungan seks atau hubungan badan, yang tentu saja tidak kalah greget dengan makan hehehe.

Hierarchy of Needs Abraham Maslow
Berikutnya, bisa saja orang melakukan hubungan seks dengan mempertimbangkan keamanan. Dengan alasan keamanan, orang mulai selektif dalam memilih pasangan. Seseorang dijadikan partner berhubungan seks tidak hanya karena alasan fisik, tetapi juga aman buat dia.
Hubungan seks juga dapat dilakukan atas dasar cinta dan rasa memiliki. Ini adalah level needs yang ketiga dalam hierarchy kebutuhan Maslow. Dengan level kebutuhan ini, seseorang melakukan hubungan seks dengan mempertimbangkan emosi yang terlibat di dalamnya, yaitu perasaan cinta dan rasa memiliki. Apakah Kamu salah satu orang itu?
Level kebutuhan berikutnya adalah harga diri. Berdasar pada need ini, seseorang melakukan hubungan seks dengan motif untuk membangun atau mempertahankan harga diri. Dengan demikian, ia juga tidak berhubungan seks dengan sembarang orang. Harga diri dipertimbangkan dalam hal ini.
Pada puncaknya, orang akan melakukan hubungan seks atas dasar spiritualitas. Mungkin dalam bahasa awam, kita pernah mendengar orang berujar, “Aku tidak akan melakukan hubungan seks, kecuali untuk tujuan ibadah”.
Demikian kajian kita tentang Hierarchy of Needs dari Abraham Maslow yang berlaku sebagai motif dalam pemenuhan kebutuhan. Semoga bermanfaat.
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Air Mata sebagai Emotional Release
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Teori Perkembangan Moral Kohlberg
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Pekerjaan atau Anak?
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur